TAKDIR Eps 01

381 10 0
                                    

(Drama ini seutuhnya adalah khayalan, jika ada kesamaan nama, latar dan kelompok itu murni kebetulan dan rekayasa penulis belaka)

Ketika malam yang begitu kaku, Air yang turun dari langit itu jatuh menggila. Mengguyur apa saja yang akan ditimpanya. Tanah, rumput, bangunan, bebatuan, basah kuyup karenanya. Dingin. Mungkin, setiap makhluk hidup pada malam itu merasa kedinginan. Bagaimana tidak, suhu temperatur udara di wilayah puncak Bogor yang begitu rendah menyatu padu dengan dinginnya suasana hujan yang datang tiba-tiba.

Namun ternyata, dinginnya suasana di luar berbeda dengan suasana menegangkan di dalam rumah mewah milik keluarga terhormat Gulam Haidar. Orang Terkaya nomer 5 se-Asia. Suasana tegang nan dingin, Menyeruak di sekitar ruangan berlantaikan marmer berwarna putih silver itu. Dinding-dinding ruangan tersebut berlapis kaca, sehingga semua bayangan bisa tertangkap satu sama lain. Sofa persegi panjang berwarna merah terang yang dibeli oleh Tuan rumah di Turki satu tahun yang lalu itu menambah elegant ruang tersebut.

"Cprannkkk......"

Guci yang tingginya satu meter made in Thailand nan mahal itu akhirnya pecah. Didorong oleh Bapak Gulam Haidar yang tengah mengenakan kemeja putih susu dan dasi bergaris warna biru tua.

"Ini semua salah mama!!!" katanya sembari menunjuk ke wajah perempuan wanita paruh baya di depannya.

"Bagaimana bisa seorang anak perempuan ikut segerombolan pemuda tidak berpendidikan lalu ikut tawuran dan memecahkan jendela aula sekolah? Selama ini mama kemana? Bukankah kata pepatah al ummu madrosatun? Trus mama apa?" kata Bapak Haidar dengan nada meninggi menyalahkan perempuan yang sedari tadi memperhatikan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Tidak tahan, perempuan yang menggunakan dress bunga tulip berwarna merah muda itu akhirnya berdiri dan membalas dengan mengarahkan jari telunjuknya ke depan wajah Pemilik 5 perusahan permata dan 22 Toko Permata yang tersebar di seluruh penjuru dunia, laki-laki yang telah menikahinya 17 tahun yang lalu itu.

"Terus papa selama ini kemana? Alya juga anak papa? Papa macam apa yang selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan dan lupa kalau dia punya keluarga?" kata perempuan yang bernama lengkap Anandhi Syeid Khan itu.

Bapak Haidar tersenyum kecut.

"Kamu tanya kemana? Kamu gak mikir saya kerja pontang-panting kesana kemari ya untuk kamu, untuk Alya... trus kamu ibunya kemana? Bukankah tugas seorang ibu itu mendidik anaknya menjadi anak yang baik, yang berbakti, yang patuh... tapi apa yang kau kerjakan selama ini hah??!!" suasana tambah memanas.

Air mata perempuan itu akhirnya jatuh. Membasahi pipi putih mulusnya. Perempuan yang masih memiliki darah keturunan India itu akhirnya menangis syahdu.

Memandangi drama beruraikan air mata tersebut, akhirnya perempuan muda yang masih mengenakan seragam SMA tersebut keluar dari tempat persembunyiannya. Kemudian berlari ke arah dua orang tuanya yang sedang berseteru.

"Ini salah kalian berdua... kalian yang tidak pernah ada waktu buat Alya..." kata Alya kemudian lari dengan menyambar kunci mobil di atas meja kaca.

"Alya... Alya... Kamu mau kemana?" teriak Bu Anandhi.

Alya terus berlari menuju pintu utama yang dilengkapi besi pengaman berkode. Terus lari menuju lift rumahnya dan menekan tombol lantai dasar. Lantai 1. Hingga pada akhirnya,

"Al.. Alya...Alya kamu mau kemana nak?"

Suara renta yang begitu dikenalnya akhirnya menghentikan langkahnya. Alya lalu membalikkan tubuhnya.

Ya, suara itu berasal dari seorang nenek yang sudah tua renta. Neneknya Alya. Perempuan berumur 75 tahun. Jawa Tulen. Ibu dari Bapak Gulam Haidar. Orang yang sangat dicintainya. Satu-satunya orang yang sangat Alya percaya. Satu-satunya orang yang akan menegur kalau Alya berbuat salah, satu-satunya orang yang mau mendengarkan keluh kesah Alya, dan satu-satunya orang yang setiap kata-katanya akan Alya turuti.

"Maafkan Alya Nek..." Kata Alya lalu lift yang dimasukinya pun membawanya turun. Lalu ia pun dengan cepat berlalu menuju Lapangan parkir di depan rumahnya yang mana disana sudah terjejer berbagai macam jenis mobil berbagai macam tipe dan warna. Alya langsung masuk mobil spot berwarna merah terang keluaran tahun 2017 yang harganya ditaksir mencapai 900 jutaan tersebut. Dalam sekejap, mobil spot tersebut melejit meninggalkan area rumah yang luasnya sekitar satu hektar tersebut. Busyet...

Mobil mahal tersebut melejit menembus hujan di kegelapan malam. Sementara itu, Alya terus menangis mengingat apa yang baru saja terjadi di hadapannya.

"Kenapa ini semua harus terjadi padaku? Kenapa gak ada yang sayang sama aku? Semua sibuk dengan urusan mereka... yang mereka pikirkan hanya uang, uang dan uang..."

Manzilein ruswa hain

Khoya hai raasta

Aaye le jaaye itni si ilteja

ye meri zamaanat hai

Tu meri amaanat hai

Alya mematikan musik india yang sedari tadi terputar dari radio mobil yang terlantun pada awal keberangkatannya. Entah angin dari mana tiba-tiba ada bayangan putih melintas di depan mobilnya serta menghalangi pandangan Alya ketika menyetir.

Brukkkk..... Alya menabrak sesuatu.

"Astaga!!! Apa itu?" Alya tersentak kaget.

Setelah mengumpulkan keberanian, ia pun turun untuk melihat apa yang telah ditabraknya. Dibawah guyuran hujan, seorang perempuan tergeletak dengan darah yang terus keluar dari hidungnya.

"OMG.... apa yang telah aku lakukan?" gumam Alya. Syok.

"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku bukan pembunuh? Tidak... tidak..."

Syok. Alya pun pergi dan memutar balik mobil spotnya dan kembali ke kediamannya. Istana Haidar.

Sesampainya di rumah.

"Aku bukan pembunuh... aku bukan pembunuh" Gerutu Alya dalam hatinya. Mukanya pucat. Bibirnya terus komat kamit mengucapkan kalimat itu. Dia keluar dari mobil dan mulai memasuki istana. Di teras, ternyata dengan setia, neneknya menunggu Alya dengan tertidur diatas kursi kayu jati jawa asli yang sangat mahal.

"Alya... Kamu kenapa nak? Ayo nenek antar ke dalam..."

***

Keesokan Harinya.

"Pokoknya nenek akan memasukkan Alya ke Pondok Pesantren!" Kata Nenek Alya tegas di hadapan Bapak Haidar dan Bu Anandhi.

"What? Pesantren....??! mau jadi apa Alya mi....?" rengek bu Anandhi.

"Apa? Kenapa harus seperti itu mi...?"Timpal Pak Haidar. Menyatakan ketidaksetujuannya.

"No Comment! Pokoknya Alya harus mondok! Saya akan mengirim Alya ke Pondok Pesantren jauh di Madura sana. Di ujung paling timur pulau Madura. Di sebuah Pondok Pesantren yang sangat besar dan sangat terkenal. Terkenal dengan disiplin dan dua bahasanya yang melegenda. Yang telah melahirkan beribu-ribu Alumni hebat. Yang telah mencetak generasi-generasi mundzirul qoum dan kader umat bangsa yang berkualitas. Pondok Pesantren Al-Amanah Sumenep Madura"

Bersambung.......

Bagaimana kelanjutan kisah hidup Alya Haidar di Pondok Pesantren? Dan siapakah sosok dibalik takdir di kehidupan Alya? Apakah Alya akan berubah? Dan siapakah Syed Ali Zain yang diam-diam begitu dikagumi Alya?

Nantikan "Takdir" Episode ke 2

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang