12.#Broken

295 19 3
                                    

Gue memang gak pinter bahas soal cinta, tapi kalau disuruh pilih antara broken heart dengan  broken home, gue lebih milih rasain broken heart, deh.
-Reza Refkal Langit

-Rainfall-  


Dari kejauhan Resya dapat melihat kedua orang tuanya tepat sedang memperhatikannya.  Dari tatapan keduanya, Resya dapat mengartikan keterkejutan mereka. "Resya!" teriak Asad begitu keras lalu pria itu dengan cepat berjalan berjalan ke arahnya.

"Kamu ngapain, kenapa jam segini kamu keluar sekolah? Hah!?" pertanyaan Asad keluar dengan begitu keras. Bahkan Resya tak sanggup lagi menatap mata tajam Asad, ia hanya tertunduk.

"Resya, jawab! Kamu bolos sekolah? Apa dia yang ngajak kamu seperti ini, hah?" Asad menunjuk Rizky yang berada di sebelah gadis itu.

"Bukan gitu, Pa. Kita gak bolos, ini semua karna Resya. Dan kalian juga gak akan peduli sekalipun aku kasih tahu, kan?"

"Resya! Bukan karena kami tidak peduli, kamu bisa bertingkah seenaknya seperti ini. Ingat, papa gak suka kalau kamu ikut pergaulan diluar dengan pacaran, apalagi sampai bolos seperti ini." Dada Asad naik turun seolah telah mengeluarkan emosinya.

Beberapa bulir hangat mulai mengalir dari mata Resya. Tubuhnya ngemetar, namun sebuh genggaman berhasil menetralkannya. Rizky dengan lembut menggenggam tangan gadis itu, memasukkan jemarinya di sela jari mungil Resya.

"Kenapa gak kasih tahu aja, sih?" bisik Rizky. Namun Resya hanya menggeleng pelan. Gadis itu sebenarnya masih takut dengan tatapan Asad padanya. Di tambah lagi, raut ibunya yang diam tak bisa dibaca.

Keadaan cukup lama hening. Hingga Marlina angkat suara. "Udah, Mas. Kita udah terlambat ini. Lagian Resya udah pucat gitu."

Tatapan Asad kini terfokus pada Resya. Tatapannya sangat tajam, membuat Rizky juga ikut tak nyaman. "Resya! Masuk ke dalam!" titah Asad tak terbantahkan. "Tapi, Pa." sedang Resya masih ingin tetap di sini. Kalaupun ia masuk, tentu bersama Rizky yang telah mengantarnya. Bukan apa-apa, ia hanya khawatir papanya akan berbuat hal yang pada Rizky.

"Resya," panggil ibunya lembut. Dan gadis itu cukup terkejut mendengarnya. Ini adalah panggilan yang selalu Resya rindukan. Mungkin terakhir kali ia mendengarnya saat ia masih di taman kanak-kanak, sebelum akhirnya berubah dingin. Dan, akhirnya Resya melepas genggaman tangannya, berusaha menuruti.

Resya beranjak pergi, menyisakan Rizky bersama orang tuanya. "Kamu! Siapa kamu, hah? Sudah berani pegang-pegang anak saya. Kalau kamu tidak mau berurusan dengan saya, saya harap kamu jauhi anak saya. Atau lebih mudah lagi, jangan bawa anak saya pengaruh buruk! Dan, lebih baik kamu kembali pulang." setelah berucap, Asad langsung melangkah masuk ke dalam mobil, diikuti Marlina dari belakang. Dan tak lama, mobil itupun berlalu pergi dengan cepat.

Tinggallah, seorang cowok dengan tubuh tinggi yang masih memakai seragam sekolah sendiri. Sebenarnya, ia juga bingung tentang keluarga satu itu. Sejenak lelaki itu menatap nanar rumah besar putih dibalik pagar. Mungkin lebih baik, membiarkan Resya istirahat dulu sebelum nanti ia mempertanyakan semuanya.

***

Resya berjalan tertatih, berusaha masuk ke dalam rumahnya. Tepat sebelum ia mengulur tangannya ia membuka pintu, namun pintu besar itu sudah terbuka dari dalam. Wajahnya yang semula tertunduk kini mendongkrak menatap bi Ina di hadapannya.

"Non, Esya kenapa? Kok bisa pucat begitu?" tanya wanita itu. "Oya, masuk dulu Non. Ayo!" sambungnya lagi dengan lembut. Wanita itu menuntun anak majikannya berjalan masuk ke dalam.

RainfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang