"Lis, gimana kamu dan Steven?" Tanya Veron saat Elisa berkunjung ke rumah sakit.
"Gak tau" Elisa tidak harus menjawab apa lagi.
"Papa tau kamu gak cinta sama Steven. Sekarang kamu udah ada disemester 2 kelas 11. Kurang lebih 1 tahun lagi kamu bakal lulus, Lis. Papa takut pada saat kamu dewasa tanpa orang tua, kamu salah pilih orang" jelas Veron.
"Iya, Elisa ngerti. Papa gak usah khawatir, Elisa bisa jaga diri dan selera Elisa gak rendahan."
"Papa mohon, terima Steven demi papa ya." Veron memohon pada Elisa.
"Iya, Elisa bakal coba. Tapi Elisa gak janji, udah papa istirahat aja, Elisa gak mau papa tambah parah."
Hari memang sudah gelap, Elisa hanya bisa datang menjenguk Veron hanya saat senja sudah tiba. Elisa menatap Veron yang sedang memejamkan matanya mencoba untuk istirahat. 15 menit kemudian pintu ruangan Veron terbuka.
"Ko Jona? Ngapain disini?" Tanya Elisa kaget.
"Kamu lupa? Aku masih pacar kamu. Maaf aku jarang sama kamu, aku harus jalan sama Shania demi orang tua aku."
"Iya gpp, Steven juga udah gantiin koko kok."
"Jadi kamu udah semakin deket sama Steven? Bagus deh kalau gitu."
Elisa diam tidak menjawab, sekian menit mereka saling hening. Elisa akhirnya berdiri, mendekati Jona yang sedang duduk di sofa sambil bermain handphonenya.
"Ko, boleh ikut aku keluar sebentar? Aku mau ngomong, tapi takut ganggu papa." Pinta Elisa dengan sedikit memelas.
Jona berdiri dan menggandeng Elisa menuju luar ruangan. Elisa memberanikan diri untuk berbicara.
"Ko, kalau aku minta sesuatu sama koko boleh?"
"Apa?"
"Terima Shania sebagia jodoh koko. Anggep Shania sebagai pacar koko. Habiskan waktu koko buat Shania, bukan demi orang tua koko, tapi demi masa depan dan cinta koko." Elisa tak berani menatap Jona, Elisa tak mampu melihat mata Jona yang pasti sedang kecewa sekarang.
"Kalau aku gak bisa gimana? Aku sayangnya sama kamu, bukan Shania."
"Cinta kita terlarang ko, kita gak bisa jalanin ini terus. Cobalah untuk terima Shania. Aku aja udah nerima Steven. Aku mohon sama koko, jangan hubungi aku lagi sampe koko bener-bener udah lupain perasaan koko sama aku."
"Terus kamu pikir, lupain semua kenangan kita itu mudah? Lupain perasaan sayang aku yang udah besar banget itu mudah? Sekarang orang yang aku sayang banget bilang gini ke aku? Kamu bisa dengan mudah lupain itu semua? Atau emang jangan-jangan selama ini kamu gak pernah cinta sama aku? Kamu cuma mau manfaatin aku kan? Ngaku kamu sekarang." Jona meneteskan air mata yang tak mampu ia bendung lagi. Elisa pun yang sudah berkaca-kaca dari awal akhirnya meneteskan air matanya.
Elisa bingung harus menjawab apa. Ia teringat semua yang ia lalui bersama Jona. Semua yang mereka lakukan bersama terulang diingatannya. Sampai akhirnya Elisa bersuara dengan suara sangat lirih,
"Iya, aku gak pernah cinta sama koko. Aku cuma anggep koko itu kakak aku. Dan aku seneng deket sama koko, bisa punya asisten, asisten yang siap anter aku kemana aja dan beliin aku apa aja. Cuma itu gak lebih dari itu."Jona yang mendengar itu hanya membalik tubuhnya, berjalan menjauhi Elisa tanpa bersuara sedikitpun. Elisa memandangi kepergian Jona dengan tetesan air mata yang tak kunjung berhenti. Sampai akhirnya, saat Jona hampir hilang dari pandangan Elisa, Elisa berniat untuk mengejar Jona dan mengatakan kalau ia sangat mencintai Jona. Namun, ia teringat ayahnya. Ia mengurungkan niatnya dan kembali masuk ke ruangan Veron.
....
Hampir 1 bulan Elisa tidak bertemu dengan Jona. Elisa pun mulai membuka hati untuk Steven. Elisa mulai memperdulikan Steven. Elisa pun selalu ikut serta dalam kegiatan Steven. Sampai akhirnya Elisa sadar, kalau tidak ada yang mampu menggantikan Jona.
Begitupun dengan Jona, Jona sangat terpuruk dan hilang semangat semenjak pertemuan terakhirnya dengan Elisa. Jona membuka hati untuk Shania namun ia tak mampu. Sering kali, Shania menggodanya namun, Jona tak mengubris hal itu. Shania pun hilang harapan untuk mendapatkan cinta, Jona. Shania mulai mencintai Jona, namun tidak dengan Jona. Jona tak mampu menggantikan posisi Elisa dihatinya dengan orang lain.
Berapa kali Elisa mencoba untuk menghubungi Jona, namun ia tak berani. Ia takut Jona masih marah dan mengganggu aktifitas Jona bersama Shania. Elisa sangat yakin kalau Jona sudah bahagia bersama dengan Shania.
Jona tidak kuat dengan keadannya. Ia memutuskan untuk bertemu dengan Elisa. Jona memohon pada Steven agar hari ini saja, Steven mengizinkan Jona menjemput Elisa. Steven yang melihat keterpurukan Elisa pun menyetujuinya.
Saat Elisa pulang sekolah, Jona menunggu Elisa melewati pintu gerbang sekolahnya. Saat ia melihat Elisa sudah keluar dari sekolah, Jona memanggilnya,
"Elisa"Elisa sangat mengenali suara dan panggilan lembut itu. Elisa segera berbalik badan dan melihat tubuh tegap Jona sedang tersenyum padanya.
Elisa tak kuasa menahan dirinya. Ia langsung berlari dan memeluk Jona dengan sangat erat. Ia takut Jona akan pergi lagi. Jona pun sama, ia takan membiarkan Elisa melepaskan pelukannya.
Pelukan itu membuat penat dikeduanya sirna dalam sekejap. Jona mengelus lembut kepala Elisa, kepala yang selalu bersandar padanya. Setelah berpelukan cukup lama, keduanya melepaskan pelukan itu dan saling menatap. Tak ada yang memulai percakapan karena sangat bahagia.
-AR-
Hai, gimana nih ceritanya. Jangan lupa, komen, vote, dan share ya. Kalian punya kritik? Saran? Mau kenalan aja? Follow dan dm aku di ig ya (@) angelica_rosalind. Makasih semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Luck
Teen Fiction"Pelangi sehabis badai? halah bullshit" gerutu Elisa yang kesal dengan kesialannya. Bukan hanya soal cinta, tetapi keluarga, pertemanan, bahkan sampai sekolahnya. Elisa selalu merasa dia sangat bernasib sial sampai ia bertemu Jona, seseorang yang be...