9 amor ; fighting

1.4K 224 14
                                    

[Yoongi pov's]

---

"Taehyungaa.."

Nama itu entah kenapa selalu terdengar di telingaku.

Kenapa nama itu selalu terucap dimana-mana?

Kenapa semua orang selalu memanggil nama Taehyung. Bahkan aku sangat jarang menyebut namanya, selain dalam hatiku.

Mereka dengan mudah meyebut nama itu, bahkan dengan berbagai nada.

Sekarang nama itu terdengar dengan riang gembira.

Dari dalam kelas, keluar kelas, ke kantin, pulang sekolah dan bertemu di jalan.

Jimin.

Dialah orang yang selalu memanggil Taehyung seolah Taehyung adalah sebagian dari dirinya yang telah hilang sejak lahir. Entah kenapa menjadi mengganggu menurutku.

Kutarik baju Taehyung untuk memastikan, apakah dia akan memilihku atau pergi.

Kami sudah siap untuk pulang sekolah saat itu.

Taehyung menyentuh tanganku meyakinkan bahwa, tidak apa. Hanya sebentar.

Ya aku juga melihat dia hanya sebentar dengan Jimin di depan kelas sebelum akhirnya pria kecil dengan pipi memerah saat tersenyum itu berlalu pergi.

Aku tidak bertanya apapun, tapi seperti Taehyung, dia selalu memberi tahuku tanpa kusuruh.

"Dia ingin minta bantuanku lagi untuk persiapan di kuilnya. Kau ingat kan untuk datang kesana?"

Taehyung menatapku seolah aku tidak akan datang.

Aku akan datang jika kau datang bodoh.

Aku hanya berlalu melewatinya duluan keluar kelas.

Dia tersenyum melihat tingkahku yang sepertinya sudah biasa untuknya.

Kau tau kan aku hanya bersikap cuek denganmu, tapi sebenarnya aku sangat ingin perhatian darimu.

Bodoh Taehyung.

Kapan kau akan sadar.








.
.
.
---

Sore hari Taehyung pergi ke kuil keluarga park. Dia kali ini sendirian tanpa ditemani Jin yang sedang berlatih Violin untuk ikut lombanya yang sebentar lagi diadakan.

Taehyung mungkin secara tidak langsung menjaga jarak pada Jin dengan alasan tidak ingin mengganggunya.

Pada dasarnya ia hanya tidak ingin memberi perhatian lebih karena ia tidak ingin memberi hatinya untuk orang lain saat ini. Terlebih karena Yoongi memintanya.

Taehyung sadar ia sedang membersihkan halaman utama dimana acara akan berlangsung dengan para petuah yang hadir.

Beberapa pelayan juga berada disana begitupun dengan Jimin.

Ia terlalu larut dalam lamunannya sampai dia tidak sadar bahwa Jimin disampingnya memandanginya dengan senyuman manis yang ia lakukan.

"Oh Jiminie."

"Apa yang kau lamunkan?"

Sunguh Taehyung tidak ingin berbicara tentang apa yang ia lamunkan.

"Apa kau sudah selesai berlatih?"

Si periang Park yang sambil menunjukkan latihan menarinya yang tiba-tiba di tunjukkannya depan Taehyung membuat sosok itu terlihat menggemaskan bagi Taehyung.

"Bagaimana?"

Ya itu terlihat bagus melihat cara Taehyung yang bertepuk tangan dengan penampilan singkat Jimin untuknya.

Mereka duduk di pinggiran ruang sembari memangdang daun jatuh berhembus.

Hari persembahan dari kuil Jimin telah dilakukan bertahun-tahun dan diturunkan selama beberapa generasi untuk menyambut musim panas. Sebagai doa karena sudah diberi kesempatan dimusim panas dan berharap diberi keberkatan juga di tahun ini.

Kali ini Jimin akan melakukannya lagi.

"Aku berharap aku bisa melakukannya dengan baik."

Wajah Jimin menjadi tegang yang terlihat dari manik Taehyung tiba-tiba.

Ia tidak beralih dari menatap arah depannya.

Sosok pria tinggi yang sangat berwibawa datang dengan seorang yang berpakaian serius serba hitam seolah mengawal pria didepannya.

"A-ayah."

Oke, sekarang Taehyung tau siapa dia.

Butuh beberapa waktu untuk meninggalkan mereka berdua membahas apa yang akan dilakukan Jimin esok hari.

Taehyung tidak bisa mendengar apapun karena ia terhalang sang pengawal untuk menguping.

Tapi ia dapat melihat dari sedikit celah dari bilik itu.

Jimin terlihat takut dan hampir menangis.

Jimin yang selalu ceria itu ingin menangis? Kenapa?








.
.
.

[Jimin pov's]

---

Aku tidak ingin mengeluarkannya, kumohon bertahan lah.

Air mataku bertahanlah.

Kalah, aku kalah.

Ayahku keluar tepat air mataku jatuh membasahi lantai.

Ia pergi saat setelah berucap hanya untuk mengingatiku agar tidak melakukan kesalahan sedikitpun seperti dahulu. Ayahku tidak ingin menanggung malu karena kesalahanku. Ia akan memarahiku dengan sangat kejam. Bahkan ucapannya begitu kasar saat itu.

Apa tidak ada hal lain yang bisa ia ucapkan sebelum hari-H? Kenapa dia bahkan tidak memelukku dan menyemangatiku.

Aku anaknya kan?

Aku terduduk dilantai saat sosok yang seharusnya tidak melihat titik kelemahanku saat ini dari luar pintu.

Tidak ada lagi yang bakal melarangnya untuk melihatku.

Aku begitu lemah.

Taehyungaa.. aku si periang Park Jimin yang kau tau adalah seorang pecundang yang bahkan tidak punya nyali untuk mendongakkan kepala ke keluarga sendiri.

Kau pasti tertawa dalam hatimu, hal tidak terduga dari seorang Jimin kau mengetahuinya.

"Kau bisa pulang Tae, sampai berjumpa besok." Aku menyuruhnya saat itu.

Kututup pintu agar dia tidak melihatku yang akan siap menangis kuat untuk menghilangkan kekesalan dan stressku hinggat tertidur.

Tapi tidak. Dia tidak pergi.

Dia menungguku hingga aku terbangun karena lelah menangis.

Aku mendapatinya masih di depan pintu sore itu.

"Semangat Jimin. Kau tau kau bisa melakukannya. Percaya pada dirimu sendiri."

Ucapan itu, hanya ucapan itu yang mampu membangkitkan semangatku lagi kali ini.

Taehyungaa.. kenapa kau begitu baik? Kau selalu berhasil menyentuh sesuatu yang aku sembunyikan. Kau membuatku jatuh cinta padamu lagi kali ini.

Apa aku pernah berkata bahwa aku menyukainya?

Maka kali ini aku dengan yakin dan berani mngucapkannya.

Aku akan mengucapkannya saat setelah acara.

Aku menyukaimu Taehyungaa.

Tbc~

AMORIS AMA | kth x myg ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang