―――★――――――★―――
Namaku Kim Doyoung, hanya seorang siswa kelas satu yang biasa-biasa saja di Neo Culture Highschool. Namun, ada satu hal yang membuatku berbeda dari teman-temanku yang lainnya.
Aku seorang gay.
―――★――――――★―――
★ "Doyoung!"
Langkah kaki pemuda bermata bulat itu terhenti tepat di depan kelas saat seseorang berlari mendekat dari ujung koridor. Memicing mata, mencoba menangkap sosok yang tidak terlihat dengan jelas di matanya. Salahkan alarm bangsat yang tidak berbunyi pagi itu sehingga menyebabkan dia terlambat bangun dan melupakan kacamata bulat berbingkai hitam yang selalu dia letakkan di atas nakas saat tidur. Padahal kemarin malam jelas-jelas dia sudah menyetel agar berbunyi tepat pada waktunya. Teman sekamarnya juga sudah kabur latihan pagi di klub sepak bola.
Siluet di depan terlihat makin jelas saat mendekati jarak satu meter. Doyoung—si mata bulat itu—melemparkan senyum canggung yang sangat khas. Si pemanggil diketahui bernama Ten, langsung merangkul pundak Doyoung erat. Ah, Doyoung yakin sekali Ten sedang ada maunya, karena itu dia jadi lengket sekali siang itu. Padahal jika siang-siang begini, Ten lebih memilih pergi bersama teman (sangat) dekatnya, Lee Taeyong.
"Ada apa, Ten?"
Bahu Doyoung bergerak tidak nyaman. Dia memang tidak terlalu menyukai skinship dengan orang lain karena menurutnya itu amat sangat mengganggu—bukan karena dia takut tergoda hanya karena sebatas skinship. Dia masih punya akal sehat. Gay juga dia pilih-pilih. Doyoung hanya tidak nyaman.
Ten masih menyungging senyum sambil menggaruk kepalanya, "Kita teman dekat, kan? Pinjamkan catatanmu, dong~"
Nah, benar firasat Doyoung. Lusa memang ada tes fisika dan di antara siswa di kelasnya, hanya Doyounglah yang mempunyai catatan fisika terlengkap. Dan, dari seminggu lalu catatan Doyoung sudah banyak berkelana ke dalam tas orang lain yang membutuhkannya. Tidak gratis tentu saja. Lihat saja, sekarang Doyoung sudah menadah telapak tangan ke arah Ten tanda pemuda dengan senyum bintang pasta gigi itu harus memberikan imbalan.
Bukannya Doyoung pelit, hanya saja dia harus pintar membaca keadaan, kan? Murid lain membutuhkannya dan dia tidak ingin dimanfaatkan begitu saja, tentunya.
"Lima ribu won," kata Doyoung.
"He? Ah, Doyoung! Masa' kau minta uang pada orang miskin sepertiku? Kau seperti monster," protes Ten.
Doyoung hanya tertawa hambar. Miskin dari mananya si Ten ini? Jelas-jelas dia anak tunggal dari pemilik agensi idola besar. Ten mencebik bibir sebal lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Doyoung. Ah, Doyoung benar-benar ingin meninju wajah Ten sekarang.
"Kalau tidak mau, ya, sudah." Dengan dinginnya Doyoung menjawab protes dari Ten. "Aku jelas-jelas lebih miskin darimu."
"Pelit amat, sih! Murahkan sedikit, dong." Ten masih mengulum senyum walaupun Doyoung sedingin itu padanya. Lalu Ten kembali berkata dengan nada yang diimut-imutkan, "Tiga ribu won, ya~"
Mendengus kasar. Akhirnya Doyoung mau tidak mau meminjamkan catatan fisikanya pada Ten. Bagaimanapun juga Ten adalah salah satu teman dekatnya. Mana mungkin dia membiarkan Ten mendapat nilai jelek karena dia tidak mau meminjamkan catatan. Bisa-bisa dia kehilangan salah satu sumber pengisi perutnya. Satu anggukan menjadi jawaban untuk Ten yang kini memekik senang lalu mengecup pipi Doyoung tanpa ragu.
Ten memang suka tiba-tiba begitu. Kadang galak, kadang sok imut menjijikan.
"Minggir." Satu bentakan dari seseorang terdengar. "Jangan bercanda di depan kelas. Kalian mengganggu," ujar pemuda tinggi itu lagi.
Doyoung dan Ten terdiam di depan kelas, sedikit menggeser tubuh mereka agar tidak menghalangi orang yang ingin masuk ke dalam kelas. Di depan pemuda tinggi itu Doyoung melihat sosok pemuda berkacamata yang kini sudah duduk di kursi sambil mengecek sebuah berkas di tangannya. Doyoung tidak terlalu mengenal orang itu.
"Seram sekali, ya, yang tinggi itu," kata Ten. "Pengikut ketua kelas, kan?"
Doyoung hanya angkat bahu, tapi matanya tidak bisa lepas dari sosok sang ketua kelas yang ternyata mempunyai tempat duduk di samping kanannya. Selama ini dia tidak terlalu memperhatikan sosok sang ketua kelas tersebut. Doyoung memang berteman dengan banyak orang, tapi dia tidak terlalu banyak bicara, sedangkan sang ketua kelas yang dia ketahui bernama Jung Jaehyun itu memang tidak suka bicara yang tidak perlu, jadi wajar saja kalau dia sama sekali belum pernah berkomunikasi walaupun memiliki tempat duduk yang dekat.
Ditatapnya sosok itu lekat-lekat. Tinggi mereka tidak jauh beda, kulit Jaehyun terlihat sedikit lebih putih darinya, bahkan hampir pucat, dia juga memakai kacamata yang mirip dengan milik Doyoung. Dan satu lagi, walau Jaehyun jarang tersenyum, tapi dia akan menunjukkan senyumannya itu pada hal-hal tertentu. Walaupun di mata Doyoung, Jaehyun tidak benar-benar melakukannya karena matanya terlihat sangat kosong. Jaehyun masuk ke dalam jajaran siswa berprestasi bersama Kang Daniel dan kakak kelas mereka Jung Daehyun. Guru-guru menilainya baik, tidak ada cela dalam dirinya.
Jaehyun bagaikan pangeran dalam buku dongeng anak-anak.
"Ah."
Doyoung terkesiap ketika mendapati Jaehyun menoleh ke arahnya dan memberikan senyum tipis. Menyapa tanpa kata.
Rona merah menghiasi pipi tembam Doyoung. Ketahuan sedang memperhatikan dalam diam.
Dia terlihat sangat keren.
Sepintas Doyoung berpikir kalau dia dan Jaehyun tidak akan pernah bisa mengobrol, jika takdir tidak mempertemukan mereka di lain waktu.
―――★――――――★―――
Sebuah awalan singkat untuk chapter pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
About That Jung - JaeDo✔
Fiksi Penggemar「FINISH」 Doyoung terjebak antara rasa ingin tahu dan rasa suka yang mendalam. Tentang rahasia, ciuman, dan cinta. Jaehyun dan seribu topeng yang menutupi wajah aslinya. Remake from Hana-Kimi manga and my previous KimBros fanfiction.