"Jadi, jangan pergi begitu saja. Dan saya tidak akan membiarkannya"
****
Maaf, sudah membuatmu risih...
Saya tahu, pasti kamu tidak menyangka. Saya akan berkata begitu. Sebuah 'Pengakuan'.
Bisa dibilang begitu?Saya tidak memaksa kamu untuk menjawab 'ya'.
Terserah, bebas.
Tapi, saya minta satu hal.
Jangan jauh-jauh dari saya.Saya pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti bagi saya.
Dulu..
Waktu saya masih kecil
Sulit untuk berinteraksi dengan orang baru.
Sampai ada seseorang yang datang begitu saja.Dan dia pergi
Entah kemana
Saya menyesal membiarkannya pergi begitu saja.
Dan kalaupun saya mempunyai kesempatan untuk bertemu dengannya.
Saya akan berterima kasih sebanyak-banyaknya.Saat itu
Rasa kecewa, sedih, amarah bercampur aduk.
Membuat pikiranku menjadi kacau.
Dan, kamu juga datang begitu saja.
Lalu, dengan mudah membuat lembaran baru dipiranku.Menenangkan.
Begitu yang saya rasakan.Jadi, tolong jangan pergi begitu saja.
Dan, saya tidak akan membiarkannya.20 November 2028
-Samuel S.B Agler"Itu dari kak Samuel?" Karin melirik kertas yang dipegang Nara.
"Iya, tadi ada dikolong meja" ucap Nara.
"Kak Samuel kemaren, kan, nganterin lu pulang. Dijalan ngapain aja? Ada modus belaka enggak?" Tanya Karin jahil.
"Modus belaka? Apaan sih?".
"Misalnya, kayak ngerem ngedadak" kata Karin gemas.
"Karin apaan sih! Enggak lah, enggak bakal dan enggak akan!" Nara menegaskan.
"Ada rencana buat bales suratnya enggak? Gue bantuin" ujar Karin.
"Hmm, boleh sih, bentar" Nara membalikkan badannya kebelakang, merogoh tasnya untuk mencari buku dan pulpen. Lalu meletakkannya di atas meja, "Udah, terus diapain?".
"Yaudah, lu tulis apa yang lu mau. Kalo udah, kasih ke gue. Biar gue yang ngasih".
"Bener, nih?".
"Iyaaaa".
Nara meneliti raut wajah Karin, "Tunggu, jangan bilang kalo, lu mau sekalian ketemu sama kak Odet".
Karin membulatkan matanya, "Jangan bilang kalo kemaren, kak Samuel nyatain perasaannya ke-elu".
Nara terkejut, "A-apaan s-sih!".
"Haha.... iya iya, Ra. Santai aja kali, mukanya enggak usah merah gitu. Gemes deh, jadi pengen injek!" Ucap Karin sambil terkekeh kecil melihat ekspresi Nara.
"Ih! Karin! Sana, deh... keluar!" Kesal Nara.
"Aelah. Masih pagi aja udah marah-marah" Ucap karin sambil meninggalkan kelas.
****
Apa gue terlalu cepet? Pasti Nara enggak semudah itu buat nerima gue. Waktunya masih kebilang 'baru'. Gue terlalu takut kehilangan. Samuel mengusap dahinya.
****
"Nih!" Nara menyodorkan sebuah kertas pada Karin.
"Oke, gue kasih sekarang ya" ucap Karin.
"Eh! Jangan sekarang. Besok aja ya".
"Yaudah, terserah lu, deh".
____________________
Maaf untuk apa? Tidak ada yang bersalah disini. Dan saya tidak merasa risih. Sama sekali tidak.
Sebuah 'Pengakuan' yang dibicarakan kemarin, memang mengejutkan. Dan, saya merasa waktunya terlalu singkat menanamkan rasa. Saya mencerna kata-kata yang kamu ucapkan. Saya rasa, saya harus banyak berfikir untuk menjawabnya.
Maaf kalau saya membuat kamu menunggu. Kalau sudah bosan, bilang saja, jangan dipendam. Walaupun medengarkannya terasa menyakitkan. Tapi, lebih menyakitkan lagi kalau kamu pergi begitu saja tanpa sebab dan kepastian.
20 November 2028
-MerysanaraSenyuman mengembang di wajah tampan milik Samuel, "Jadi ini bales nya kemaren, terus dikasihnya sekarang, dasar anak aneh".
Udah ya, gitu dulu... hehe....
Tq.
KAMU SEDANG MEMBACA
SamMer
Teen FictionHatiku masih tetap peduli dan masih melihatmu Karena aku terus berlari keluar dari nafasku Aku masih mengawasimu dari jauh Mengapa aku menjadi seperti ini? Berbeda dari saat aku pertama kali melihatmu Hatiku sedang menuju ke arahmu Jantungku berdeba...