TAKDIR Part 6

88 8 0
                                    

TAKDIR
EPS. 06
Waktu terus berjalan. Terima atau tidak, Alya Haidar dan Zulkifli harus menerima atas takdir yang telah ditetapkan kepada mereka berdua.
Sosok Alya Haidar yang dulu terkenal cuek, sombong, pelit dan tidak suka bergaul. Kini dia dalam situasi yang sangat berbanding terbalik dengan kenyataannya. Begitu pula Zulkifli.
Diceritakan suatu hari...
Semua teman-teman kelas akhir pondok pesantren Al-Amanah Putri sedang sibuk menyiapkan pentas seni terakhir mereka. Semua ikut sibuk menyiapkan berbagai macam penampilan yang begitu bersejarah tersebut. semua pun ingin menjadi yang terbaik dan memberikan suguhan penampilan yang tak akan pernah terlupakan di kenangan siapa saja yang menonton pentas seni tersebut. jadi, semua harus All Out.
Ketika itu, para pengurus angkatan sedang kebingungan mencari kostum yang akan dikenakan dalam sebuah penampilan drama klasikal. Entah ada angin apa, kaki mereka tergerak untuk melangkah ke asrama Fatimah Az-Zahra.
“Assalamu’alaikum... Isma’na Jami’an... ada yang punya jubah abu-abu gak?” teriak Desi, salah satu teman angkatan Alya Haidar yang memiliki jabatan penting di angkatan mereka, DKA, Dewan Kehormatan Angkatan.
Mendengar teriakan seseorang yang begitu cempreng tak ketulungan, Zul yang tengah duduk di depan lemarinya menoleh dan merespon.
“Aku punya, pinjem punyaku aja!” Kata Zul dengan suara Alya lantang.
Desi celingak celinguk mendapati seseorang yang meresponnya ada seseorang yang, aduh.. kok bisa gitu loh...ia pun berbisik ke telinga teman sebelahnya.
“Heh,,, kita gak salah denger kan?”Tanya Desi, menta’kid.
“Iya.. ini mukjizat, atau kalau gak, ini harus masuk World Record.. aih... seorang Alya Haidar yang kesombongan dan kepelitannya udah stadium akhir, bersedia meminjamkan barangnya yang limited untuk keperluan angkatan???” kata Siti, Ketua Angkatan, panjang lebar. Siti adalah santri yang sedang bersama Desi.
“Ia.... pukul aku Boss, sepertinya aku lagi mimpi...”Kata Desi tak percaya, tetap mematung di depan pintu kamar.
Siti, yang dijuluki sebagai Boss tersebut lalu menepuk agak keras ke arah pipi bulat seorang Desi.
“Plakkk”
Over All, si Desi, menjerit dahsyat. Kesakitan.
“Aduh... Sakit yok...”katanya merintih sambil membelai pipi bulatnya. Hehehe...
“Berarti gak mimpi... ayok kita hampiri...”. mereka mendekati Alya.
“Ini...”Katanya sembari menjulurkan sebuah jubah berwarna abu-abu berkain wolfis khusus dengan renda sutra dengan hiasan bunga-bunga. Begitu indah.
Desi dan Siti melongo. Terpana.
“Kaa..Kaa..Kamu yakin akan meminjamkan jubahmu yang ini...?”Kata mereka berdua bersamaan.
Zul mengangguk mantap.
Desi memicingkan matanya.
“Kalau minjem yang ini boleh?” Kata Desi menunjuk ke arah sebuah jubah berwarna mustard yang terlipat rapi di lemari kaca Alya.
“Iyah... ambil aja....” Kata Zul, baik.
“Kalau yang ini...”Kata Siti menunjuk pada kerudung manik-manik made in Turkey.
“Ambil Aja..”Kata Zul
“Yang ini..?”
“Yang itu...”
“Minta parfumnya...?”
“Nyoba Handbody nya...?”
Wah... Wah... Nglunjak nglunjak... Parah
Akhirnya setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di depan lemari Alya Haidar, layaknya habis belanja di butik internasional, mereka keluar kamar dengan bangga, tentunya dengan barang rampokan mereka. Ya iyalah, gimana gak dibilang ngerampok, yang dibawa sekresek plastik merah besar, kayak sedang bawa barang terlarang hasil rampasan.
Hahaha... Begitulah Alya Haidar Jaman Now. Alya menjadi pribadi yang begitu baik, humble, murah hati, Ringan tangan untuk merelekan barang-barang untuk dipinjamkan bahkan disedekahkan. Walaupun, nilai akademik Alya kini turun, bahkan dibawah rata-rata, tapi Alya malah sekarang memiliki teman yang banyak. Ia bergaul dengan siapa saja.
Tapi dibalik itu semua, satu-satunya orang yang tidak menyukai perubahan pada diri Alya adalah Bela. Kini, Alya tidak pernah mengajak Bela berjalan bersama, mengobrol, curhat, bergosip bersama, bahkan untuk menyanjung si suara emas bersama. Alya amnesia. Dia lupa, kalau biasanya, dia tidak bisa  pergi tanpa Bela. Tidak bisa curhat kecuali kepada Bela. Alya Oh Alya. Bela begitu tersiksa.
“Kamu bukan Alyaku yang dulu... aku merindukan Alya yang sok sok an, yang cuek, yang sombong, yang sering menjatuhkan aku, yang sering mengataiku tolol, yang selalu mengejekku...”Curhat Bela di buku diarynya di suatu malam.
Tepat di malam itu juga, Alya alias si Zul sedang menulis sesuatu di buku diarynya. Tuh kan, tumben-tumbenan si Alya Haidar meluangkan waktunya untuk menulis. Padahal Alya paling bete untuk menulis. Menulis pelajaran aja, biasanya Bela yang nulisin, eh ini nulis curhatan. Paling buku diarinya Cuma berisikan foto foto saja. Tak pernah menulis. Tapi sekarang? ini aneh.
Tak disangka dan tak diduga, si Zul begitu penasaran terhadap sosok pemilik tubuh yang ruh nya kini sedang ditempatinya. Ia begitu terpesona alias jatuh cinta dengan kecantikan wajah ayu Alya. Ia pun menuangkan perasaannya yang diam-diam mulai menyelinap dalam sanubarinya, yang tak bisa ia pendam lebih lama lagi. Akhirnya ia tumpahkan perasaan dalam bentuk sebuah tulisan. Kini Zul dilanda virus merah abu-abu dengan wajah dan tubuhnya yang disemayami oleh rohnya.
Sementara itu...
Salah satu cerita yang dialami oleh Alya selama menjadi Zul yaitu ketika belajar Qiroah kepada salah seorang Qori’ yang memang ditunjuk pondok sebagai pengajar para qori’ dan santri berbakat dalam tilawah dan tartil. Ust. Mu’min namanya. Mau tidak mau, Alya harus mengikuti latihan itu. Soalnya Zul merupakan qori’ handal sebenarnya. Walaupun level ketenarannya kalah dengan seorang Syed Ali Zain. Sebenarnya suara Zul itu dibawah suara Zain. Kalau Zain suara emas, Zul suara perak lah... Hahahaha
Meski kini Zul terlihat lebih feminim, dan semakin dekat dengan si Zain, hal tersebut memang sedikit menimbulkan banyak sualan. Tapi, tetap tidak ada yang tahu. Bahwa Zul yang sekarang, bukanlah si Zul yang asli. Si Zul sekarang terkenal lebih smart dalam bidang akademik, dia bisa menjawab soal yang dilontarkan guru Matematika kepadanya, walaupun, si Zul yang sekarang tidak se alim Zul yang dulu, yang biasanya selalu standby di masjid sholat lima waktu dan sholat sunnah lainnya.
Berbagai macam cara Alya lakukan agar ketika dia disuruh mencoba membaca sebuah ayat materi tilawah, ia bisa menepis dan membual dengan berbagai macam alasan. Lagi serak lah, lagi flu lah, lagi gak ada suaranya lah, gak enak badan lah... dan banyak lagi alasan yang dia karang agar dia tidak disuruh untuk membaca ayat tartil.
Meskipun Zain merasa ada perubahan dalam diri Zul, namun Zain tidak berbicara apa-apa. Zul tetaplah teman Zain. Bagaimanapun itu.
Ya, begitulah  kehidupan mereka. Berhari-hari. Berbulan-bulan. Pada akhirnya, tiba waktu liburan pertengahan tahun. Liburan muludan. Kata orang Madura. Bagaimana kisah mereka di rumah masing-masing? Alya di Bluto dan Zul di Bogor. Yuk... Simak setelah pesan-pesan berikut ini...
>>Next Episode 7.....

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang