Hina (1)

45 4 0
                                    

Iya memang begitu, cinta kadang membutakan hingga tidak bisa menoleh mana yang baik dan yang buruk. —

Hari ini merupakan hari yang cukup terang untuk menjalani hari. Ah, persetan. Menurutku asal Glenn tetap bersamaku, hari-hariku akan terasa sangat terang.

Aku membuka telpon genggamku, mengecek apakah Glenn menyapaku dengan salam-salam lucunya hari ini?

Nihil.

Alisku mengernyit. Sejak semalam, ia tidak mengirimkan pesan apapun. Hatiku gusar. Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padanya? Aku menepis pikiran-pikiran buruk itu. Mungkin dia sibuk.

Aku bersiap untuk pergi ke kampus, sambil sesekali menoleh ke ponselku, mengeceknya kembali, dan terus berulang seperti itu.

Tetap tidak ada kabar.

Aku menghembuskan nafasku kasar, aku raih tas ranselku dan segera pergi dari kamarku.

****

Sesampainya di kampus, aku melihat Susan, Nanda dan Ochi sedang duduk dan terlihat membicarakan sesuatu. Aku langsung menaruh ranselku di antara mereka dan tersenyum lebar.

"Hai!"

Bukannya senyum yang kudapat, aku hanya mendapatkan tatapan kosong dan beku dari mereka.

Senyumku memudar. Aku bingung.

"Lan, aku mau bicara." Susan terlihat tenang tanpa ada getaran di suaranya sedikitpun.

Deg.

Hatiku yang bergetar, aku berdegup. Ada apa ini? Perasaanku tidak enak. Aku menatap mata Susan dalam-dalam, mencoba menebak apa yang akan dibicarakan anak ini.

"Duduk dulu." ucapnya lagi membuyarkan lamunanku.

Aku duduk di sampingnya, aku melihat raut wajahnya yang datar tanpa ekspresi yang bisa ku tebak. Aku jadi semakin was-was kalau dia bisa saja mengetahui hubunganku dengan—

"Sudah lama berhubungan sama Glenn?"

Belum selesai aku berpikir, belum selesai aku berkutat dengan diriku, dia sudah menembakku dengan pertanyaan yang membuatku gelagapan setengah mati. Tanganku mendingin, aku tidak bisa menggunakan refleks ku untuk menjawab pertanyaan tiba-tiba itu.

"Susan." hanya itu yang bisa ku keluarkan dari bibirku.

"Aku nggak minta kamu panggil namaku."

Aku diam. Semakin membeku. Nada suara Susan meninggi.

"Aku tanya, udah berapa lama berhubungan sama Glenn?"

Aku tidak bisa berpikir. Otakku seperti diserang hantaman bertubi-tubi. Hatiku seolah tertembus peluru. Aku mati rasa. Untuk membuka bibirku saja aku tidak sanggup.

"Aku nggak nyangka Lan."

Nafasku menderu. Aku juga bisa merasakan nafas ketiga temanku yang membabi buta. Aku sudah tidak bisa berkata apapun. Tenggorokanku tercekat.

"Kamu tahu aku pacar Glenn—"

"Enggak, aku nggak tahu." akhirnya bibirku bisa membantuku.

Susan menoleh ke arahku. Matanya menajam. Aku tahu ada luka di sana, sama seperti perasaanku yang remuk saat mengetahui bahwa Susan adalah kekasih Glenn saat itu.

"Aku baru tahu saat aku sudah dekat sama Glenn."

Susan diam, memberikanku ruang untuk bicara.

"Aku berkenalan dengannya, dan jatuh cinta dengannya, sebelum aku tahu bahwa dia milikmu. Apa aku salah? Aku juga terluka."

"Apa maksudmu mengatakan sebelum aku tahu?"

"Kamu tidak pernah cerita siapa pacarmu, kamu hanya cerita soal bagaimana dia memperlakukanmu, dari awal kamu tidak pernah mengenalkannya pada kami. Aku tidak tahu siapa pacarmu, tidak tahu Glenn itu siapa." sekarang aku yang kembali terluka.

"Aku kenal Glenn beberapa bulan lalu, sebelum pesta ulang tahun Ochi. Aku sudah dekat, bukan hanya dekat, aku jatuh cinta."

Susan melebarkan bola matanya.

"Kamu tahu gimana sakitnya? Saat tahu bahwa ternyata Glenn berbohong? Saat tahu bahwa kamu adalah kekasihnya? Kamu sahabat baikku." suaraku bergetar, aku berusaha menahan air mata yang sebentar lagi jatuh.

"Hancur San. Aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya."

Susan memalingkan pandangannya.

"Apa aku salah jika jatuh cinta? Apa hanya kamu yang bisa mencinta?"

"Aku memang salah San, aku membiarkan perasaan menggerogotiku. Tapi ini sudah terlalu jauh kalau aku harus menyerah." lanjutku.

Gadis itu menoleh ke arahku.

"Apa maksudmu?" tanyanya.

"Aku jatuh cinta pada Glenn, dan siapapun tidak bisa mengubah itu."

Ketiga temanku melongo.

Aku, aku yang hina ini sudah begitu buta. Aku mencintai Glenn, lalu apa itu salah?

Aku hanya mencoba membahagiakan diriku.

Aku mengambil ranselku dan segera berlalu. Namun sebelum benar-benar hilang dibalik pintu, aku menoleh.

"Maaf Susan, aku juga terluka, sama sepertimu. Namun aku juga mencintai Glenn, sungguh."

Aku sudah tidak melihat wajah temanku lagi, aku sudah merasa hina. Jati diriku benar-benar hilang.

Ilana, sangat hina.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang