FORTY-TWO

4.8K 250 12
                                    

Selama hidupnya Maudy belum pernah merasakan dihukum dibawah tiang bendera bersama dengan murid lain yang hari ini datang terlambat. Kecerobohan ini memang salah dirinya, Maudy semalaman tidak bisa terlelap karena terlalu memikirkam permasalahannya.

Semalam Maudy baru bisa tidur jam setengah empat pagi.  Jika saja ibunya tidak membangunkan maka anak gadisnya mungkin akan absen hari ini.

Guru piket sedang mendata anak-anak yang terlambat, guru itu mencatat nama, kelas serta alasan mengapa bisa terlambat. Hingga kini gilirannya ditanya,  bagi Maudy ini adalah salah satu hal yang paling mendebarkan.

Guru piket itu tersenyum kepada Maudy, Maudy pun dengan sukacita membalas senyumnya.

"Namanya Maudy, kan?" Tanya guru piket berkacamata itu.

Maudy mengangguk. "Iya, bu."

Sambil mencatat, guru piket itu bertanya lagi. "kelas berapa? Udah berapa kali terlambat?"

"Kelas 11 IPA 2, dan baru sekali telat bu." Ucapnya jujur.

Guru itu mengangguk. "Oke. Lain kali di usahain jangan sampai terlambat lagi, ya?"

Maudy mengangguk dengan mantap. "Siap bu!" jawabnya.

Setelah itu guru piket sudah meninggalkan Maudy dan berlanjut menanyakan murid disampingnya dan Maudy melanjutkan hormat pada tiang benderanya.

Setelah disuruh untuk hormat, murid yang terlambat di persilahkan untuk membersihkan halaman sekolah. Maudy dengan gontai mengambil sapu yang entah sejak kapan sudah ada di dekat tiang bendera dan mulai menyapu koridor ruang guru.

***

Jam istirahat sudah tiba, seperti biasa kantin Bratayudha tidak pernah sepi dari jangkauan siswa-siswi yang setiap harinya seperti seorang yang kelaparan.

Seperti sudah rutinitas setiap hari,  Azka,  Riyan, Dito dan Bima sudah duduk di bangku kantin pojok, tempat yang sudah hampir tiga tahun dicap menjadi milik mereka. Seperti seseorang yang kurang asupan Bima sedang memakan somay padahal disamping mangkuk somay masih ada es teh manis dua gelas serta cireng isi ayam kesukaan lelaki itu.

"Bim gue minta satu ya cirengnya." Riyan hendak mengambil cireng itu namun dicegah oleh sang pemiliknya.

"Gak, gada gada! Sono beli sendiri."ucapnya Dengan mulut yang masih sibuk mengunyah.

Riyan mendadak bete karena sifat pelit Bima. "Satu doang, anjir!"

"Jangankan satu, lo minta secuil pun gabakal gue kasi." Ucapnya terdengar sangat menyebalkan ditelinga Riya. Bahkan Dito pun ikut tertarik dengan ucapan Bima.

"Kuburan lo sempit awas." Ucap Dito memperingati.

Namun seolah tak takut dengan apa yang diucapkan Dito,  Bima justru langsung menghabiskan somay nya dan langsung meraih cireng itu untuk segera ia habiskan.

"Apapun ucapan lo, gue tetep gak mau bagi nih makanan. Karena ini paling the best banget diantara jajanan dikantin." Ucap Bima menunjuk cirengnya yang semula ada empat kini tinggal satu setengah.

Jelas saja Bima mengatakan itu sebab dikantin jajanan yang murah tapi bikin kenyang ya cuma cireng isi.

"Yaudah lah kok gue jadi kaya gembel gini pake ngemis-ngemis cireng ke lo." Rupanya Riyan baru menyadari kalau tindakannya hampir mirip dengan peminta-minta.

Setelah mengatakan itu Riyan beranjak dari duduknya dan melipir ke tempat penjual cireng.  Tapi baru beberapa detik Riyan pergi kini Azka ikut bangkit dari duduknya.

She's Maudy [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang