Bagian 46

639 55 22
                                    

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir"
(Qs. Az-Zumar : 42 )

Adnan dan Sarah segera bergegas menghampiri Fauzan yang histeris. Begitu pula dengan Faris, Pak Rizki, juga Indra dan Davin. Mereka tentu saja khawatir dengan kondisi Devan.

"Mas, Abi akan baik-baik saja kan?" tanya Fauzan terisak sambil memangku kepala Devan.

Adnan menepuk bahu adiknya, mencoba menyalurkan kekuatan untuknya. Meski, ia sendiri juga khawatir dengan kondisi adik kesayangannya.

Faris tentu saja juga shock melihat kondisi putranya yang tergelatak dilantai. Ia segera mengangkat tubuh Devan, yang dibantu oleh Adnan serta Davin. Adnan tak peduli lagi dengan jas putihnya yang berubah warna, karna darah yang sempat mengalir dari hidung adiknya.

Mereka segera melarikan Devan ke rumah sakit terdekat, agar segera mendapat perawatan. Tak peduli lagi dengan acara resepsi yang baru saja dimulai. Bahkan, harus meninggalkan seluruh tamu undangan begitu saja. Fokusnya saat ini, hanya Abi...Abi...dan Abi.

Adnan mengendarai mobil dengan kecepatan penuh, ia bak pembalap profesional yang pandai meliuk-liukkan mobilnya menembus padatnya kendaraan.

Membuat Faris, Pak Rizki, serta Davin harus merapal istighfar berkali-kali. Guna menenangkan diri, karena ulah Adnan yang diluar batas.

"Mas, kita tahu kamu sedang panik. Tapi, jangan seperti ini. Kamu bukan hanya membahayakan nyawa kita, tapi juga orang lain," ucap Davin lembut.

Jujur, baru kali ini Davin merasakan spot jantung. Ini lebih mendebarkan dibanding dengan menaiki roller coaster sekalipun. Bukan hanya dia sendiri sih, tapi juga Faris, Pak Rizki, serta Fauzan.

"Mas, kamu mau bunuh kita semua?
Sumpah kita hampir mati ketakutan karena kamu nyetirnya gak aturan. Untung kita gak ada yang punya riwayat sakit jantung. Kalau ada, gak jamin tetap hidup setelah ini," maki Fauzan kesal.

Adnan bahkan menulikan telinganya, ia tetap fokus pada jalanan didepannya tanpa menghiraukan nada protes dari penumpang yang dibawanya.

Berkali-kali Adnan dimaki oleh pengguna jalan lainnya karena terkesan ugal-ugalan. Lagipula fikirannya juga bercabang kemana-mana. Tapi, satu hal yang ia tahu. Ia harus segera sampai di rumah sakit.

"Mas, kalau nyetir kira-kira dong. Jangan seenaknya, dikira jalanan punya nenek moyangnya"

"Wah, ini orang mau cepat mati atau bagaimana. Nyetir gak kira-kira"

Itu hanya salah dua komentar yang diucapkan pengguna jalan lainnya, tapi tetap tak dihiraukan.

Berkali-kali Davin harus meminta maaf dari kursi penumpang karena ulah nekad Adnan.

Mereka bisa bernafas lega, saat mobil yang dikendarai Adnan sudah memasuki area rumah sakit. Waktu tempuh yang harusnya selama 30 menit, hanya dicapai dalam waktu 15 menit.

Mas Adnan kayanya lebih cocok jadi pembalap deh, daripada co.Pilot 😁

Setelah mobilnya terparkir rapi, Adnan berlari ke dalam mencari pertolongan. Ia sudah seperti orang kesetanan berteriak memanggil Dokter dan Suster.

"Dokter, Suster, tolong adik saya," teriak Adnan histeris.

Beberapa dokter, dan perawat berlarian menghampiri Adnan yang sudah mencak-mencak karena ditegur satpam.

Mereka segera membawa Devan ke ruang UGD, untuk pemeriksaan selanjutnya.

Qanita dan Sarah hanya mampu terisak selama perjalanan. Pasalnya, mereka sudah tertinggal jauh dari mobil Adnan. Mereka tidak mampu menyamai kecepatan mobil pemuda itu. Sarah, sangat mengkhawatirkan suaminya. Apalagi menyaksikan mobil Adnan yang melaju cepat, tanpa mampu dikejar lagi.

Qanita, jelas mencemaskan calon suaminya. Ia tentu tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan pada Devan. Apalagi, acara pernikahan mereka yang sudah ada didepan mata.

Keduanya saling memeluk, menguatkan satu sama lain. Sarah bahkan masih mengenakan gaun pengantin lengkap dengan mahkota dikepalanya.

Mereka bisa bernafas lega saat mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki area rumah sakit. Keduanya menyusuri koridor, mencari dimana ruang UGD berada.

Sepanjang jalan, mereka menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, mereka masih mengenakan baju khas pengantin. Gaun panjang Sarah, bahkan menjuntai ke lantai membuatnya kesulitan berjalan.

Dari kejauhan mereka dapat melihat Adnan serta yang lainnya menunggu dengan cemas di depan ruang UGD.

Adnan sedari tadi hanya diam, tanpa sepatah kata pun. Ia terduduk lesu di kursi ruang tunggu. Ia terus merapal doa dalam hati untuk kesembuhan adiknya.

Fauzan, mondar-mandir seperti setrikaan dengan wajah yang kusut. Menunggu dengan harap-harap cemas tentang kondisi Devan.

Hampir tiga jam mereka menunggu diluar sana, tapi tak ada tanda pintu didepannya akan terbuka. Membuat fikiran mereka berkelana jauh, dengan prasangka bermacam-macam.

Terimakasih atas dukungan kalian semua,
Tanpa kalian author bukan apa-apa
Ini udah masuk part-part terakhir lapak Mas Abi

Author mau tanya nih,
Kesan kalian saat menemukan dan membaca cerita ini tuh gimana?
Author tunggu di kolom komentar

Thanks for your voment

Good night, have a nice dream



Ketika Takdir Memilih (Complete)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang