TAKDIR Part 9

81 7 0
                                    

Keadaan Zul kembali ke asalnya. Zul yang terkenal dengan ahli ibadahnya, pemilik suara perak dalam tilawah dan si loading dalam setiap pelajaran. Singkat cerita, setelah dia sadar dari pingsannya, Zul kini terbaring di dalam kamarnya. Seorang diri.

Dengan kepala yang masih setengah pusing, dia berjalan gontai menuju lemarinya. Setelah ia membuka lemarinya, aroma lavender membelai hidungnya. Wangi sekali. Bajunya tersusun rapi. Terdapat pula baju koko baru bermacam model dan warna, kaos olahraga baru dan beberapa kemeja panjang. Di lemari bagian atas, tersusun rapi kitab-kitab klasik dan beberapa keperluan mandi. Parfum, tentunya ada. Baunya sangat maskulin.

Zul tersenyum haru.

“Pasti Alya yang melakukannya” kata Zul dalam hati yang tengah bergemuruh.
Zul mengambil buku catatan pribadinya yang berwarna donker. Dan mulai membuka lembar per lembar. Hingga tibalah Zul kepada sebuah halaman yang ia dapati bukanlah tulisan miliknya. Akhirnya, ia mulai membacanya lirih.

Assalamu’alaikum...
Hai,, akhi Zulkifli...
Saya hanya berhusnu ad don pasti ruh kita suatu saat akan dikembalikan ke tempat semula
Dan akhirnya saya menuliskan pesan ini sebagai tanda pekenalan kita
Mungkin kita sama-sama tidak mengerti atas kejadian yang tengah menimpa kita
Namun bagaimanapun itu terjadi, ini semua adalah takdir
Mungkin saya lancang, saya  merasa hina, ternyata takdir melakukan ini semua memiliki gordun tertentu khususnya untuk saya pribadi...
Entah setelah membaca pesan ini, anta mau memaafkan saya atau tidak...
Yang pastinya, saya sudah melakukan kesalahan besar dalam hidup saya yang ternyata berdampak cukup menyakitkan dalam hidup anta

Zul mengernyitkan dahi, lalu melanjutkan bacaannya,

tepat, sekitar 6 tahun yang lalu, sebelum saya masuk pondok Al-Amanah,
dengan tidak sengaja, saya telah menabrak seorang ibu penjual kue basah
entah setan mana yang merasukiku ketika itu, dengan begitu teganya
saya meninggalkan ibu tersebut
maafkan  saya ya akhi, saya begitu jahat...
saya dengan tega merenggut kebahagiaan anta...
ternyata ibu yang saya tabrak adalah ibu akhi...
maafkan...maafkan...
saya sangat menyesal...
saya sangat mengharap pintu maaf dari anta... dan saya rela melakukan apa saja
asal anta memberikan maaf kepada saya
mohon maafkan saya akhi Zulkifli....

Tak terasa, air mata Zulkifli jatuh membasahi pipinya. Kini, hatinya sedang berkecamuk. Dengan membaca surat tersebut seolah-olah membuka luka lama yang telah lama dikuburnya. Di pikirannya, kini hanya ada wajah ibunya yang selalu menasehatinya apabila dia melakukan salah. Tubuhnya melemas.

Dia memukulkan kepalan tangan kepada sebuah lemari kecil milik musahhil kamarnya. Loh loh... kok malah lemari musahhilnya yang jadi korban.....ckckckck

***

Berhari-hari hidup mereka berdua dalam kebimbangan dan ketidakteraturan. Mereka berdua sering melamun dan enggan diajak bicara. Yang satu, merasa bingung memikirkan bagaimana reaksi seseorang yang telah direnggut orang terkasihnya, yang satunya, bingung memikirkan masa lalu dan masa depan yang akan dihadapinya. Hingga pada akhirnya, waktu lah yang menjawab semuanya.

Malam itu, hujan deras di Pondok Pesantren Al-Amanah. Mengetahui turunnya hujan, Alya dan Zul sama-sama keluar kamar tak beralaskan kaki. Entah arahan dari siapa, mereka berdua melakukan hal yang sama. Tak lama, petir menyambar. Keduanya bergetar hebat. Dan seperti biasanya, mereka pingsan dan dibawa ke klinik depan pondok.

Mereka terbaring di ruangan berbeda dengan hanya dibatasi sekat dari triplek. Keesokan paginya, sekitar jam 09.00 mereka sama-sama tersadar. Dengan nafas yang sama-sama memburu. Mereka mulai mencari celah diantara triplek.

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang