16. Quarrel

12.2K 2.3K 247
                                    

Note: Di-repost sebelum nanti dihapus untuk kepentingan penerbitan

What am I to You?
What I am to You

***

"Selamat pagi ... Lita ...."

Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Mencoba mengumpulkan memori, kenapa Ed bisa ada di kamar yang sama denganku saat aku bangun pagi?

"Jam berapa sekarang?" tanyaku dengan suara parau.

"Hampir jam sebelas."

Jam sebelas?! Aku langsung kelabakan. Kami harus berangkat ke KohKret pagi-pagi untuk mendapatkan stok keramik terbaik di awal minggu! Aku hampir menyalahkan Ed karena tak membangunkanku, tapi kemudian sekilas bayangan tentang kejadian semalam berkelebat di benakku. Sontak, sekujur tubuhku membeku.

Seperti menyadari aku mulai paham apa yang terjadi, Ed mendengus, "Ya ... benar sekali. Syukurlah kalau kamu ingat. Kamu sudah merusak rencanaku berangkat pagi-pagi ke Koh Kret."

Malah aku yang disalahkan.

Tapi yah ... karena memang salahku, aku langsung menutup wajah menahan malu.

Ya Tuhan ... apa yang kulakukan semalam? Aku kembali panik mengira-ngira berada di mana kami sekarang. Mataku jelalatan. Napasku lepas bersama perasaan malu yang lebih besar lagi hingga aku hanya bisa menunduk tanpa berani berkata apa-apa mengetahui aku bangun di tempat tidur kamarnya.

Edward-tampak memesona dalam piama mandi-memandangiku dengan tatapan penuh arti dari kursi kerja di sudut ruangan.

Laptop yang menyala dibiarkannya.

"Kenapa aku di kamarmu?" tanyaku.

"Sebab aku tak punya hak mengacak-acak tas wanitamu," jawabnya. "Lagi pula ... kamu sendiri yang bilang ...," Ed mengubah suaranya seperti suara wanita, "I don't wanna sleep separately ...."

Kalau mau membahas malu, rasanya tak ada habisnya.

Alih-alih, aku mengecek kondisiku sendiri. Baiklah, tidak telanjang, masih mengenakan gaun yang kukenakan semalam. Tapi tunggu dulu. Siapa yang bisa menduga apa yang terjadi semalaman di kamar yang sama? Ingatan terakhirku adalah bersandar di dada Edward di dalam taksi menuju hotel. Sepertinya kami sempat berciuman lagi di taksi karena aku yang menciumnya duluan.

Astagaaa ... aku kembali membenamkan wajah di balik bantal tak kuasa menahan perasaan saat Ed beranjak dari kursi mendekatiku. Bukan hanya itu, dia malah sengaja berbaring di sisiku dan terus mendesak sampai aku nyaris jatuh dari kasur. Dengan lembut, dia menahan pinggangku. Takut-takut, aku memperlihatkan wajah setelah bantal di mukaku disingkirkannya.

"Kamu ingat apa yang terjadi semalam?" tanyanya.

Aku menelan ludah. "Apa kita tidur bersama?"

Ed menggigit bibir bawahnya, agak berlebihan sehingga aku mendapat kesan dia hanya sedang menggoda, tapi dia mengangguk. "You kissed me, sooo many times," kata Ed sambil memejamkan mata. Ini juga dilakukan dengan ekspresi berlebihan. Kemudian saat matanya membuka lagi, dia balas bertanya, "Kamu ingat?"

Meski ingin menangis, aku mengangguk.

"Dalam keadaan seperti itu, aku tidak mungkin membiarkanmu tidur sendirian," katanya prihatin. "Bagaimana kalau kamu jatuh dari tempat tidur? Atau malam-malam haus? Atau jatuh di kloset dan tidur di atas muntahanmu sendiri? We still have one week to work here. If you're sick, we'd be at lost."

Tiba-tiba, caranya menyebut contoh-contoh kebodohan yang mungkin kulakukan dalam keadaan mabuk bikin aku terhenyak dan cepat-cepat mengganti pertanyaan. "Did we have ... ehm ...."

The Age Between Us (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang