DEF 3 ~ I'am a nerd, they're a populars

10.2K 950 9
                                    

◈◈◈

Kafe itu tidak terlalu besar, terletak di tengah-tengah bangunan yang merapat di setiap pingir jalan. Di depan pintu masuk pintu itu, terdapat sebuah gantungan berwarna putih dan berbentuk persegi panjang dengan tulisan OPEN tercetak jelas berwarna hitam. Kebanyakan dinding kafe itu tidak dilapisi tembok, melainkan kaca tebal yang sengaja ditempeli berbagai macam stiker serta ornamen menarik yang hampir keseluruhannya berwarna cokelat.

Kafe itu tidak terlihat ramai, tidak juga terlihat sepi. Hanya beberapa anak muda yang sekedar ingin bersantai atau sekedar mengerjakan tugas mereka dengan meminjam wifi gratis kafe yang kebanyakan datang mengunjungi.

"Assalamu'alaikum."

Wanita yang berjilbab hitam yang mengenakkan celemek berwarna kuning itu, menoleh. Ia, mencuci tangannya yang penuh dengan adonan, kemudian berjalan mendekati putrinya yang sedang mengaitkan tasnya pada salah satu tembok yang dipasangi paku.

"Wa'alaikusalam. Makan dulu, Kak."

Safaa mengangguk sambil tersenyum. Gadis itu, kemudian duduk di kursi meja makan yang tersedia di dapur kafe. Ia, membuka tudung saji yang ada di meja, dan menemukan makanan kesukaannya sudah tersaji di sana. Ah, Mama memang selalu memberikan yang terbaik untuknya. Safaa akhirnya hanya mampu tersenyum sambil dengan semangat memakan makanannya. Ia, menatap pada Mama yang sedang sibuk membuat roti dengan tangan yang sudah dipenuhi oleh adonan.

Sambil memakan makanannya, Safaa terdiam sambil matanya menatap Mama dengan pandangan sayu. Kasihan sekali Mamanya itu, ia harus bekerja sendirian untuk membiayai Safaa dan adiknya, Ashifa. Kadang, Safaa berpikir. Andai saja kalau ia mampu menggaji seseorang untuk bekerja membantu Mamanya, pasti akan Safaa lakukan. Setidaknya, dengan adanya pegawai, Mama tidak akan terlalu lelah mengerjakan semuanya sendirian. Sayangnya, semua itu hanya seandainya, karena pada kenyataannya bayangan kata andai tidak semudah itu.

"Sini Ma, Safaa bantuin," ucap Safaa sambil berjalan mendekat ke arah Mamanya yang sedang sibuk membuat adonan, rupanya ia sudah selesai makan. "Mama mau jualan roti lagi?" tanya Safaa sambil menatap Mamanya.

Mama tersenyum tipis sambil menggeleng. "Enggak kok. Beberapa hari lagi kan ulang tahunnya anak Mama yang cantik ini. Jadi, spesial Mama bikin sendiri kuenya," jawab Mama ceria.
Mendengar itu, Safaa tak kuasa lagi menahan senyumnya. Benar sekali, dua hari lagi Safaa ulang tahun. Dan hadiah terbaik yang akan selalu Mama berikan ketika ia ataupun Ashifa berulang tahun, adalah kue bolu yang dibuat oleh Mama sendiri. Kue bolu terlezat yang kelezatannya melebihi kue-kue mahal yang biasa dijual di restoran. Safaa akan selalu bahagia ketika ia mendapatkan lagi hadiah itu.

"Safaa sayang Mama," ucap Safaa sambil sambil tiba-tiba memeluk Mama yang hanya tersenyum dibuatnya.

"Mama jauh lebih sayang sama Safaa," balas Mama yang membuat Safaa semakin mengeratkan pelukannya.

"Cie akur."

Safaa dan Mama sontak menoleh, dan mendapati seorang gadis berseragam putih biru sedang berdiri di ambang pintu dengan tas ransel yang kini dipeluknya. "Seneng deh liatnya," lanjut Ashifa.

Safaa dan Mama hanya terkekeh pelan. Hal lumrah yang selalu mereka lakukan ketika berada di situasi tertentu. Ashifa berjalan menaruh tas ranselnya di meja makan. Ia, kemudian ikut mendekat ke arah Kakak dan Mamanya, dan tiba-tiba saja ikut memeluk keduanya.

"Kak Safaa udah punya pacar belum?" tanya Ashifa tiba-tiba saja yang membuat Safaa sontak langsung meringis. Bagaimana ia mau punya pacar? Jika di sekolah saja ia selalu menjadi bahan bullyan teman-temannya?

"Kakak nggak pacaran deng," ucap Safaa sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mendadak, ia merasa tidak laku. Hihi.

Mendengar itu, senyum rese terbit dari bibir mungil Ashifa. "Yaudah, di luar banyak Kakak-kakak ganteng tuh Ka, gangguin gih sana!" titah Ashifa rese.

DEFENDER [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang