Hitam sama sekali bukan warna kesukaanku. Semenjak hari itu, kebencian ku terhadap hitam, semakin menjadi. Warna-warni hidupku lenyap begitu saja, tanpa pamit, tanpa berkabar. Aku benci.
Semua suara mengasihani, menangis, tertawa, marah, tanpa dapat ku tau apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang mereka ucapkan hanyalah omong kosong, hampa. Tak ada yang berarti.
Tak dapat ku mengerti, kenapa kebahagiaan begitu cepat terenggut. Tertawaan waktu seperti mengejek, helaan napas terdengar pilu. Semua suara semakin membuat otakku ingin meledak. Suara-suara itu bersatu padu membentuk harmonisasi yang memecahkan gendang telinga. Aku tersiksa dengan ini.
Tak ada teman, orang terkasih yang hanya bisa berkata lembut seperti terpaksa karena kasihan. Kata-kata penyemangat busuk, yang tak ku terima sebelum kejadian memilukan itu.
Muka dua!Aku tahu mereka hanya mengasihani inderaku saja! Tak lebih! Hitam kembali mendominasi, gelap. Tak ada satupun yang dapat terlihat.
Mata hati seperti tertidur, tak ada cahaya yang mampu menerangi. Semuanya hitam. Aku benci. Apapun tentang hitam.•••
“(Y/N)? Bisakah kau temani Ayah ke kantor sebentar? Hari ini ada acara yang mengharuskan untuk membawa anak ke kantor. Apa kau bersedia? Adikmu masih latihan basket di sekolahnya, sungguh tidak mungkin aku memaksanya untuk menemani ku, kan?” ujar Ayah tiriku dengan lembut. Tangan besarnya membelai lembut rambut (h/c) milikku.
Rasa aman dari seorang Ayah yang ku dambakan sedari kecil. Ibu memang benar-benar mencarikan ku seorang Ayah yang sangatlah baik. Untuk gadis remaja seusiaku, ia merupakan sosok Ayah yang benar-benar bertanggungjawab.
“Tentu saja Otou-san!” jawabku girang. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengambil dress terbaikku dan memakai heels warna peach yang senada.
Kalau bertemu cowok, biar gak gengsi, ehehe…
Sesampainya di kantor Ayah, dapat ku lihat, banyak teman-temannya yang berbalut jas hitam yang keren. Mereka juga membawa anak-anaknya seperti yang Ayah bilang padaku. Rata-rata mereka seusia ku, dan mungkin ada yang lebih muda dariku. Lalu, dapat terlihat, ada pemuda seusia yang memperhatikan sejak tadi.Jas warna maroon yang berbeda, dimana orang lain menggunakan warna hitam, ia seperti mencolok. Rambut setengah pirangnya yang tersisir rapi merenggut perhatian. Aku meminta izin pada Ayah untuk ke toilet, padahal sebenarnya hanya untuk menguntit pemuda itu keluar ruangan.
Aku mengikutinya sampai di ujung tangga darurat.
“Sial! Dia melihatku!” ujarku panik.
Saat berbalik dan ingin kabur…
“Mmmmppphhhh!!!!!”
Aku ingin berteriak, namun tak kuasa. Mulutku dibekap seorang pria berbadan besar dengan kain lap agak basah yang ku yakini ada zat aneh didalamnya yang akan membuatku pingsan. Aku tidak bodoh!
Aku berbalik dengan mudah, lalu menendang bagian sensitif orang itu yang ternyata juga berjas hitam dengan mata tajam. Sepertinya aku lupa dengan pemuda berjas maroon. Ia berada di depan dan menendang perut ku dengan leluasa.
Aku beringsut kesakitan memegangi perut yang seperti ingin pecah, ditindih oleh sepatu pantofel tebal miliknya.
“Diam, dan ikuti perintahku, jalang.” Katanya dingin. Sebenarnya orang ini siapa?! Aku hanya ikut dalam acara kantor Ayah, itu saja! Kenapa dia sewot sekali? Tidak pernah ikut pesta, ya?!
“Lelaki brengsek!” aku bangkit dan mencekiknya. Namun, sepertinya terlupa. Aku hanyalah seorang gadis kecil. Ia mendorong badan mungil ini hingga terjatuh dari tangga yang mungkin tingginya lebih dari 4 meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost || Haikyuu X Reader
Fanfiction• one shoot • {BAHASA INDONESIA} [Sensitive content - 16+ allowed] "Don't cry infront of them, please just fight back the tears. Please, just don't let them see me cry." • • • An absurd fanfiction written by Vyaschelav 🍵 • • • || WARNING ! || • Mor...