PESANAN HARI INI MEMANG CUKUP banyak. Kendati demikian, Hwa Yeon tetap menyusun buket bunganya dengan hati-hati. Min Young juga tampak kewalahan mengurus toko. Sesekali gadis dua puluh tahunan itu juga harus menghampiri Hyun Hwa yang merengek meminta ibunya.
“Ah … aku lelah, Kak Hwa Yeon,” ungkap Min Young, menyandarkan kepala di sandaran kursi. Hyun Hwa yang merengek berhasil ia tidurkan, meski sebelumnya anak itu menolak untuk tidur siang.
“Kau duduk saja. Aku akan menyelesaikan ini,” kata Hwa Yeon tetap berkonsentrasi.
“Kak Kyu Hyun akan memarahiku kalau dia tahu aku tidak membantu. Bisa-bisa dia tidak memberiku gaji. Kau tahu kan? Dia menyayangi istrinya lebih dari apa pun. Hey! Apa kakak dulu memberinya guna-guna?”
“Cho Min Young, apa yang kau katakan em?” tanya Hwa Yeon pelan. Sama sekali tak tersinggung dengan gurauan Min Young.
“Kau beruntung, Kak Hwa Yeon. Kau memiliki suami yang baik seperti Kak Kyu Hyun. Dulu dia itu idola di SMA. Tetapi, satu pun tak mampu meluluhkan hati bekunya yang jelek itu. Dan sekarang … oh! Lihatlah! Dia bahkan mampu menghasilkan putri cantik dan manis seperti Cho Hyun Hwa. Ah, dia memang membuatku iri.”
“Untuk itu, kakakmu bilang, kau harus segera mendapatkan calon. Yang tampan tentunya, seperti suamiku,” ucap Hwa Yeon terkikik, sampai mengurungkan niat meletakkan setangkai mawar sebagai sentuhan akhir.
“Ya, kalian sama saja. Sudah kubilang, aku tak tertarik menikah muda. Masa depanku masih panjang, tahu!”
Bunyi denting lonceng menarik perhatian keduanya. Praktis menghentikan percakapan yang penuh gurauan itu. Seorang anak yang memakai seragam SMA biru dongker dengan kemeja putih memasuki toko. Bibir tipisnya mengulas senyum ke arah Hwa Yeon dan Min Young.
“Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Hwa Yeon seraya berdiri.
“Aku ingin mencari bunga, Kak,” ucap gadis itu pelan.
“Untuk siapa? Orangtua, teman, atau … pacarmu?” tanya Min Young menyela.
“Orang yang aku sukai,” jawab gadis itu tanpa ragu.
“Kalau boleh tahu, orang yang kau sukai seperti apa? Setiap bunga biasanya mewakili perasaan setiap orang,” jelas Hwa Yeon.
“Dia tampan. Tinggi. Bentuk bibirnya bagus. Dia juga memiliki sepasang bola mata obsidian.”
Hwa Yeon mengulas senyum. Sambil memegangi perut besarnya, dia menuju ke arah kumpulan tanaman bunga dan bunga potong di dalam toko. Wanita itu melihat-lihat bunga yang kiranya cocok. Hingga akhirnya Hwa Yeon mengambil setangkai dari sebuah pot besar. Dia menghampiri kembali si pelanggan SMA yang masih menunggu.
“Ini adalah bunga anyelir putih, simbol cinta yang murni dan kesetiaan. Aku juga sangat menyukainya. Saat suamiku melamar, dia memberiku banyak sekali bunga ini. Pada ulang tahun pernikahan kami yang pertama, dia juga memenuhi rumah dengan bunga ini,” jelas Hwa Yeon, mengulurkan setangkai bunga anyelir putih padanya.
“Benarkah? Kalau begitu, aku ingin membelinya,” ucap gadis itu menyimpulkan dengan senyum melebar.
“Min Young, bisa kau siapkan?”
“Tentu, Kak Hwa Yeon.” Min Young beranjak untuk menyiapkan pesanan.
“Silakan menunggu sebentar, Nona.”
“Ibu … ,” rengek Hyun Hwa yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Hwa Yeon. Tangan mungilnya menarik-narik pelan daster yang digunakan sang ibu.
“Hyun Hwa … kau sudah bangun?” tanya Hwa Yeon seraya berbalik. Wanita itu sedikit membungkuk dengan posisi tangan di bawah perut.
“Ayah … aku ingin ayah, Ibu,” rengek Hyun Hwa mengusap-usap matanya yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
☑️ Beautiful Pain | KYUHYUN
Fiksi Penggemar•••selesai••• Cho Kyu Hyun, laki-laki berusia kepala tiga yang telah hidup bahagia. Dia memiliki seorang istri yang cantik, dikaruniai putri yang manis dan satu janin yang berkembang sehat dalam kandungan istrinya. Namun, seorang anak SMA di kelas r...