Ge : Penerimaan Maba

44 2 0
                                    

Saat ini bulan ke tujuh, waktunya libur perkuliahan yang cukup panjang dan masa-masanya penerimaan mahasiswa baru.

Ini tahun pertama gue terlibat dalam kepanitiaan, walau cuma jadi tukang foto sama tukang video. Niatnya di pengukuhan nanti, kita bisa tayangin film untuk anak-anak baru itu.

Hari libur seperti ini ya waktu sibuk-sibuknya buat kita untuk mengurusi penerimaan baru, mulai dari acara pengenalan sampai pengukuhan. Dan ini, jumat adalah rapat terakhir sebelum senin kita akan mulai mengenalkan mahasiswa baru tentang fakultas dan jurusan. Dimana lagi tempat rapat terbaik kalau bukan di gedung segi, ruang kelas sebelah studio.

Tidak hanya jurusan gue saja yang sibuk, jurusan lain juga sibuk. Rapat sore itu sekitar pukul 15.00 setelah semua perkuliahan rata-rata sudah selesai. Rapat di ruang kelas ini memang terbaik, tidak perlu takut kepanasan karena jendela yang lebar tanpa kaca. Dan ruangan ini juga jadi ruangan paling ditakuti setiap penerimaan mahasiswa baru.

Divisi gue beda dengan Kiya. Dengan mukanya yang sedikit sangar diwaktu-waktu tertentu (baca : datar), orang yang gak kenal Kiya mungkin bisa menilai dia cewek (?) yang judes, makanya dia masuk ke divisi kedisplinan, dimana isinya penuh sama orang-orang yang mukanya judes, kalau pun gak judes, mulutnya pedes. Padahal Kiya kalau sudah senyum, ini cewek manis, ada lesung pipitnya. Gue memang gak berani muji langsung ke dia. Soalny Kiya gak percaya kalau dipuji gitu. Dia bisa anggap itu hinaan, salah-salah gue bisa dihina balik.

Rapat terakhir di ruang kelas keramat ini memang tidak terlalu lama. Apalagi kebanyakan persiapan sudah selesai. Kita bisa cepat pulang setelah selesai rapat tapi tidak dengan divisi kedisplinan. Gue gak tau apa lagi yang mereka bicarakan di ruang kelas. Entah simulasi marah-marah, atau bikin skenario buat marah-marah, atau main kartu atau latihan akting atau lainnya. Gak ngerti. Yang jelas gue sempat kabar-kabar ke Kiya sebelum gue turun.

"Ki, gue tunggu lu di kantin koperasi atas," kata gue.

"Oke, cuy. Ntar gue kesana."

Gue akhirnya turun kebawah bersama teman-teman seangkatan dan kakak tingkat lain yang tergabung dalam kepanitiaan. Di depan selasar, kami semua berpencar ke jalannya masing-masing.

Gue masih diam di depan selasar bersama Ririn, cewek manis yang satu angkatan sama gue, gayanya harajuku, dan satu divisi juga dalam kepanitiaan.

"Rin, kalau emang mau bikin film, ntar gue bawa kamera gue deh. Tapi emang harus pakai kaset. Gimana?"

"Gak apa-apa, Ge. Kita coba aja," kata Rin sambil mengunyah cemilan mi lidi. Tiap dia gigit mi lidinya, bumbunya loncat kemana-mana. Kalau gue gak tanggap, itu bumbu sudah masuk mata.

"Tapi siapin cadangan juga, bawa camcorder. Siapa tahu kamera gue gak bisa dipake mendadak," kata gue lagi sambil sedikit ngambil jarak dengan Ririn.

"Kenapa jauh-jauh, Ge?"

"Bumbu noh bumbu."

"Puaha ha ha ha. Iya ya. Muncrat ya!" kata Ririn. Karena dia makan sambil ketawa, bumbunya asli muncrat ke muka gue.

"Udah muncrat, Rin. Muncrat!" kata gue sambil membersihkan muka gue yang belepotan.

"Hehe. Maaf, Ge," kata Ririn sambil membersihkan muka gue. "Lu mau kemana abis ini, Ge?"

"Kantin, nungguin si Kiya. Lu mau ngikut?"

"Hhmm..., Kayanya gak deh. Gue mau ke warnet kampus aja."

"Nyari bahan?"

"Kagak."

"Trus?"

"Baca komik. Hehe."

Kampus Sweet KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang