Ge : Skenario

29 3 2
                                    

Tempat tidur gue hari ini, kasurnya empuk banget. Biasanya gue harus nambahin pakai selimut tebel di kasur gue. Sudah kayak tidurnya orang jepang aja. Tapi ini gak perlu.

Telepon genggam di tangan gue ini tidak pernah habis gue lihatin. Bukan chat yang gue lihat tapi buku kontaknya. Mata gue terpusat hanya pada nama "Hari" yang tertera di layar telepon genggam gue. Lihat begitu aja, gue sudah girang setengah mati.

Gludung ke kiri, gludung ke kanan. Untung tempat tidur gue bukan ranjang. Kebayang kalau ranjang, gue pasti tersadar dari kegilaan gue.

Dan untungnya dengan kasur tergelar di lantai yang bersahabat ini, gue bebas glundang gludung sampai ke pojok-pojok tanpa takut takut. Kejeduk sih iya.

"Gue chat ga ya ini orang?" Gue kembali lagi bergumam.

Memikirkan resiko terburuk kalau gue kontak, apa penilaian dia? Masa cewek duluan sih yang kontak. Harusnya dia duluan. Kan dia yang tua. ketuaan malah. Tapi kalau gak di chat, gue penasaran. Gue bisa glundang gludung sepanjang malam kalau gak ngontakin dia.

"Mmm... Kayanya gak deh. Gue bakal bilang apa kalau ntar dia tanya dapet nomor gue darimana. Mau apa. Bla bla." batin gue.

"Gue tanya Bang Gito dulu deh," kata gue akhirnya memutuskan. Telepon genggam gue lempar ke samping kasur, gue mencoba memejamkan mata. Membiarkan pikiran gue mengkhayal yang indah-indah tentang dia yang gak gue kenal.

Berharap besok pagi, waktu gue buka mata, gue punya keberanian yang penuh.......

Buat chat Hari??

Gakk donngg!!

Buat bikin skenario sama Bang Gito!!

***

Kampus hari cukup ramai, gue lagi-lagi duduk di kolam taman cinta yang amis sambil makan roti, jajanan gue dari kantin koperasi atas.

Lama-lama gue bosen juga nongkrong disini. Apalagi siang ini, udara di taman cinta sudah mulai gak bersahabat. Tiba-tiba keluar pikiran konyol gue.

"Apa gue nongkrong di kantin koperasi bawah ya?" Batin gue.

Walaupun kantin koperasi bawah masih selurusan dengan kantin koperasi atas dan gedung segi, tapi kantin ini tergolong sepi. Lahannya yang luas cuma dipakai untuk parkir mobil dosen atau mahasiswa bermobil atau motor. Atau bengkel motor dadakan.

"Kesana aja deh. Gaul sama tukang," kata gue.

Dengan percaya diri gue keluar dari taman cinta dan berhadapan dengan gedung segi. Tumben banget gedung segi hari ini gak penuh dengan kuncen-kuncen. Tapi dengan gitu gue bisa lenggang kangkung jalan ke kantin koperasi bawah sebelah gedung segi tanpa rasa canggung.

Dan benar saja cuma sedikit orang-orang di kantin koperasi bawah. Terlihat ada satu dua kakak tingkat duduk-duduk dimeja diluar kantin. Mereka sedang membahas sistemasi, konspirasi, idealisme atau apalah itu menurut paham mereka.

Beredar kabar sih mereka sedang seru membahas paham kiri hanya untuk menambah wawasan. Hah, dasar aktivis.

"Siang, kang," sapa gue ke kumpulan kakak tingkat itu.

"Woi,Ge. Sendiri?" kata kakak tingkat yang katanya digandrungi wanita-wanita itu. Azis.

"Eh, ada si kakak," kata gue setelah melihat kak Azis yang juga dekat ma gue. "Sendiri, ka. Mau jajan."

"Jajan mulu, dih. Bagi napa?" kata kak Azis.

“Belum juga dibeli, ka. Beli dulu ntar," kata gue sambil jalan masuk ke kantin.

Gue cari jajanan termurah. Mata gue tertuju sama coklat pasta panjang. Gue beli itu beberapa biji. Sementara buat gue sendiri, gue gak melewatkan permen lolipop dan cemilan yang pedes. Setelah selesai membayar, gue bawa jajanan gue ke kumpulan kakak tingkat itu.

"Nih, ka Azis. Nih, kang," kata gue sambil menyerahkan coklat pasta dengan penuh rasa bangga, sedikit membusungkan dada. Gue bisa jajanin kakak tingkat.

"Yah, de. Jajanan begini amat," protes ka azis.

"Duit saya, ka. Cuma cukup buat beli begituan. Kalo gamau ya siniin dah," kata gue sambil mengambil lagi coklat pasta. Tiba-tiba ada tangan yang merebut.

"Jangan, Ge. Mau sini mau. Sayang kan udah dikasih," kata salah satu kaka tingkat yang gue lupa-lupa inget namanya.

"Nah, gitu donk. Ya udah ya, Ge mau duduk disitu," kata gue sambil nunjuk tukang jual pulsa di depan kantin koperasi. Di sebelah tukang pulsa itu gue emang suka duduk disana sambil ngobrol sama tukang-tukang itu.

"Disini aja, Ge."
"Ogah ah. Takut konslet. Otaknya lagi gak nyampe." kata gue sambil bubar gerak jalan ke tukang pulsa. Sementara kakak-kakak tingkat dan Kak Azis cuma melongo ngelihatin gue yang pergi dengan tenangnya.

Tukang pulsa depan kantin koperasi bawah, disitu gue duduk. Di kursi panjang warna putih itu gue duduk selonjoran. Mumpung gak ada yang ngisi selain gue.

"Halo, bang."

"Tumben sendiri, Ge."

"Abis gak ada kelas bang."

"Lah ngapain ke kampus?"

"Iseng."

"Beli pulsa sini."

"Males bang. Abis dipalak. Gak punya duit."

"Sama siapa?"

"Noh!" kata gue sambil nunjuk ke kakak tingkat yang lagi asik ngunyah plastik bungkusan coklat pasta.

Tiba-tiba gue ngelihat bang Gito baru keluar dari gedung segi. Ini enaknya duduk di kantin koperasi bawah, gue bisa tahu dan lihat jelas siapa yang keluar masuk dari gedung segi.

"Bang Gitoo!!!" teriak gue kenceng sambil melambaikan tangan. Suara gue cukuplah untuk membuat kakak tingkat gue menoleh, pasti cukup juga untuk membuat Bang Gito menoleh dan....
tepat!!!

Bang Gito menoleh. Gue langsung kasih kode-kode lambaian tangan biar bang Gito nyamperin gue. Dasarnya ini orang emang baik, dia mau aja nyamperin fue. Padahal gue yang butuh.

"Apa Ge?" tanya Bang Gito setelah sampai ke temoat gue duduk. Bang Gito bawa 1 box kardus berisi banyak buku.

"Mau ngapain, bang?"

"Ya kamu mau apa?"

"Eh maksudnya, bang Gito bawa ini barang mau ngapain?" kata gue sambil garuk-garuk kepala gue yang gak gatel. Emang dasar gue bodoh banget. Omongan gue emang sekena aja.

"Oh, pindahan, Ge. Mau ditaro dulu di himpunan sebelum ke gedung baru."

"Ooh, jadi ya bang gedung segi dirobohin?"

"Gak tahu, Ge. Bisa aja dibenerin. Ngomong-ngomong, kenapa kenapa?"

"Gak bang, tentang Hari. Gak enak nih mau chat duluan. Ada ide gak?"

"Chat aja, dia orangnya baik kok," kata Bang Gito sambil mengatur posisi tangannya yang pegal karena bawa kardus isi buku. Gue malah gak peka.

"Iya bang. Tapi bingung bang mulainya."

"Bentar, kamu kan suka superman ma batman?" Gue mengangguk. "Dia suka superman!"

"Beneran?" Giliran bang Gito yang mengangguk. "Gini deh, ntar saya bilangin ke dia kalau kamusuka superman. Jadi pengen kenalan. Dia suka juga gambar-gambar gitu. Ya koleksi gitu. Nah, kamu bilang tahu dari saya pengen diajarin gambar. Lagian kamu suka gambar juga kan." Gue mengangguk.

"Nah beres lah ya kalau gitu. Ntar dikabarin deh kapan saya udah ngomong sama dianya. Biar nanti kamu tahu kapan bisa chat dia. Oke?" kata Bang Gito lagi. Gue melongo. "Oke gak?"

"Oke, bang!"

"Oke! Saya ke himpunan dulu ya," kata bang Gito. Gue mengacungkan ibu jari gue.

"Gitu doang, Ge! Gak usah mikir solusi udah ada," batin gue dalam hati.

Gue masih melongo dan ibu jari gue masih terangkat.

Semudah itu.

Kampus Sweet KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang