01

2.9K 150 10
                                    

BAHAGIA ITU SEDERHANA.

CHO KYU Hyun sering kali mendengar lontaran kalimat tersebut. Setiap manusia memiliki ukuran masing-masing untuk menyebut diri mereka dalam keadaan bahagia 'kan? Dari hal paling sederhana sekalipun. Apalagi anak-anak, memang menyukai hal-hal sederhana, namun mampu membuat tertawa lepas dan nyaman berada di antara orangtua mereka.

Kyu Hyun adalah laki-laki dewasa yang usianya telah menginjak kepala tiga. Di usia ini apa ia pantas menyebut dirinya bahagia? Untuk ukurannya sendiri, Kyu Hyun akan mengatakan iya. Kyu Hyun sudah memiliki keluarga kecil ketika usianya berada di tahun perak. Kyu Hyun menikahi seorang wanita yang cantik dan baik. Juga telah dikaruniai seorang putri buah cinta mereka.

Keluarga kecil Kyu Hyun tinggal di sebuah apartemen sederhana di pinggiran Seoul. Meskipun begitu, sebenarnya Kyu Hyun adalah seorang putra dari konglomerat dan merupakan pewaris satu-satunya perusahaan sang ayah, namun hal itu tidak membuat ia ingin hidup dalam gelimpang harta.

"Ayah!" teriak sang putri, baru saja keluar dari kamar bermain miliknya. Cho Hyun Hwa, bocah berusia lima tahun itu membawa sebuah buku gambar dan empat buah krayon dengan warna berbeda.

"Em ...." Kyu Hyun berdeham. Koran yang semula menutupi wajahnya diturunkan sampai ia melihat Hyun Hwa.

Sesaat setelahnya Kyu Hyun pun tertawa. Hyun Hwa memang sering kali melakukan hal-hal yang menggemaskan. Sekujur tubuh putrinya yang manis itu penuh dengan coretan krayon. Benda berwarna tersebut juga tampak mengotori pakaian dan kuku-kuku mungilnya.

"Apa yang kau lakukan em?" tanya Kyu Hyun sambil mengelus sayang puncak kepala Hyun Hwa.

"Mewalnai. Bunga melah. Cantik sepelti Ibu," ucap Hyun Hwa. Tangannya mewarnai setangkai bunga menggunakan salah satu krayon yang dibawa tadi.

"Hyun Hwa yang manis ... aigoo, apa yang terjadi pada putri Ibu? Hah ... Hyun Hwa kotor sekali," dengus istri Kyu Hyun, Choi Hwa Yeon, yang baru saja keluar dari ruang mencuci. Napasnya berembus panjang saat melihat Hyun Hwa begitu berantakan. Wanita yang usianya terpaut dua tahun lebih muda dari Kyu Hyun itu segera duduk di sebelah sang suami.

"Hati-hati, sayang. Kau bisa melukai adik Hyun Hwa nanti," ucap Kyu Hyun khawatir. Dia membantu Hwa Yeon untuk duduk di sofa. Tangan wanita itu pun masing-masing memegangi perut besar serta pinggangnya.

"Em ... aku mengerti," sahut Hwa Yeon mengulas senyum.

"Ayah! Ibu!" pekik Hyun Hwa. Bocah itu menunjukkan buku gambar pada keduanya.

"Apa ini?" tanya Kyu Hyun saat melihat gambar yang ditunjukkan oleh Hyun Hwa. Di sana terdapat empat tangkai bunga. Yang paling tinggi diberi warna biru, kemudian satu senti lebih pendek diberi warna merah. Sementara dua tangkai pendek-pendek masing-masing diberi warna merah muda serta biru muda.

"Ini Ayah. Ini Ibu. Ini Hyun Hwa dan adik kecil," kata Hyun Hwa menjelaskan.

"Kenapa kau mewarnai bunga kecil ini dengan warna biru muda?"

"Dia adik laki-laki yang manis sepelti Dae Ha," jelas Hyun Hwa.

Kyu Hyun menaikkan alis. Dia menoleh ke arah Hwa Yeon. Raut wajahnya seperti bertanya siapa anak yang dimaksud oleh Hyun Hwa.

"Dia anak tetangga sebelah," sahut Hwa Yeon setengah berbisik.

"Aaa ... tentu! Hyun Hwa pasti memiliki adik manis seperti Dae Ha nanti," timpal Kyu Hyun, lagi-lagi mengelus pelan puncak kepala putrinya. Hyun Hwa dengan senyum kembali ke dalam kamar bermainnya.

"Kau ada kelas hari ini?" tanya Hwa Yeon.

Kyu Hyun mengangguk. "Satu anak baru masuk hari ini. Aku akan mengantarmu ke toko setelah memandikan Hyun Hwa," katanya sambil bangkit dari posisi duduk.

Namun, tangan Hwa Yeon menahan Kyu Hyun. "Biar aku saja yang memandikan Hyun Hwa. Nanti kau terlambat. Lagi pula aku bisa pergi ke toko bersama Hyun Hwa."

Kyu Hyun mengulas senyum. Dia bersimpuh di hadapan sang istri. Tangannya mengelus-elus perut Hwa Yeon yang membuncit, kemudian memberi sebuah kecupan sayang di sana.

"Aku ingin menjadi suami yang baik untukmu. Kau sedang hamil. Aku tak ingin terjadi sesuatu padamu dan bayi kita. Bukankah kita hanya perlu menunggu satu bulan lagi untuk kehadirannya? Aku tak ingin penantian kita sia-sia, Choi Hwa Yeon."

"Tetapi, sayang ...."

"Ayah mertua akan memarahiku kalau tak menjaga putrinya dengan baik," potong Kyu Hyun cepat. "Baiklah. Sementara aku mengurus Hyun Hwa, kau berkemas saja. Oke, Nyonya Cho?" Kyu Hyun mengacak pelan rambut Hwa Yeon dan meninggalkan sebuah kecupan di dahi.

***

Lonceng berdenting menandakan seseorang telah memasuki toko. Seorang gadis di belakang sebuah meja segera menghampiri keluarga Kyu Hyun begitu menyadari mereka datang.

"Selamat pagi," sapa gadis itu. "Halo, Hyun Hwa." Dia melambaikan tangan pelan pada Hyun Hwa yang tersenyum. Gadis cilik itu tampak melingkarkan tangannya di leher Kyu Hyun. Wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher sang ayah, malu-malu.

"Pagi-pagi rupanya kau sudah di sini, Cho Min Young," kata Kyu Hyun dengan nada setengah sinis.

"Hey, Kak! Kau diam saja huh! Aku di sini untuk membantu Kak Hwa Yeon. Bukan begitu Nyonya Cho?"

"Ha ha ha ... kalian ini. Apa kalian tak bisa akur hanya untuk sehari saja?"

"Tidak/Tidak," sahut Kyu Hyun dan Min Young bersamaan.

"Memangnya kau tak ada kuliah pagi ini?" tanya Kyu Hyun. Mereka pun masuk secara beriringan ke dalam ruangan utama toko. Mendekat ke arah meja yang dipenuhi ratusan tangkai bunga mawar yang dipotong tangkainya.

"Hari ini aku kuliah sore. Lagi pula toko bunga kita punya banyak pesanan untuk ballroom di perempatan sana. Aaa ... apa Kak Hwa Yeon tahu? Mempelai pria di sana sangat tampan," jelas Min Young. Dia mengeluarkan suara manis yang menurut Kyu Hyun menjijikkan. Kedua tangan sepupunya itu berdekapan di depan dada, sambil membuat ekspresi membayangkan sesuatu yang indah.

"Makanya kau cepat-cepat cari calon," celetuk Kyu Hyun.

"Dasar! Tidak ada hubungannya dengan hal itu, tahu!" umpat Min Young mengerukutkan bibir. "Dan lagi aku masih kuliah. Aku juga tidak ingin me-ni-kah-mu-da." Ia mendelik pada Kyu Hyun. Tentu saja Min Young sedang menyindir kakak sepupunya yang menikah di usia muda itu. Bahkan saat itu Hwa Yeon belum merampungkan kuliahnya dan sudah mengandung Hyun Hwa.

"Astaga .... Hyun Hwa-ya, jangan dengarkan apa pun yang dibicarakan Ayah dan Bibimu em?"

Hyun Hwa mengangguk menurut. Bocah itu memang kerap kali berada dalam situasi rumit antara Kyu Hyun dan Min Young. Untung saja Hyun Hwa tidak pernah mengerti apa yang mereka bicarakan. Namun tetap saja, Hwa Yeon merasa takut kalau suatu saat nanti Hyun Hwa akan meniru sifat seperti itu dari Kyu Hyun ataupun Min Young.

"Sayang, bukankah kau harus ke tempat latihan?" tanya Hwa Yeon mengingatkan. Wanita itu juga berniat menghentikan perseteruan tidak penting di antara si suami dan si ipar.

"Ah iya, kau benar. Hampir saja aku lupa. Kalau begitu, Hyun Hwa di sini bersama Ibu dan Bibi, oke?" Kyu Hyun menurunkan Hyun Hwa dari dalam gendongan. Bocah cilik itu menyahut dengan anggukan polos. Tak lupa Kyu Hyun juga memberi kecupan di dahi putrinya. Begitu pula pada sang istri.

"Jangan pulang malam," ucap Min Young mengingatkan begitu Kyu Hyun bersiap meninggalkan toko.

"Aku merasa seperti kaulah yang merupakan istriku, dan bukan Hwa Yeon. Haruskah aku menciummu juga, Cho Min Young-ssi?"

"Hey! Cho Kyu Hyun! Menjijikkan tahu! Sudah, pergi sana!" usir Min Young tiba-tiba kesal.

"Hwa Yeon-ah, aku pergi. Hyun Hwa, Ayah pergi. Sampai jumpa di rumah!"

"Hati-hati di jalan, Ayah," ucap Hyun Hwa melambaikan tangan pada Kyu Hyun yang kini menghilang di balik pintu toko.

■■■

.DancingChen || 12 Nov 17
Repost © 2018

☑️ Beautiful Pain | KYUHYUN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang