Ge : Kakak Kelas

79 3 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Gue, Ge sudah mendarat saja di duduk di pinggir kolam yang bau amis di taman cinta. Gue memang milih nikmati pagi di kampus gunung ini, selain banyak kabut, di tempat ini juga sepi kalau pagi-pagi.

Gak usah bayangin jam berapa gue berangkat dari rumah. Yang jelas sampai kampus gue langsung jajan di koperasi mahasiswa, sambil celingak celinguk siapa tahu ada makhluk aneh lain yang mau nemenin gue diem di kampus pagi gini. Nyatanya memang gak ada satu manusia pun angkatan gue yang datang.

Kuliah hari ini mulai jam 11. Perkuliahannya apa? Percakapan. Salah satu mata kuliah yang santai karena dosennya seorang native.

Dengan cemilan di tangan, earphone di telinga dan pemutar musik di tangan, gue menikmati ademnya udara segar dan bau amis kolam sambil melihat ke jalanan besar yang ribut dengan kendaraan dan debu-debu.

Di tempat yang gue rasa gue menjadi diri sendiri, tiba-tiba datang seorang pemuda berkacamata, berpakaian kemeja kotak-kotak dan jaket coklat, celana kain PDL warna gading dan sepatu converse. Jalannya sedikit membungkuk, kepalanya menunduk. Gue bingung ini orang gak takut nubruk apa jalannya.

"Pasti mau ke himpunan nih," batin gue. Gue sambil mengunyah roti coklat yang rasanya biasa saja, amati dia jalan. Gue pastikan ini makhluk tidak sadar keberadaan gue yang jelas-jelas dilewati dia. Sampai harus gue tegur, "Hoi, kak!" Dia menoleh. Terdiam.

"Jalan lihat ke depan, kak. Kasihan tanah dilihatin melulu, ntar grogi," kata gue.

"Oh, kamu, Ge. Dari kapan disini?"

"Daritadi, kak. Ge lihat Kak Rei dari di ujung sono tuh," kata gue sambil menunjuk jalan di masuk ke taman cinta. "Sampe nyampe ke sini nih. Kepala nunduk mulu. Duit ilang?"

"Hahaha. Gak. Kebiasaan ini mah," kata Kak Rei sambil tertawa. Ketawanya nunjukkin lesung pipitnya.

"Manis kakak tuh kalo ketawa. Sayang..."

"Sayang apaan?"

"Sayang misterius. Ada yang bilang kakak aneh gak sih?"

"Kamu tuh ngomongnya. Hahaha," kata kak Rei. Kedua tangannya di saku celana, tapi kelihatan kayak mau noyor kepala gue. Pasti gak berani. Gue bangkit dari duduk gue sambil menggendong tas ransel.

"Jadi cowok harus berani, kak. Jangan loyo!" kata gue sambil membenarkan posisi punggung dia dari bungkuk jadi tegak. Gue menepuk pundaknya dua kali. "Mau ke himpunan, kak?"

"Iya!"

"Ngapain?"

"Bobo!"

"Diihh!"

"Mau ikut?"

"Ada siapa di himpunan? Ada Kak Riza gak?"

"Tadi sih dia ngabarin ada di himpunan. Mau ngapain emang?"

"Bobo!" kata gue sambil berjalan cepat ke himpunan, meninggalkan Kak Rei yang lagi bengong.

***

Himpunan ada di salah satu gedung lama di kampus ini. Letaknya bersebarangan dengan bangunan bangsawan itu.

Jangan harap melihat himpunan yang bersih. Jorok banget udah kaya kost-kostan. Tapi diluaran. Dalam himpunan masih terhitung bersih. Terdapat rak buku dengan sejumlah buku yang cuma bisa dibaca sama orang yang master kalau menurut gue. Dibeberapa sudut ada alat musik, lalu ada tumpukan baju kotor, puntung rokok, gelas, kopi. Ya bukan hal yang aneh buat gue.

Dan benar seperti kata kak Rei, kak Riza ada di himpunan dan beberapa kakak kelas lainnya, Kak Indra, Kak Yo, dan Kak Ari. Mereka duduk di kursi panjang di depan himpunan. Gue langsung menghambur menghampiri kak Riza. Kak Rei ikut duduk dengan teman-temannya yang lain. Mereka semua satu angkatan, kecuali Kak Ari yang gak jelas kenapa dia ada disitu. Bolos mungkin.

Kampus Sweet KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang