Hari ini Hinata kembali menghubungiku setelah seminggu lamanya ia menghilang. Dia membawa kabar yang sedikit terdengar menyedihkan.
"S-sasuke-kun, aku m-melihat dia bersama gadis lain."
Hinata dengan suara serak berkata padaku seolah itu adalah bencana, ia datang dan bercerita banyak tentang kekasihnya. Dimulai dari Naruto yang terlambat menjemputnya, membatalkan janjinya dan berakhir dengan Hinata yang menemukannya bersama gadis lain.
Mata Hinata berkaca-kaca namun, dengan kuat dia menahan agar cairan itu tidak turun membasahi pipinya.
"Menangis saja."
"A-aku t-tidak akan menangis."
Dia bersikukuh hingga akhirnya aku yang tidak tahan dengan semua ini menariknya masuk ke dalam pelukkanku. Membiarkan dia menangisi pria lain di dadaku. Jangan tanyakan bagaimana keadaan hati dan perasaanku saat ini. Rasanya aku ingin keluar dan menghajar si brengsek Uzumaki itu karena telah menyakiti hati perempuan setulus Hinata.
Hinata meremas ujung kausku erat berbarengan dengan suara isakan yang mulai terdengar, membuatku spontan mengepalkan tanganku geram pada kelakuan si Uzumaki itu. Aku bersumpah akan menghabisi bocah itu karena telah membuat Hinataku bersedih seperti ini.
•••
Aku baru saja keluar dari gedung kampus dan berniat pergi ke perpustakaan kota untuk mencari beberapa buku untuk referensi tugasku. Aku baru saja akan berbelok sebelum mataku menangkap sesuatu yang begitu familiar. Aku sangat mengenal rambut kuning jabrik dengan cengiran bodohnya itu. Uzumaki Naruto.
Hinata benar, dia menggandeng gadis lain. Aku pernah melihat gadis itu di kampus sebelumnya, gadis populer dengan rambut berwarna mencolok dari fakultas seni. Jika kalian tanya mengapa aku bisa tahu seperti ini, jawabannya gadis itu pernah datang dan memintaku untuk menjadi kekasihnya beberapa waktu lalu yang tentunya aku tolak.
Aku mengubah haluan dan berjalan ke arah mereka dengan cepat dan setelah tepat berada di depan Naruto, aku mendaratkan sebuah pukulan keras tepat di pelipisnya membuat dia terjebam karena tidak siap menerima pukulan dariku.
Dia baru saja hendak protes namun, wajahnya yang kesal berubah menjadi terkejut saat mendapati aku yang memukulnya tadi.
"Sasuke?"
Dia menatapku kaget namun, detik berikutnya dia mengangkat sudut bibirnya yang berdarah, tersenyum angkuh seraya menatapku remeh.
"Bagus kau ada di sini. Aku tidak perlu repot mengatakan apapun pada gadis lemah itu."
Mendengar penuturannya yang sangat menjijikannya itu membuat emosiku memuncak seketika, ingin rasanya aku kembali meninju wajah tololnya itu dengan sepenuh hati. Namun, aku sadar jika sekarang kami sudah menjadi pusat perhatian.
"Katakan pada gadis itu, jangan terus menghubungiku itu sangat mengganggu."
"Brengsek!"
Ujarku sambil berbalik untuk meninggalkan manusia rubah itu, aku tidak bisa menjamin jika aku masih mendengar satu kata lagi dari mulutnya yang menjelekkan Hinata apa aku bisa menahan emosiku atau tidak.
Baru beberapa langkah sampai aku menyadari jika Hinata berdiri tidak jauh dari tempatku sekarang. Gadis itu terdiam dengan wajah datar dan mata bulannya yang penuh dengan air mata yang siap meluncur kapan saja.
Dia mendengarnya. Dia pasti mendengar semuanya.
•••
Setelah kejadian itu, Hinata tidak lagi terlihat bersemangat. Disetiap harinya tidak ada lagi senyuman lembut atau tawa kecil yang keluar dari bibirnya. Wajahnya terlampau datar, seperti kehilangan separuh jiwanya.
Aku tidak tahu harus dengan cara apa lagi aku membujuknya. Aku bahkan sudah beberapa kali mencoba bicara padanya, menenangkannya, bahkan meyakinkannya bahwa ada begitu banyak pria di luar sana yang tentunya lebih baik dari si Uzumaki itu.
Termasuk aku.
Jika diingat seperti ini, rasanya membuat perasaanku sedikit sakit. Apalagi menyadari bahwa bahkan Hinata tidak pernah mau mendengarku. Ternyata memang benar, Hinata tidak akan pernah mau peduli tentangku.
"Jangan seperti ini."
Hinata melirikku tanpa mengubah posisinya yang duduk di atas ranjangnya sambil menatap kosong apa yang ada di depannya.
"Bukankah kau ingin menjadi seorang chef yang handal? Seharusnya kau bersemangat untuk mewujudkan impianmu itu, Hinata."
Aku kembali membuang napasku kasar saat Hinata lagi-lagi tidak merespons apa yang aku katakan. Sejujurnya, aku tidak tahan dengan semua perlakuan Hinata padaku, rasanya setiap detiknya semakin mencekik.
"Kau ingin aku menghajar Uzumaki Naruto?"
Baru setelah aku menyebutkan nama itu, Hinata menoleh sepenuhnya ke arahku. Airmata menumpuk di pelupuk matanya, kepalanya menggeleng dengan bibir yang setengah membuka hendak protes.
"Ternyata, kau memang tidak bisa hidup tanpa Naruto, ya?"
Dan aku tidak bisa hidup tanpamu Hinata.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Badbye✔ [SasuHina]
FanfictionAku yang merelakanmu dengannya atau Aku yang harus berjuang untuk mendapatkanmu?❤ Disclaimer ; Naruto©Masashi Kishimoto WARNING!⚠ BAD ENDING⚠