Raga membuka akun media sosialnya. Pemberitahuan yang menumpuk di sudut atas ia hiraukan begitu saja. Jarinya aktif mengetikkan sejumlah huruf membentuk sebuah nama di kolom pencarian. Tanpa menunggu lama, akun dari orang yang ia cari telah terpampang di layar laptopnya.
Vania Putri Laksita S
Sebuah foto profil terpampang sebagai identitas si pemilik akun. Foto sebuah kupu-kupu di sebuah kolam dengan bunga teratai yang sedang mekar-mekarnya.
Bunga dan binatang favoritnya. Lotus dan kupu-kupu.Hanya lotus yang mampu dan berani hidup berdampingan dengan rawa yang dijauhi bunga lainnya. Hanya lotus yang bisa melengkapi rawa. Rawa yang terkesan buruk, diperindah oleh adanya bunga lotus yang tumbuh bersamanya. Lotus dan rawa adalah pasangan serasi, mengalahkan romeo dan juliet. Bagiku, makna dari lotus lebih mendalam daripada makna dari mawar merah. Dan soal kupu-kupu, kupu-kupu itu butuh proses untuk menjadi cantik, untuk menjadi indah, dan untuk bisa dikagumi orang lain. Begitu pula kita. Kita butuh proses untuk menjadi yang terbaiknya kita. Kita ditempa dengan cobaan agar kita benar-benar siap untuk menjadi kupu-kupu.
Suara Putri terasa berdengung si dalam pikiran Raga. Seakan membisikkan lagi tentang makna dari lotus dan kupu-kupu. persis seperti beberapa hari yang lalu.
Aku menyadarinya sekarang, kamulah bunga lotus itu, Putri. Dan kupu-kupu itu adalah bentuk keberhasilan atas usahamu. Dan aku sadar bahwa kamu menantikan rawa yang tepat yang bisa melengkapimu. Yang menerimamu apa adanya. Aku akan berusaha menjadi rawamu.
Raga menarikan jari telunjuknya di atas trackpad. Membawa kursor di layar laptopnya bergerak kesana kemari. Dia mencari kabar terbaru dari gadisnya-gadis yang ia perhatikan hampir setiap waktu.
Raga mendengus kesal. Dia kembali melirik ke arah layar laptopnya yang menampilkan sederetan pemberitahuan terbaru di akun media sosial milik Putri.Hasilnya nihil.
Terakhir kali Putri meng-update kabarnya di akun itu sudah sekitar 3 minggu yang lalu. Itupun hanya sebuah foto yang mendeskripsikan dia dan teman-temannya tengah berada di depan sebuah air terjun. Ketika mereka melakukan perjalanan dalam rangka liburan. Ya mereka. Putri dan Raga. Juga teman-teman sekelas mereka lainnya.
Raga ingat moment itu, ia ingat bagaimana bahagianya Putri bisa pergi rekreasi bersama dengan teman-temannya, tanpa ada pengawasan dari kedua orang tuanya. Raga ingat bagaimana Putri tersenyum. Senyuman paling menawan dan paling bebas yang pernah Raga lihat.
"Raga, ingat makan ya! Jangan sibuk stalker akun orang lain." Bunda Ratna muncul di ambang pintu kamar Raga.
"Bunda ngagetin aja! Iya Bunda, nanti Raga makan." Raga kembali menatapi layar laptopnya. Mengacuhkan Bundanya yang geleng-geleng tak mengerti dengan sikap putranya.
Bunda Ratna mendekati putranya. Menilik dari sikap Raga yang berubah acuh kepadanya, beliau tahu bahwa Raga sedang ada masalah atau hal yang mengganjal di hati dan pikirannya.
"Oh, anak Bunda udah besar ternyata. Bunda ternyata nggak terlalu memperhatikanmu ya. Siapa gadis itu?" Bunda sudah berada di belakang Raga. Ikut menatap layar laptop anaknya yang tengah menampilkan profil wajah seorang gadis yang tengah tersenyum kecil, tapi manis.
"Bunda, Raga udah SMA." Raga mengerang frustasi. Bunda Ratna selalu menganggapnya putra kecilnya walaupun Raga sudah SMA sekalipun.
"Siapa gadis itu, jagoan?" Bundanya masih bertanya tanpa memperdulikan omongan Raga.
"Namanya Putri, Bunda. Temen sekelas Raga." Raga berkomentar singkat. Raga tidak mau membicarakan siapa Putri kepada Bundanya saat ini. Pikirannya terlalu kalut. Masalahnya adalah Revan. Lelaki tua yang tiba-tiba datang dan seakan-akan merebut Putri darinya.