Ada yang kangen Biru, nggak?
Di mana sih sekolah yang liburnya nggak ada habisnya?
Masa' baru dua mingguan libur udah harus sekolah lagi. Udah harus tidur lagi abis salat Subuh, udah harus mandi pagi-pagi kayak sekarang?
Aku tuh senang kalau libur, nggak ada suara Ome marah-marah karena aku nggak mau bangun, nggak ada gedoran pintu dari Langit karena aku kelamaan, padahal dia juga lamaaa banget kalau di kamar mandi. Tapi, mau gimana lagi, semua sekolah liburnya cuma sedikit. Mungkin, aku harus tanya ke Bu Nana tentang liburan nanti.
Tadi pagi, aku makan nasi putih, telur dadar, sama kecap. Kata Ome, dia nggak punya waktu untuk membuat sayur lodeh untuk sarapan. Kata Ode, makan nasi sama sayur lodeh di pagi hari nggak terlalu bagus. Aku nggak tahu kenapa nggak terlalu bagus, tapi paling-paling, Ode ngomong begitu biar aku nggak kebanyakan protes. Orang-orang gede kan suka gitu, bohongin anak kecil.
Tadi, aku jalan malas-malasan ke sekolah. Langit sampai bolak-balik menengok ke belakang dan ngomel betapa-lambannya-aku-berjalan. Katanya, aku mirip siput, dan katanya lagi, orang yang jalannya lama itu nggak berguna. Padahal, Langit juga cuma makan nasi dan telur dadar, tapi nggak tahu kenapa pagi ini omongannya pedas kayak sambal.
Pokoknya, aku malas banget berangkat sekolah hari ini. Termasuk aku nggak suka kenapa di hari pertama sekolah, aku udah langsung dijemur di lapangan. Belum lagi, di belakangku itu... ada Bu Lukita. Aku jadi nggak bisa ngobrol sama Mano soal liburan. Juga soal pembantu Mano yang katanya udah ganti dan nggak jahat kayak sebelumnya.
Tapi, aku harus bersyukur. Soalnya guruku masih Bu Nana. Nggak diganti sama Bu Luk. Aku pengin pindah sekolah rasanya kalau gurukua beneran jadi Bu Luk. Aku nggak suka Bu Luk, terus dia nggak suka sama aku. Jadi, kita sama-sama nggak suka gitu, deh.
"Nah, karena ini hari pertama, kita nggak belajar dulu," sahut Bu Nana. Wah, akhirnya ada juga kabar gembira. Aku berteriak 'hore', teman-temanku yang lain juga bertepuk tangan, memukul meja, dan berteriak-teriak. Kulihat Bu Nana meletakkan jemarinya di bibir, mengisyaratkan kami untuk diam. Aku jadi memasang sikap duduk sempurna. Itu, loh duduk yang rapi, yang tangannya dilipat terus ditaruh di atas meja.
"Tapi, hari ini Bu Nana mau dengerin cerita kalian soal liburan. Ada yang mau cerita?"
Cerita soal liburan? Wah, aku mau banget. Aku langsung mengangkat tanganku setinggi-tingginya.
"Oh, Biru mau cerita? Maju sini!"
Aku langsung berlari ke depan kelas. Aku lihat, teman-temanku melihat ke arahku, menunggu cerita.
"Nah, sekarang, teman kita Biru mau cerita tentang liburannya. Kalian dengar baik-baik,ya? jangan ribut dan ngobrol sendiri. Silakan Biru," sahut Bu Nana.
Aku memasang sikap berdiri yang baik. Badanku tegap, lalu tanganku kutaruh di sisi badan. Katanya, ini sikap sempurna. Tapi, rasanya nggak enak kalau aku nggak sedikit bergoyang-goyang. Nah, ini baru nyaman.
"Aku mau cerita. Liburan kemarin, aku nggak ke mana-mana, sih. Di rumah aja. Nonton kartun, makan, mandi, tidur, gitu terus. Tapi, karena kasihan lihat aku liburan dan nggak ke mana-mana, akhirnya Ome sama Ode ajak aku dan Langit ke pantai. Kita ke pantai di Kalianda. Aku lupa nama pantainya. Dari rumahku ke sana kira-kira dua jam. Seru banget, deh!" sahutku. Aku melihat teman-temanku melihat ke arahku, mungkin mereka suka ceritaku.
"Aku ke pantai sama orangtuaku, Langit, dan Dru juga ikut. Di pantai, aku juga ketemu sama sepupu aku yang tinggal di sana. Terus ... ada kejadian lucu. Gini, kan, aku lagi buat istana pasir, terus tiba-tiba, badan Langit disiram pasir sama sepupu aku. Langit kaget dan nangis. Istana pasir yang mau dibuat nggak selesai. Olan dimarahin maminya, dan Langit langsung mandi di ruang ganti," aku kembali berhenti bercerita. Beberapa anak tertawa mendengar ceritaku, mungkin mereka suka karena lucu. Tapi, aku lihat, muka Langit sebutek comberan. Mungkin dia kesal kalau ingat kelakuan Olan.
"Tapi, abis itu, kita main lagi. Berenang di pantai, main bola, terus makan, deh. Ome aku sama maminya Olan masak ikan dan udang bakar. Enak, deh. Habis itu pulang, deh. Aku ketiduran di mobil dan tahu-tahu udah dibangun sama Ode. Nah, itu cerita aku."
Aku menoleh ke arah Bu Nana, guruku itu lalu tersenyum dan meminta teman-temanku bertepuk tangan. Melihat Bu Nana, aku jadi ingat kalau aku mau nanya sesuatu.
"Bu Nana, kenapa liburan cuma dua minggu, sih? Gimana caranya biar liburan lama?"
Bu Nana kelihatan mengerutkan dahinya. "Soalnya, peraturan dari dinas memang cuma dua minggu, Biru."
"Bisa ditambahin? Gimana biar liburannya lama, sebulan apa setahun, gitu?" tanyaku.
"Kalau liburnya sebulan, tunggu nanti bulan puasa, ya? Liburnya sebulan. Nah, sekarang Biru duduk dulu. Kita dengar cerita teman yang lain, ya?"
Aku jadi menggaruk-garuk rambut belakangku. Rasanya, aku pengin libur lagi dan cepat bulan puasa. Mungkin, aku harus lihat kalender nanti. Aku melirik ke Bu Nana, dan ingat kalau aku harus kembali ke meja. jadilah, aku berjalan sambil menyeret-nyeret kakiku. Sampai di meja, Langit memukul tanganku.
"Ngapain, sih, cerita kalau aku nangis segala? Comel!"
"Kan, memang kayak gitu ceritanya."
"Ya, nggak usah dibilangin kan bisa. Malu-maluin orang, deh."
"Ya, maaf. Tapi, temen-temen suka, kok. Mereka ketawa."
Langit tidak menjawab, dia malah melihat papan tulis dengan mulut sedikit maju ke depan.
"Langit marah?"
Kembaranku itu diam aja. Mungkin kita harus menyimak cerita dari Raras. Aku jadi iri. Raras cerita kalau dia sekeluarga liburan ke Jakarta. Katanya, Monas catnya warna putih, di taman mini ada rumah-rumah adat, dan dia juga ke kebun binatang yang ada jerapahnya.
Aku udah pernah sih, lihat jerapah. Cuma, kan dulu waktu TK. Aku juga mau lihat gajah, lucu banget. Gendut-gendut gitu. Aku lihat, orang-orang tepuk tangan. Aku juga tepuk tangan, tandanya Raras udah cerita.
Setelah Raras, teman-temanku gantian maju ke depan kelas. Kayak Poki, Adam, sampai Magno.
"Oke, ceritanya sampai di sini dulu, ya! Hari ini kita pulang cepat. Bu Nana akan tulis jadwal pelajaran. Kalian salin di buku, ya? Siapa yang sudah selesai, boleh pulang duluan. Siap?"
"HOREE!" teriakan dan pukul-pukul meja terdengar. Aku juga ikut berdiri dan bertepuk tangan. Kulihat, Langit langsung mengeluarkan buku dan menulis apa yang ditulis Bu Nana di papan tulis dengan sangat cepat.
Aku baru mengeluarkan bukuku waktu Langit udah nulis jadwal pelajaran di hari Jumat. Jadwal pelajaran ini harus indah. Jadi, aku mulai menggambar kepik-kepik di setiap sudut kertas. Juga tank di bawah halaman. Aku melirik ke arah Langit yang sudah memasukkan bukunya ke tas. Ia lalu berdiri dan memakai tasnya.
"Mau ke mana?" tanyaku. Tapi, Langit diam saja. Aku jadi bingung. Langit berjalan ke arah Bu Nana untuk bersalaman. Ia lalu melenggang di depan kelas dan keluar.
LANGIT PULANG DULUAN DAN NGGAK MAU TUNGGU AKU!
AKU KESAL SAMA LANGIT!
LANGIT MONYEEEEEET!
KAMU SEDANG MEMBACA
6 [Langit & Biru]
Fiksi Umum6. Selamat datang di draft 6, kisah tentang Langit dan Biru. Kisah ini dimulai dari usia 6 tahun, dimulai di pertengahan tahun 1996, bercerita tentang 6 tahun mereka duduk di sekolah dasar. Aku nggak tahu kenapa naik ke atas pohon, ngambil rambutan...