Bagian 24

834 83 7
                                    

Membuat Faris terdiam ditempatnya, sementara dr. Ray ternganga mendengarnya.

Setelah mengatakan itu, Pak Rizki dan Adnan berlalu keluar. Mereka harus bergegas ke kantor polisi untuk menyelamatkan Fauzan dan Fadhil.
Faris masih terpaku ditempatnya, tak ada kata yang sanggup keluar dari bibirnya.

"Apa aku nggak pantas menjadi Ayah untuk Devan?
Karena selama ini aku sudah mengabaikan dia.
Apa aku juga akan benar-benar kehilangan putraku?" racau Faris.

Dr. Ray merangkul bahu sahabatnya, mencoba menyalurkan kekuatan untuknya.

"Ris, nggak ada orang yang sempurna di dunia ini. Semua pasti pernah melakukan kesalahan, yang terpenting sekarang kamu sudah menyadari dan mencoba untuk berubah" hibur dr. Ray.

"Tapi, selama ini aku sudah menyakiti putraku sedemikian rupa. Aku takut Devan akan benar-benar pergi dari hidupku," ucap Faris terisak.

"Devan tidak akan pergi, Ris. Dia sangat menyayangimu. Percaya sama aku, kecuali kamu yang memintanya untuk pergi. Karena sekuat apapun putramu, dia tetap memiliki sisi yang rapuh," lanjut dr. Ray.

Sementara itu, Fauzan telah berhasil diselamatkan oleh pihak kepolisian.

Pelakunya adalah rival Devan di dunia usaha,  yang selama ini menyimpan dendam karena merasa kalah saing dalam dunia bisnis.

Fauzan segera dilarikan ke rumah sakit, karena kondisinya yang cukup lemah akibat dianiaya oleh pelaku.

Sebenarnya Fadhil tidak dibawa oleh pelaku, ia ditinggalkan di kantin rumah sakit dalam keadaan tidur karena pengaruh obat bius.

Saat ini, Fadhil juga sudah mendapat perawatan dari pihak rumah sakit.

Saat Devan terbangun, Fadhil sudah berada dalam ruangan rawatnya yang dipangku oleh Adnan.

"Fadhil, kamu baik-baik saja 'kan sayang?" ucap Devan saat matanya menangkap sosok malaikat kecilnya.

"Fadhil baik kok, Bi. Lagian pelakunya ninggalin Fadhil di kantin rumah sakit karena kepergok orang dan diteriakin penculik," jelas Adnan.

"Mas Fauzan gimana, Mas? " tanya Devan.

"Aku baik-baik juga kok, Bi.  Kamu nggak perlu khawatir," jawab Fauzan diambang pintu.

"Alhamdulillah, Mas.  Abi khawatir kalian kenapa-napa," ucap Devan lega.

Pagi itu keluarga Nugraha, Maira,  Davin, beberapa pengurus Yayasan serta karyawan Starmoon dan juga Edelweiss datang menjenguk.

"Assalamu'alaikum," sapa semua orang serempak.

"Wa'alaikumsalam," jawab Devan takjub melihat kedatangan sahabatnya serta karyawannya.

"Mas Abi,  gimana kondisinya?" tanya Davin mewakili teamnya .

"Alhamdulillah sudah jauh lebih baik,  terimakasih karena kalian sudah menyempatkan waktu datang kesini," jawab Devan terharu.

"Sama-sama Mas Abi, kita semua kangen makanya nyamperin kemari," canda Tania.

"Tania yang kangen, Mas. Kita mah murni jengukin Mas Abi," sahut Bagas terkekeh.

"Kamu ini gak bisa diajak kompromi, Gas. Bilang aja kamu cemburu," lanjut Tania merajuk.

Membuat semua orang di dalam sana tertawa karena ulah Bagas dan  Tania, tak terkecuali Devan.

"Biasa Mas, mereka ini kerjanya berantem mulu. Kalau disatuin bikin berantakan tapi berantemnya mesra banget" Arya terbahak setelah mengatakan itu.

Membuat Tania  dan Bagas kompak menginjak  kedua kaki Arya. Membuat empunya meringis kesakitan.

"Nah, Mas. Nginjak kaki aja kompak banget. Gimana gak mesra kalau gini ceritanya." Anggi menambahi.

"Sudah,  kasihan kan kalian bully terus mereka. Mukanya sampai merah kaya tomat masak gitu." Devan menimpali sembari tersenyum.

Kembali ditanggapi dengan tawa oleh mereka semua. Sedangkan Tania dan Bagas hanya tertunduk malu.

Mereka berbincang ringan hingga hari menjelang siang. Sebelum akhirnya, kembali menjalankan tugas masing-masing .

Kondisi Devan sudah jauh lebih baik, ia hanya perlu istirahat yang cukup. Untuk sementara dr. Ray  belum mengizinkannya untuk pulang.

Saat semua orang berkumpul, Faris justru tidak menampakkan diri. ia memilih berdiam diri di kantin rumah sakit. Ia banyak merenung dan menyesalkan perbuatannya , begitu banyak orang yang menyayangi putranya.

Namun, dia sendiri yang berstatus ayah kandung justru mengabaikannya selama 22 tahun terakhir. Faris merasa tidak berguna sebagai seorang Ayah, karena ia sama sekali buta tentang putranya sendiri.

Sedangkan orang-orang yang baru mengenal Devan, justru lebih banyak tahu tentang putranya. Ia juga merasa gagal sebagai seorang Ayah, karena tidak bisa selalu ada saat putranya membutuhkan.

Sedangkan, keluarga baru putranya justru selalu setia menemani tanpa diminta saat Devan membutuhkan.
Semua orang terlihat sangat dekat dengan putranya, sedang ia sendiri justru merasa ada sekat tak terlihat yang membatasinya dengan Devan.

Putranya justru lebih merasa nyaman saat berada ditengah-tengah keluarga barunya, dibanding saat bersamanya.

Ketika Takdir Memilih (Complete)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang