16. Skak Mat!

9K 2K 167
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-

Malam baru nuncul setengah jam yang lalu. Sepasang sepatu boot menggaruk lantai-lantai mini market dan berhenti tepat di depannya. Satu pak rokok muncul dari dalam plastik di tangan seorang lelaki. Wajahnya tampak masam memandangi jalanan yang mulai padat di depan gerbang. Meskipun bukan hal itu penyebab utamanya.

Pange menghela nafas panjang. Ucapan Fito rupanya yang menjadi biang keladi.

Pange tahu semua memang sudah keputusan sang atasan. Lagi-lagi soal pria dan prioritas. Namun, dia akui agak sulit bila membayangkan mengurus tim seorang diri. Belum lagi bila harus berkomunikasi dengan tim developer. 

Sebatang rokok sudah bertengger di bibir Pange siap untuk dibakar. Akan tetapi, sosok seorang perempuan agaknya lebih menarik perhatian dari arah gedung sebelah. Sehingga tanpa sadar membuat bibir itu melengkung sempurna.

Siapa lagi jika bukan Magda. Perempuan yang hari ini memakai rok span hitam sedikit di bawah lutut dengan kemeja abu-abu polos serta sebuah buku di tangannya, berjalan ke depan pagar gedung perpustakaan. Rambut ikal sebahunya yang tidak diikat tampak bergerak karena angin dari tempat Pange.

Sekali lagi, Pange tersenyum geli. Rokok di bibirnya bahkan dia masukan kembali ke dalam plastik, lantas dengan sengaja mendekat hingga ke lobi depan sambil melipat kedua tangannya ke dada. 

Jujur, Pange mulai penasaran. Lantaran dedikasi Magda bagi lelaki itu cukup diacungi jempol. Mungkin buku memang sudah menjadi dunianya, maka pulang lebih lambat hanya sekadar untuk dapat membaca atau bergaul bersama buku agaknya lebih menyenangkan bagi Magda. 

Selain itu, celetukan Magda yang datar dan seringkali pedas tetapi sering juga benar, memunculkan rasa unik tersendiri yang membuat Pange justru sengaja untuk terus membuat perempuan itu bersuara tempo hari. Bisa jadi teman-nya itu yang membuat otak Magda agak kelebihan beban, sehingga debat satu-satunya pelepasan.

"Dasar aneh," gumam Pange tanpa sadar dan bersandar pada pilar gedung di depan lobi.

Di lain sisi, langkah Magda berhenti saat tubuhnya sudah berada di depan gerbang. Mata perempuan itu tak pernah lepas dari buku, bahkan terlihat sangat serius mengeja tiap teks di sana tanpa sadar tengah menjadi bahan perhatian. Sampai-sampai saking seriusnya, Pange dapat melihat alis Magda sesekali menyatu lantas mengangguk pelan. Seakan tulisan-tulisan di sana mengajaknya berbincang.

Tanpa dinyana, kepala Magda tiba-tiba menoleh ke arah Pange. Cepat Pange berbalik kikuk dan masuk ke dalam lobi. Dari balik pintu kaca transparan, diam-diam Pange mengawasi Magda yang mendekati seorang tukang ojek online dan duduk ke atas boncengan.

Melihat jarak antara tubuh Magda dan tukang ojek di depan, Pange jadi teringat kelakuan perempuan itu yang bersikeras tidak ingin menyentuh pinggangnya. Padahal bila boleh jujur, Pange hanya takut Magda terjatuh apalagi perempuan itu duduk menyamping. 

 [SUDAH TERBIT] Beta TestingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang