7:Maaf

17 4 0
                                    

RASANYA campur aduk. Rakha benar-benar emosi, namun ia tak bisa meluapkannya—apalagi meluapkannya kepada orang yang ia cintai. Ia butuh waktu sendiri.

     Melihat Rakha yang sedang mengambil motornya, ketiga temannya itu langsung menghampirinya.

     "Rakha!" Teriak ketiganya.

     Rakha tak mempedulikan temannya itu. Belum sempat teman-temannya mencegahnya, ia langsung menancap gas dan pergi dari tempat itu.

     Naufal menghempaskan napasnya dengan kasar. "Si Tanaya kenapa sih lagian sama Toki?!"

     "Ya kita kan nggak tau sebenarnya tuh kayak gimana." Ujar Aksa.

     "Kita nggak jadi main PS dong?" Gio menggerutu.

     "Yaelah main PS bisa kapan-kapan, itu kita urusin temen kita!" Kata Aksa.

     Naufal melirik ke arah Tanaya dan Toki. Mereka berdua masih di posisi yang sama.

    "Kita samperin Tanaya aja." Gumam Naufal.

     Ketiganya langsung melangkahkan kaki menuju arah Tanaya dan Toki. Begitu sampai, Tanaya membalikkan badannya karena Toki melirik lagi ke arah belakang tubuh Tanaya.

     "Kak—" Pipi Tanaya sudah dibanjiri oleh air matanya.

     Aksa menatap Toki dalam-dalam. "Mending lo jauhin Tanaya sekarang! Lo liat dia udah nangis begini."

     Reaksi Toki hanya lah tersenyum miring dan perlahan meninggalkan mereka dengan wajah berserinya.

     "Sebenarnya kenapa sih ini?" Tanya Gio.

     Tanaya masih meneteskan air matanya dan menundukkan kepala tanpa menjawabnya.

     Aksa menepuk bahu kanan Tanaya. "Kalau lo nggak mau cerita ke kita nggak pa-pa. Tapi lo harus jelasin semua ke Rakha, oke?"

     Sedetik setelah Aksa mengucapkan kalimat tersebut, Tanaya tak lagi menundukkan kepalanya. Ia menatap wajah Aksa dengan lamat.

     Ia baru ingat bahwa ada Rakha yang masih bingung, yang pergi tanpa mendapat penjelasan darinya. Iya, Tanaya harus menjelaskan semuanya agar kesalahpahaman ini segera berakhir.

     "Kak Rakha dimana?" Tanyanya dengan bibir yang bergetar.

     "Balik." Jawab Gio.

     Dengan cepat, Aksa berkata. "Kita anter aja. Gue bawa mobil."

     "Kalau itu gue setuju!" Otak Naufal langsung berjalan.

     Aksa menyentil Naufal. "Jangan mikir yang aneh-aneh lo!"

     Mereka berempat berjalan menuju mobil Aksa dan bergegas menuju apartemen Rakha. Begitu sampai, ketiga teman Rakha mempersilahkan Tanaya masuk sendiri karena mereka tak mau ikut campur urusan Tanaya dan Rakha.

     Di depan pintu apartemen Rakha, Tanaya terdiam sejenak. Ia memikirkan bagaimana reaksi Rakha begitu pintu putih ini terbuka.

     Ia benar-benar takut kalau Rakha marah—memang sudah marah. Tanaya memberanikan diri untuk mengetuk pintu tersebut.

     Ia mengetuknya. "Rakha!"

     Beberapa detik, hening. Rakha tak kunjung membukakan pintu untuk Tanaya. Tanaya menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Ia mengetuk pintu itu sekali lagi.

     "Rakha, bukain dong!"

     Akhirnya Rakha membukakan pintu apartemennya. Spontan Tanaya langsung memeluk tubuh Rakha dengan erat.

PolaroidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang