Seusai dari kantin, Maudy berniat untuk menengok Azka apakah masih di UKS atau tidak, gadis itu tidak menghiraukan bunyi bel yang mengisyaratkan saatnya jam pelajaran ke 5 dan 6 berlangsung. Gadis itu berjalan setengah berlari agar langkahnya cepat-cepat sampai di UKS.
Sepatu Motix milik Maudy sudah menapaki lantai marmer depan UKS, gadis itu dengan perasaan ragu membuka pintu UKS dengan pelan supaya tidak menimbulkan suara decitan keras yang akan mengagetkan orang didalamnya.
Pintu terbuka, gadis itu dapat melihat Azka yang tengah memainkan ponselnya ditemani Dito, Bima dan Riyan yang sama-sama sedang tertidur di sofa. Kedatangan Maudy ke dalam UKS tak membuat fokus Azka teralihkan dari ponselnya, entah lelaki itu menyadari kehadiran Maudy atau tidak.
Maudy berdeham untuk menegur Azka dan lelaki itu baru menjauhkan ponselnya dari wajah. Azka masih diam tanpa ekspresi saat melihat kehadiran Maudy sampai gadis itu mendudukan badannya ke kursi tunggal didekat brankar.
"Mmm. Gimana udah baikan sakitnya? Kok main hp sih, Az? Gak pusing kan pelipis lo bonyok." Ucap Maudy tak sabaran.
Azka mematikan ponselnya dan menaruhnya di atas nakas, lelaki itu terdiam dan menatap lurus ke depan. Sorot matanya tajam seakan-akan didepannya sedang berdiri seorang musuh. Tetapi selalu saja ucapan Maudy berakhir dengan tidak direspon.
"Azka kalo masih sakit nanti gue tambahin lagi deh obat lukanya, ya? Atau lo mau gue olesin alkohol biar cepet sembuh?" Tawar Maudy.
"Gak usah." Suara datar itu terdengar lagi di telinga pendengaran Maudy.
Padahal kemarin kata-kata Azka seolah-olah meneduhkan hati serta seperti menjanjikan sebuah harapan besar pada dirinya, namun sekarang? Sifatnya ternyata sudah permanen.
Maudy mengulas senyum singkat. "Yaudah deh. Gue ke kelas dulu, udah bel."
"Oke."
Maudy melirik Riyan, Dito dan Bima yang tengah tertidur saling tindih menindih di sofa, posisi mereka sangat tidak karuan untuk dikatakan nyaman namun yang di lihat Maudy mereka malah terlihat sangat pulas.
"Temen lo gak disuruh masuk? Udah bel, Az." Tanya Maudy sebelum benar-benar pergi.
Azka melirik ketiga sahabatnya. "Biarin, nanti juga bangun sendiri." Ucap Azka seadanya.
***
Sebenarnya Maudy tidak ingin hari berganti menjadi gelap, itu karena ia masih tidak siap jika harus bertemu dengan Angga dan tentunya dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nantinya di percakapan mereka. Sewaktu di sekolah saja sehabis kejadian itu Maudy sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Angga.
Tetapi apalah daya hari sudah gelap Maudy terus saja memandangi jam dinding yang menunjukkan pukul 20.10 dan sesekali mengecek ponselnya siapa tahu Angga mengirimkannya pesan jadi Maudy tidak terlalu kaget saat Angga akan kerumahnya, paling tidaj jika Angga mengatakan jamnya Maudy akan bersiap terlebih dahulu.
Dengan perasaan yang berkecamuk Maudy sebisa mungkin untuk tenang tetapi tetap saja fikirannya jauh kesana. Ia memikirkan tentang apa yang akan Angga bahas nanti dam bagaimana keadaan hubungannya yang belum genap satu bulan itu? Dan mengapa rasanya sulit sekali padahal dulu waktu dirinya baru pertama kali pacaran tidak serumit ini. Ya jelas karena dulu itu laki-laki yang memenangkan hatinya adalah seorang Keenan Bagastiwa, Ken, si perfect yang menjadi idaman semua orang.
Hanya saja pada bagian endingnya memang pahit karena Keenan terlalu baik Sehingga menyembunyikan hubungannya dengan Freya di belakang Maudy hanya karena Kaenan tidak ingin melihat Maudy terluka, tetapi tetap saja. Sepandai-pandainya tupai melompat, akan jatuh juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Maudy [Completed]
Teen Fiction[follow me first] •Cover by:ecenggondhok Ini tentang kisah cinta gadis bernama Maudy Clareesta Yoenda. Tentang perasaan yang selalu lebur dalam kepingan luka dan tentang perjuangan yang selalu ingin dihargai meski sekecil apapun itu. Takdir membaw...