4- Bali, Sunset

0 0 0
                                        

Hari ini, seluruh siswa kelas 12 sedang melakukan outdoor learning menuju Bali. Marsya sudah siap dengan koper hitamnya dan segera berangkat menuju sekolah untuk berkumpul.

"Syaa!" panggil Siska dari kejauhan. Marsya segera menghampiri sahabatnya itu.

"Finally, we are going to Bali! Seseneng itu gue, hehehe" seru Marsya riang.

"Alay banget lo, eh tapi bener juga sih" Marsya mencebikkan bibirnya, tapi tak lama bibirnya kembali senyum sumringah. Tentu saja dia bahagia, karena sudah cukup lelah dengan tugas-tugas kelas 12. Dan kebetulan, sekolahnya memberi fasilitas untuk menjernihkan pikiran sejenak.

Guru-guru mengintruksi siswa-siswi untuk berbaris memasuki bis masing-masing. Selama menunggu giliran kelasnya dipanggil, Marsya melihat satu persatu anak yang ada disebelahnya. Ada yang memakai piyama, karena memang hari sudah malam, sepertinya dia bersiap untuk tidur. Ada yang sibuk mengeroll rambutnya, ada yang sudah siap dengan masker mata dan ada yang sedang bersandar pada bahu seseorang. Tunggu, tunggu. Sepertinya dia tahu itu siapa.

"Sya! Buru, kelas kita udah dipanggil."

Marsya segera berlari mengejar rombongannya, masih dengan menatap dua sejoli tadi. Dia mendengus kasar. Bagus sekali, saat sedang senang begini, lagi-lagi dia harus ditampakkan pemandangan Ana sedang bersandar manja di bahu Catur.

"Sialan." gumamnya pelan, tapi dapat didengar jelas oleh Siska.

"Apanya yang sialan?" Marsya mendongak,

"Enggak, bukan apa-apa kok" lalu tak ada yang berbicara sampai di dalam bis.

Marsya dan Siska memilih duduk di kursi bagian belakang, bersama cowok-cowok. Tapi dia melihat ada yang aneh dari salah satu diantara mereka.

"Eh, itu bukannya Okta?" Marsya menunjuk Okta dengan dagunya.

"Lah lo gatau? Dia 'kan masuk rombongan kelas kita, biar ga deket-deket Sabrina. Yang pacaran tuh di pisah sama panitia." jelas Siska. Marsya benar-benar tidak tahu perihal itu, lalu dia mengedikkan bahunya acuh dan menyumpal telinganya dengan earphone.

Marsya sudah bersiap tidur saat teman-temannya heboh sendiri, membuat dia terpaksa membuka matanya. Oke, tak salah kenapa mereka sangat berisik, melihat kedatangan Catur di bis itu. Marsya tertegun, apakah ia akan satu bis dengan pujaan hatinya itu? Kalau iya, tolong bawa dia pergi saat ini juga. Oh ralat, tolong bawa dia pergi duduk di sebelah Catur sekarang juga. Demi Tuhan, Marsya senang sekali!

"Sya? Lo gajadi tidur?" Siska tahu, pasti temannya itu sudah resah. Antara senang dan gelisah.

"Mm, ini mau tidur." elaknya.

"Lo pasti tau kan alesannya kenapa?" Marsya mengangguk, lalu kembali pada posisi tidurnya tadi. Berusaha tenang dan berdoa agar dia tidak mengigau nama Catur.

Di seberang sana, Okta melihat gerak-gerik Marsya. Sebenarnya, ini adalah timing yang pas untuk menjalankan misinya dengan Dean yang sudah dirancang beberapa hari yang lalu. Tapi karena hari sudah malam dan dia tak ingin membuat kegaduhan yang berarti, diurungkannya niat itu hingga esok pagi.

***

Setelah menempuh perjalanan sekitar 12 jam, akhirnya rombongan sekolah Marsya sampai di tujuan. Tentu tujuan pertama adalah hotel. Guru-guru menolerir sehari penuh untuk beristirahat sebelum besok beraktifitas penuh.

Marsya dan Siska sudah telentang di atas kasur dengan keheningan menghiasi kamar mereka. Tiba-tiba Siska terduduk, seakan teringat sesuatu.

"Kenapa Sis?" tanya Marsya, dia masih tetap pada posisinya.

"Gapapa."

Sebenarnya, Siska ingin membeberkan fakta bahwa kamar mereka berhadapan dengan kamar Catur. Tapi ia tak ingin ambil pusing jika Marsya nantinya ingin modus atau malah menangis melihat pujaan hati yang tak tersampaikan itu. Tiba-tiba, pintu kamar mereka diketuk dari luar.

"Lo buka gih Sis," iya, Marsya masih betah telentang.

Siska melangkah membuka pintu dan mendapati wali kelasnya disana, hanya untuk mengingatkan bahwa makan siang mulai 30 menit lagi. Setelah percakapan singkat itu, Siska memutuskan untuk mandi. Sedangkan Marsya, dia masih memikirkan Catur. Apa yang sedang dilakukan oleh cowok tampan itu? Marsya jadi tak sabar melihat wajahnya nanti saat makan siang. Semoga tidak ada wajah Ana disana, yang nantinya merusak pemandangan.

"Lo ga mandi? Kurang 15 menit lagi kita makan siang." tegur Siska, membuat Marsya bangkit.

"Iya ini gue mau mandi. Ntar lo duluan aja kalo misalnya gue belom kelar, gue bisa nyusul." ucapnya sambil mengambil beberapa barang dari dalam koper. Siska mengangguk singkat lalu menonton televisi.

Marsya keluar dari kamar mandi dan tak menemukan Siska disana. Pantas saja, dia mandi selama 20 menit lebih. Dengan segera, Marsya memakai kaos dan legging hitamnya, lalu keluar dari kamar.

Ternyata, orang didepan kamarnya juga terlambat. Dia tak begitu jelas melihat siapa itu, tapi dia tak peduli.

"Marsya?" sapa orang itu ramah. Marsya membeku, dia kenal betul dengan suara yang menyapa barusan. Dia menoleh, dan benar ada Catur disana.

"E-eh, Catur. Lo disini?" kalem Sya, kalem. Stay cool.

"Iya, kamar gue disini. Lo telat juga ya?" Marsya hanya mengangguk,

"Yuk barengan kesananya." lagi-lagi Marsya mengangguk. Jantungnya berdebar tak karuan, rasanya ia ingin salto dan guling-guling sekarang juga.

Selama berjalan menuju ruang makan, tak ada yang bersuara. Yang satu fokus berjalan sambil sesekali mengecek ponselnya. Dan yang satu lagi sibuk menenangkan jantungnya yang tak kunjung sembuh.

"Eh Sya." Marsya menoleh lalu berdehem sebagai jawaban

"Lo suka cokelat ga?" Marsya mengerjapkan matanya, lalu mengangguk.

"Suka lah."

"Ntar lo ambil di kamar gue ya."

Marsya tercenung sebentar, "Maksud lo?"

"Ya gue ngasih lo cokelat Sya. Gini nih kalo belom sarapan, suka rada ga nyambung" Catur terkekeh. Marsya hanya tertawa kaku

"Oh, okelah ntar gue ambil. Thanks" ucapnya manis. Catur mengangguk sambil tersenyum

Demi apapun, seseorang tolong selamatkan Marsya sekarang juga. Sungguh dia ingin guling-guling dan salto. Bayangkan, setelah lama dia memendam rasa, dan ternyata pujaan hatinya tiba-tiba memberi cokelat. Rasanya...

"Sebenernya, gue mau ngasih itu ke Ana. Tapi gue lupa kalo dia punya amandel, gajadi deh."

Marsya jatuh, mendadak tak seimbang.

"Eh, lo gapapa?" tanya Catur, nadanya menyiratkan rasa khawatir.

"Gapapa kok, aduh" Marsya meringis, dengkulnya sakit. Ini semua gara-gara ucapan Catur tadi. Bagaimana tidak, saat kamu sedang terbang tinggi lalu tiba-tiba dijatuhkan sekenanya. Emang dasar gue yang baperan aja.

***

"Sya, lo ikut ga?" Marsya menatap temannya itu. Siska sudah memakai dress pantai dan sandal jepit.

"Ikut! Lo mau liat sunset 'kan?" Siska mengangguk.

Dengan gerakan 10 tangan, Marsya mengganti baju tidurnya menjadi baju pantai andalannya. Tak lupa ia mengambil kamera polaroid putih miliknya, lalu menyusul Siska yang sudah menunggu di luar kamar.

The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang