Bab 3

126 18 1
                                    

Sudah dua hari Sheila berbaring lemas di kasur, sejak jatuh kemarin. Dia tidak bisa mengikuti pelajaran seperti biasa belakangan ini.

Sheila terkenal dengan mojang tahun angkatannya di sekolah, selain parasnya yang cantik, ia juga cerdas, walaupun kelihatan pemalas.

Sebelumnya Sheila memiliki kisah asmara yang begitu rumit, banyak yang ingin tahu kisahnya dengan anak basket di sekolahnya.

Jenifer willian Heardsit adalah teman dekatnya Sheila, teman-temannya biasa memanggil dia jen. Jenifer memiliki ketampanan di atas Arlan dan Yoyo dua pria yang menjadi dambaan para gadis. Akhir-akhir ini Jen memang sedang di dekati banyak wanita, namun sikapnya sama saja acuh. Memang seperti itu ya, jika mempunyai paras di atas rata-rata.

Pria berbulu mata lentik itu satu kelas dengan Yoyo, setiap langkahnya selalu di cermati banyak orang. Jen memiliki kejutekan di atas rata-rata, dia jarang sekali tersenyum. Dia hanya tersenyum sesekali saat namanya di panggil kepala sekolah setelah upacara, karna dia telah memenangkan lomba cerdas cermat tingkat provinsi.

Sudah beberapa bulan terakhir ini mereka tidak terlihat sama-sama lagi. Saat mendengar bahwa jen mempunyai pendamping baru, entah bagaimana rasanya yang jelas Sheila menganggap itu wajar karna sudah hampir 1 tahun ini status mereka hanya friendzone. Hubungan yang sempat jadi tranding topik di sekolah itu hanya gosip saja.

"Mah, Sheila berangkat sekolah dulu ya" Dengan keadaan yang masih sedikit tidak sehat Sheila memaksakan diri untuk bergerak, karna menurutnya bila sakit di manjakan terus menerus, akan membuatnya semakin menderita.

"Loh, udah sembuh bener..." jawab Rinda, "mulai sekarang mamah antar jemput," sambungnya, mengambil kunci mobil di laci kemudian pergi mengantarkan putrinya.

Suasana kelas sedikit berbeda, entah karna Sheila baru masuk sekolah atau ada sesuatu yang baru dikelasnya.

"La, sorry ya, gara-gara gue lo jadi sakit." ujar Arlan yang tiba-tiba sudah duduk di sampingnya.

Sheila mengangguk-ngangguk sambil berkata, "oke."

Sheila sudah biasa dengan sikap jailnya Arlan. Namun baru kali ini sikap jail Arlan itu membuatnya sakit.

"La, tau gak?" tanya Arlan, dengan lirikan bola matanya yang terus mengikuti kearah lelaki berjaket marun itu.

"Ga," singkatnya, melirik ke arah lelaki jaket marun lalu kembali membuka buku matematika.

Awalnya Sheila tidak peduli, siapa lelaki itu.

"Ni gue kasih tau..." tangannya mengetuk-ngetuk meja, "lu kan baru masuk sekolah, jadi ya... jelas kudet," sambungnya mengejek Sheila.

"Gue ga sekolah gara-gara lo kali!" balas Sheila.

"Kan gue udah minta maaf shel." ujar arlan dengan muka memelas.

"Ada apaan si! berisik banget." Dengus sheila ketika mendengar suara teriakan siswi disekolahnya. Sheila semakin pusing mendengar teriakan histeris siswi - siswi itu yang suaranya sama seperti ramainya pasar pagi.

Karna ke kepoannya, Sheila keluar meninggalkan arlan yang tengah duduk di sampingnya.

Suasana dilapang basket begitu penuh mendadak, seperti suasana upacara semua siswa dan siswi berada dilapangan. Sheila heran apa yang membuat para siswi ini histeris.

Sedang bingung mencari seseorang yang menjadi artis baru di sekolah, Sheila di kejutkan dengan tepukan di bahu kirinya. Sheila mengusap dadanya lalu menoleh kesamping kiri, mencari pelaku yang sudah mengejutkannya tadi.

FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang