Tertangkap, Senyum Pertama

37 6 0
                                    

Hatiku gundah
Menerawang begitu dalam
Kelu tuk mengakui
Ragu, dalam keraguan pasti
Angin menyemilir, membisikkan hingga menyentuh sanubari
"Dia, sudah dekat, padamu"
Lirih, selirih- lirihnya
Hingga aku mendengarnya
Membuatku terpaku
Terkatup bagai abu
Hilang, yang disapukan kenangan

Aku menyapa, pertama
Menolak harapan, terakhir
Kau membalas, ringan
Aku menyapa, kedua kali
Jelas sudah, bukan terakhir
Kau membalas, kedua kali
Mengulumkan syahdu
Senyum pertamaku

Kau menangkap basah
Modal kedustaan, yang kentara
Aku menutupi, serapat-rapatnya
Tak ada celah, yang dapat menyentuh
Kedustaan kecil, dibaliknya
Yang  kau  tau pasti, itu hanya rekaan

Kita. Kau dan aku
Terjebak dalam dimensi lain
Dunia yang jelas semu
Bertegu sapa, yang selayaknya maya
Menutupi lagi rasa malu
Tanpa tatap, yang memantau
Aku berkelabut, dalam candamu
Yang menggali dalam, rinduku
Mendustakan waktu
Matahkan logika
Melepas tawa, yang sudah lama terpendam
Seakan, melampaui takdir
Yang telah lama terukir
Jauh, sebelum terlahir
Jiwa yang mengalir

Ketika itulah
Terasa beruntung, berbalas, tak dirugikan
Yang satu per satu, menyemarakiku
Berharap dari ketulusan
Yang ku tau
Tak mungkin lepas
Dari sesirat mustahil
Melesukan senyum, yang telah lama tersungging
Melenting bagai sabit
Ditengahnya malam
Terjebak dalam angkara, luas

Inilah aku
Yang begitu senang
Dengan hal, yang teramat sederhana.

Hingga sandiwara-Nya
Mempertemukanku pada hati
Yang tlah lama pedih
Terlukai oleh perih
Teringkari oleh parit
Yang kian terus mengalir, tanpa henti
Yang tak tentu arah
Entah hulu?
Entah hilir?
Bertatap lebih dekat
Tentu ada batas lekat
Akupun merasa takut
Lebih deru dari kala itu

Sungguh pilu
Ketika kau tersenyum
Membumbungkan lubukku
Tatapmu pada yang lalu
Menjatuhkanku,sejatuh-jatuhnya
Dan aku percaya
Kau tak tau itu

Ketika luka lebih terlukai
Dia, hati lama itu
Melintas, mengulang
Memenuhi benakku
Yang tak sepatutnya dikenang
Akupun bepaling
Menjauh, mencuat pergi
Tak ingin mengulang
Yang terpampang sakit

Ku kuatkan
Namamu kulantun
Tanpa ada pengusik
Yang melindas, menghampiri
Mampir sejenak
Tanpa undangan

Jika penantian ini, harus dan terus menanti
Aku tak peduli
Jika pengorbanan ini, harus dan terus bertahan
Aku kan keukuh
Jika kau tak lagi disini, harus dan terus pergi
Aku kan setia terduduk, menunggumu pulang
Ditanah kelahiranmu, dibulan kelahiranmu
Jika kau berpaling sengit, tanpa harus dan terus
Aku kan memendam, gejolak rindu yang telah lama menguntai, menunggu gapaian semu mu

Ada saatnya aku tersadar
Akan hal-hal yang bergerak lamban
Akan gertakan tak terlawan
Yang menitihkan isak
Pada setiap kata terakhir
Terurai lah ia, mengalir lah ia
Akan tatapnya, yang begitu melekit

Kau tak bisa ku reka
Entah mungkin, kau tak suka
Mungkin pula, kau tutupi

Maaf

Jika aku sering mengganggu
Membuatmu merasa
cukup terhinakan

Maaf.

Sebuah Sesal Dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang