8. #Balutan lara

309 25 3
                                    

Happy reading!
-Rainfall-

***

"Eh, Resya. Jangan keluar dulu!"

Resya tersentak kaget mendengar suara setengah bentakan yang dituju padanya barusan. Resya yang sedang mengikat sepatunya diambang pintu bangkit lalu menoleh ke belakang.

Tepat di hadapanya sudah berdiri sosok Tiara dengan tatapan tidak menyenangkan.

"Sya, lo tuh sadar gak sih, ini udah dua bulan lo gak bayar uang kas kelas. Mau bayar kapan?" cerca Tiara tajam. Yah, gadis yang bernama Tiara dengan paras cantik dan bertubuh lebih besar dari Resya, ia adalah bendahara kelas.

Resya cukup sadar kalau ia susah nunggah uang kas cukup lama. Ia pasti akan membayarnya. Tapi tidak untuk sekarang, jangankan untuk membayar uang kas hari ini, untuk ongkos pulang saja Resya tidak terfikir bagaimana caranya.  Gadis itu mengambil nafas dalam. "Besok gue lunasin, yah Ra. Sekarang gue buru-buru." ujar Resya dan berniat segera pergi. Namun, belum juga langkahnya bergerak Resya menghentikan langkahnya mendengar sebuah penuturan.

"Buru-buru? Bilang aja lo gak punya uang. Dasar gak punya malu."

Mendengar ucapan sinis Tiara barusan, Resya menghentikan langkahnya menoleh menatap Tiara di belakangnya. Gadis itu memasang wajah mengejek, begitupun dengan anak-anak lain. Mereka semua memusatkan perhatiannya pada Resya.

"Punya mulut tuh dijaga, besok gue lunasin semua tunggakan kasnya, dan selebihnya itu urusan gue jadi lo diem aja." tandas Resya tak kalah tajam. Ia langsung melangkah keluar dari kelas yang mulai terasa pengap itu.

Mereka semua memang tak tahu bagaimana kehidupan Resya, makanya mereka bisa berkata demikian. Memang apa lagi yang bisa mereka lakukan, selain mengejek dan dikucilkan, untuk Resya itu sudah biasa. Gadis berkulit putih dengan sepatu hitam menghentikan langkahnya di bangku taman dekat ruang eskul musik. Ia menyeka cairan bening hangat disekitar matanya.
Menarik nafas dalam dan tersenyum.

"Resya,"

"Eh, lo Ki. Gue kira siapa, ngapain lo di sini?" tanya Resya lada Riski yang berdiri di  belakang bangku tempat ia duduk.

"Harusnya gue yang nanya, lo ngapain jalan marung kaya tadi? Ah, lupa lo emang galau tiap hari, yah?" Riski tertawa garing, sedangkan Resya hanya menatapnya jengkel.

"Mending lo ikut gue, yuk?" tawar Riski pada Resya.

"Kemana? Terus lo sendiri belum jawab pertanyaan gue, lo kenapa disini?"

"Oh, gue kan abis ngurus absen tadi di kantor. Udah ikut gue aja, yuk ke ruang musik!" Riski menarik pergelangan tangan Resya menyuruh gadis itu bangkit dari duduknya. Tapi Resya masih enggan.

"Ngapain ke situ, emang?"

"Katanya lo udah lama gak main biola lagi, dan sekarang gue mau ajak lo main itu. Mau kan? Lo harus, mau!" lagi-lagi pergelangan tangan Resya ditarik
Riski. Resya berusaha melepaskan karena ia enggan mengikuti ide gila Riski barusan. Namun, tak sengaja ia menangkap sosok kakak kelasnya Nada berserta dua orang temannya berjalan mendekat kearahnya.  Resya memang tak yakin kalau Nada memperhatikannya dari jarak sejauh ini, hanya saja Resya merasa enggan berurusan kembali dengan kakak kelas satu itu. Akhirnya, ia memilih mengikuti kemauan Riski saja.

RainfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang