Diantara Rinai Dosa

5.2K 309 21
                                    

"Kamu tega, say. Kamu tau kan aku suka sama mas Umar." Lisa terlihat cemberut.

Arinda merasa bersalah. Lisa adalah sahabatnya, sejak kecil selalu bersama. Sudah seperti adik baginya.

"Aku ...." Arinda merasa tenggorokannya seperti tercekat, ia bingung harus berkata apa.

Lisa mulai terisak," aku suka Umar. Dia sosok lelaki impianku."

Arinda memeluk sahabatnya yang menangis sesunggukan.

"Maafin aku, Lisa. Tapi, pak Umar memang melamar ku. Dan aku ...."

Lisa mengurai pelukan Arinda," kamu juga suka sama dia?" Lisa melemparkan pandangan sengit kepada Arinda.

Sepi. Hanya terdengar suara anak- anak bermain gobak sodor di pekarangan. Arinda diam.

"Sudahlah," Lisa bersandar di kepala ranjang."Lagi-lagi harus terima kenyataan, selalu kamu yang dipilih. Dulu Dony, sekarang Umar ...." Lisa menangis lagi.

Arinda hanya bisa memandangnya dengan rasa iba sekaligus bersalah. Ya, dulu Lisa juga suka dengan Dony. Sampai ia rela memakai jilbab, demi menarik perhatian Dony. Bertahun- tahun menjadi sahabatnya, aku tidak pernah berhasil membujuknya mengenakan jilbab. Begitu jatuh cinta, dia langsung mengenakan jilbab. Ya, walau alasannya kurang bagus, demi mendapat perhatian Dony. Tapi, sudahlah. Bersyukur sampai sekarang tetap berjilbab, walau tidak selebar jilbab ku.

Tiba-tiba, ketika wisuda selesai. Dony justru melamar ku. Lisa sempat kesal, dan marah. Tapi kemudian dia pasrah dan menerima kenyataan. Dan kali ini, hal serupa terjadi lagi. Apa aku harus mengalah?

"Lisa...." Arinda duduk di pinggir ranjang.

"Aku gak pa-pa kok," Lisa mengusap air matanya dengan telapak tangannya."Aku cuma mau ngeluarin rasa kesal ku aja. Sekarang sudah lega, jadi ya sudah....Aku akan baik- baik saja." ujar Lisa dengan suara parau.

"Aku minta maaf. Tapi, aku belum menerimanya. Jadi..."

"Gak usah pikirin aku. Toh kamu tolak atau gak, Umar gak mau juga sama aku." kata Lisa membuat Arinda semakin iba padanya.

"Ya sudah, aku mau pulang dulu." Lisa beranjak dari ranjang, mengambil tasnya di meja rias Arinda. Lalu mengucapkan salam dan pergi.

Arinda termangu. Memikirkan Lisa,dirinya dan Umar.

-------------------

"Dengerin aku," Desi memasang wajah serius. Arinda diam.
"Terkadang, sesekali kita perlu egois."

"Maksud kamu?" Arinda belum paham dengan ucapan Desi.

"Ya, egois. Gak usah mikirin orang lain, masa bodoh. Pokoknya cuma mikirin diri mu saja.  Kebahagiaan kita, mengabaikan sejenak perasaan orang lain. Buat apa kamu ngalah, tapi ujing- ujungnya kamu menderita. Dan orang yang memilih mu, juga menderita. Bukannya justru kamu egois jika memaksanya memilih wanita yang gak dia suka. Dan kamu tanpa sengaja bakal nyiksa teman kamu juga, karena hidup dalam cinta yang bertepuk sebelah tangan. Karuan sekarang, dia sakit. Ketimbang nanti sakitnya lebih dalam lagi." Jelas Desi.

Arinda hanya tersenyum mendengarkan nasehat Desi.

"Kenapa, bingung ya. Sama, aku juga bingung barusan ngomong apa sih...hahaha," Desi tergelak.

"Oke, makasih ya."

"Makasih apa?" Desi bingung.

"Nasehatnya barusan."

"Hah, itu ngaco aja,Rin...." Desi tertawa lagi.

Arinda meletakan mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari.

Diantara Rinai Dosa (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang