3

55 2 1
                                    

You are, and always have been, my dream.

― Nicholas Sparks, The Notebook


Cali

"Sampai bertemu minggu depan, Mr.McFadden!" seruku, sambil menutup pintu ruang latihan klub musik. aku memasukkan lembaran-lembaran lirik lagu yang kemungkinan akan kami bawakan untuk lomba sectional bulan depan. Kami harus latihan setiap tiga kali seminggu dengan sangat serius kalau kami mau memenangkan perlombaan ini. itupun, kalau kami punya cukup waktu untuk latihan. Aku pesimis kami bisa ikut karena undangan lomba yang sangat mendadak ini membuat kami tidak akan sempat untuk berlatih. Apalagi minggu homecoming akan segera datang.

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam kotak masuk handphoneku saat Felix tiba-tiba muncul dari belakangku, "Aku tunggu nanti malam!"

Ya tuhan! Aku harus bagaimana? Pertemanan dengan Felix sejak sekolah dasar membuat logikaku merasa bersalah harus berbohong padanya. Terakhir kali aku berbohong pada Felix adalah ketika kami di kelas 9, berhubungan dengan permen karet dan jeans barunya. Dia memusuhiku hingga lebih dari satu minggu. Aku sangat tersiksa saat itu. Mikey sampai harus turun tangan supaya Felix mau memaafkanku. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi.

"Kepalaku pusing, Felix." Seruku, memegangi kepala dengan ekspresi wajah yang kupikir sangat meyakinkan. Coba tebak? Felix menatapku tanpa ekspresi seolah-olah dia tahu temannya sedang berbohong. Aku yakin dia tahu. Dia menggigit pipi dalamnya dan memerhatikanku dari ujung kepala, jaket denim ku, jeansku hingga sepatu nike berwarna putih yang kukenakan. Tatapannya membuatku tidak nyaman. "Kau tahu? Aku bisa mengusahakannya, kok!"

Dia mengangguk, "Lebih baik begitu. Kau tidak pernah melewatkan ulang tahunku sejak mengenalku. Jadi, lebih baik jangan merusak kenangan yang sudah ada."

"Tentu saja!"

Sial. dia benar!

Di saat yang sama, aku mendengar suara Gideon mendekat dari belakang kemudian, benar saja dia merangkulku. Dia mengunyah permen karet hingga membuat wangi peppermint menguar dari mulutnya. "Aku akan menjemputmu jam 7 malam. Kau dan Mikey."

"Aku yakin Mikey lebih memilih untuk menyetir mobilnya sendiri." Balasku.

"Aku yakin tidak." Dia menggosok-gosok puncak kepalaku dan membuat rambutku berantakan.

"Kalian manis sekali!" seru Felix. Kalimatnya barusan membuatku dan Gideon canggung, terasa dari lengannya yang menegang di atas bahuku. Aku tahu, ini aneh. Tidak ada apapun di antara kami. Lalu kenapa aku harus merasa canggung?

Oh wait. Pernah ada sesuatu di antara kami. Yup, 6 tahun yang lalu saat kami masih berumur 12 tahun; saat di mana lollipop merupakan hal yang penting bagiku dan tugas Matematika adalah hantu paling mengerikan untukku.

Saat itu adalah tanggal 31 Oktober, musim gugur dan Halloween. Mom membelikanku kostum penyihir berjubah hitam lengkap dengan hidung hijau bengkok, topi runcing dan sapu terbangnya. Mikey memakai kostum vampir dan gigi taring palsunya membuatnya sulit bicara, Dad bilang Mikey terlihat tampan bahkan Edward Cullen kalah. Sementara Atlas kesulitan melihat di balik kostum muminya yang membuatnya seperti kepompong gagal berevolusi. Matanya yang sipit terlihat tersiksa di dalam sana. Kami menunggu Gideon dengan berdiri bersandar di depan pagar rumahnya. Dia keluar dengan memakai kostum kstaria Lancelot (dia bilang begitu) dan aku berani bersumpah dia mengedipkan matanya padaku sebelum akhirnya dia membungkus kepalanya dengan helm besi ringan. Dan memainkan pedang mainannya ke setiap pohon yang kami lewati.

CatharsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang