8

59 2 0
                                    


If you can love someone with your whole heart, even one person, then there's salvation in life. Even if you can't get together with that person

-Haruki Murakami


Cali

Besok adalah pertandingan besar untuk homecoming week: Futbol. Sepanjang koridor telah dihiasi dengan kepala-kepala rubah dengan mulut terbuka memamerkan taringnya, lambang dari tim futbol sekolah kami. Warna merah ada di mana-mana, membuat penglihatanku terasa aneh. Suasana terasa panas, terlihat di wajah para anggota tim futbol termasuk Mikey, Gideon, dan Atlas. Sementara aku, tidak menemukan Alex di mana-mana setelah selesai pertandingan kemarin. Aku menelponnya sejak saat itu, mengirim pesan padanya dan tidak satupun yang mendapatkan balasan. Hingga detik ini, aku tidak bisa bernafas dengan tenang. Bahkan semalam aku tidak bisa tidur.

Ditambah lagi, aku mendengar desas-desus tentang tim Taekwondo yang menyalahkan kekalahan Alex dan Kenta di pertandingan kemarin sebagai awal penderitaan mereka di dalam kehidupan sosial SMA kami. Pagi ini, kami mendapatkan pesan dari entah siapa yang berisi memes wajah Alex sedang meringis sedih dan kesakitan lengkap dengan kalimat, 'I'm a loser'. Aku ingin memberontak, menolongnya namun aku tidak mampu.

menolongnya namun aku tidak mampu.

Pagi tadi, aku sempat menyusup, kalau memang itu adalah kata yang benar, ke ruang administrasi Mrs.Camper untuk mencatat alamat rumah Alex. Mungkin ada baiknya aku menghampirinya. Aku ingin bertemu dengannya. Aku harap itu bukan tindakan sembrono.

"Nona California!" Panggil Madam Katherine, saat aku sedang memilin-milin kertas berisi alamat rumah Alex. "Kau masih bersama kami? Kau akan mengerjakan proyek puisi ini bersama Tuan Park Atlas. Atau Park Chanwoo. Pokoknya kalian berdua!" Wanita dengan kemeja berwarna hitam polkadot itu mengibas-ngibaskan tangan kanannya di udara.

Aku merasakan tatapan para siswa di kelas menghujaniku, "Baiklah Madam Katherine."

Kelas berakhir dengan bel yang berbunyi nyaring dan setelah itu pengumuman dari Leah dan teman-temannya tentang memakai baju merah esok hari dan mendukung tim futbol kami. Saat keluar dari kelas Bahasa Inggris, kami menemukan Marvel The Fox, mascot sekolah kami menunggu segitiga Bermuda di luar kelas. Dia adalah Jared, si anak junior bertubuh besar yang memakai kostum rubah bermulut menyeringai, berseragam The Fox. Dia memberikan high five pada anak-anak tim futbol yang keluar dari kelas masing-masing termasuk kakakku, Gideon dan Atlas. Setelah itu mereka saling merangkul membentuk lingkaran, mengitari Gideon yang berada di tengah bersama Marvel The Fox.

"Fired up, The Fox. As for this team, winning isn't everything. It's the only thing!" Sebuah kalimat yang membuat kami yang melihat, tertegun. Aku merasakan semangatnya ikut mengalir di dalam diriku. Itulah sebabnya dia dijuluki Big G. dia membuat tim ini besar. Terbukti, lingkaran itu semakin berisik, berputar-putar dan membuat jalanan di koridor penuh sesak. Bahkan Ron yang punya sejarah kelam dengan Gideon terkait Leah, ikut meneriakinya, memberikan semangat pada sang Quarterback.

...

"Kau tidak mau membicarakan soal kemarin?" Tanya Gideon padaku siang itu. Kami bertemu di depan perpustakaan sekolah karena tugas dari Madame Katherine. Atlas sudah lebih dulu masuk ke dalam perpustakaan, meninggalkan kami berdua di sana. Sementara Cadence, partner project Gideon belum keluar dari toilet.

"Tidak.." balasku.

"Kau masih... ehmm" dia berdeham. "Dengannya?"

CatharsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang