Bagian 52

926 96 35
                                    

"Takdir kita hanyalah sebatas dipertemukan, bukan untuk dipersatukan"
~Devandra Abimanyu~

"Maaf, Nit. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," lirih Devan.

"Mas, jangan seperti ini!
Pernikahan kita tinggal seminggu lagi. Jangan bercanda kamu, Mas". Qanita menunduk.

"Nit, aku bukan orang bodoh yang tak bisa mengartikan tatapanmu ke Danar. Mata kamu, masih memancarkan kerinduan juga cinta untuk pria itu. Menikahlah dengannya di hari pernikahan kita, agar keluargamu tak perlu menanggung malu karena pembatalan  pernikahan kita," ucap Devan tegas.

Adnan yang menyusul masuk terdiam diambang pintu, mendengar keputusan sepihak adiknya. 
Ia menunduk dalam, menahan sesak yang menghimpit dadanya.

Haruskah Devan yang kembali tersakiti?

Haruskah Devan yang kembali mengorbankan kebahagiaannya untuk orang lain, tanpa peduli dirinya yang terluka paling parah.

Adnan tak habis fikir dengan semua hal yang dilakukan Devan, semua itu diluar nalar logikanya. Tapi, jika memang itu yang  terbaik menurut adiknya, ia tak akan menghalangi.

Ia sangat mengenal Devan, karena pemuda itu memang lebih dekat padanya dibanding Fauzan. Bahkan sempat membuat  Fauzan merasa tersisih dengan kehadiran Devan. Semua itu hanya masalah waktu, terbukti kini pemuda itu yang menjadi prioritas keluarga Nugraha

Begitupula reaksi Faris, Pak Rizki, Fauzan, serta kedua sahabat Devan. Mereka cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Devan, melepaskan Qanita sedang pernikahannya didepan mata. Kecewa, jelas mereka juga kecewa. Tapi, bukankah Devan yang paling dikecewakan disini.

"Selama ini kami semua sudah menaruh kepercayaan  pada orang yang salah. Kamu sudah berjanji untuk tidak menyakiti Devan, tapi yang kamu lakukan sekarang justru menyakiti kita semua," ucap Faris dingin pada Qanita.

Qanita hanya tertunduk, ia tak berani menatap wajah-wajah penuh aura kekecewaan karena sikapnya. Ia tahu, ia salah. Tapi, hatinya memang lebih condong pada Danar dibanding Devan.

"Jujur, Mas kecewa bahkan sangat kecewa sama kamu. Apalagi kamu yang menjadi penyebab Devan anfal kembali. Orang yang susah payah kita jaga dan bahagiakan, justru kamu dorong kedalam jurang luka tak ber-dasar," ucap Adnan tegas.

"Nita, lebih baik kamu pulang dan beristirahat. Selamat untuk pernikahan kamu dan Danar," sahut Fauzan tak kalah dingin.

"Atas nama putri saya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Izinkan kami tetap menganggap Abi sebagai putra  kami, kami terlanjur menyayangi pemuda luar biasa itu. Dan sekali lagi atas nama keluarga Hutama, saya mohon maaf,"ucap Pak Fandi serak.

Adnan, Fauzan dan Faris hanya diam tak menjawab, ketiganya justru berbalik pergi. Mereka terlanjur terbawa emosi sehingga tak mampu berfikir jernih lagi. Mereka takut, jika nantinya justru kehilangan kendali. 

"Saya juga minta maaf atas sikap kedua putra saya dan juga Faris. Mereka masih dalam keadaan emosi, jadi mohon untuk mengerti. Keluarga mana yang rela putranya disakiti," tegas Pak Rizki.

Qanita dan keluarganya hanya diam, karena mereka menyadari kesalahan itu ada dipihaknya. Hati tak bisa dipaksakan bukan?

Seandainya saja Qanita yang ada diposisi Devan, sudah bisa dipastikan mereka akan melakukan hal yang sama mungkin justru lebih.

Keluarga Hutama akhirnya memilih untuk pergi, karena tidak ingin memperkeruh suasana dengan kehadiran mereka disana. Lagipula, keluarga mantan calon besannya itu tengah emosi. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

*******

Sejak pulang dari rumah sakit, Devan tak banyak bicara. Pemuda itu mengurung diri di kamarnya, membuat semua orang cemas dengan keadaannya. Tapi mereka tak berani mengusik, karena cukup tahu pemuda itu hanya butuh waktu sendiri.

Tepat setelah shalat ashar, pemuda itu sudah berpakaian rapi dan terlihat  lebih segar dari sebelumnya. Dengan mengenakan sweater rajut berwarna abu muda, dipadukan dengan celana bahan warna hitam, membuatnya tampak lebih tampan. Ia hanya menyapa sejenak, kemudian berpamitan untuk pergi ke luar. Tak ada yang bertanya ia akan pergi ke mana, hanya anggukan yang didapat sebagai jawaban.

Devan pergi dengan taksi online yang sudah dipesannya. Ia tak berani mengenderai mobil, karena cukup tahu bahwa kondisinya masih belum  cukup baik. Tujuan utamanya adalah Narendra Cafe, cafe itu memang milik Danar. Ia sudah membuat janji sebelumnya untuk bertemu, yang langsung disetujui oleh Danar.

Sesampainya di sana, ia disambut oleh karyawan Danar. Ia diantar menuju ruang VIP di cafe itu, karena Danar sudah menunggu di sana.
Setelah bertemu, keduanya berjabat tangan, kemudian duduk di kursi masing-masing.

"Aku akan mengembalikan Qanita ke kamu, menikahlah dengannya dihari pernikahan yang tertera diundangan ini." Devan menyodorkan undangan berwarna silver.

"Maksud kamu apa? Sekarang dia calon istri kamu, aku akan melepaskan dia untuk kamu. Aku minta maaf, karena kehadiran aku semuanya tampak sulit untuk dijalani." Danar cukup terkejut, dengan pernyataan Devan.

"Aku sudah mengikhlaskan Qanita,  hidupku mungkin juga tak lagi lama. Terlalu egois jika aku memaksa Qanita tetap disisi, padahal sewaktu-waktu aku bisa saja pergi selamanya. Menikahlah dengannya, aku tahu kamu masih mencintai dia," ucap Devan memohon.

Danar hanya terdiam, ia tak mungkin tega menyakiti orang sebaik Devan. Tapi, ia juga masih mencintai Qanita. Sungguh, ia tak tahu harus menjawab apa.

"Tolong jaga Qanita, jadilah imam untuknya. Dia wanita yang baik, jadi jangan sakiti dia," ucap Devan tersenyum.

Danar tak bisa berkata apapun, ia menangis dalam diam. Bahagia, sedih,  juga haru menjadi satu.  Walau tak urung ia mengangguk, menyetujui permintaan Devan.

Setelah pertemuan itu, Devan meminta seluruh keluarganya juga keluarga Hutama untuk berkumpul di  kediamannya tepat pukul setengah delapan malam. Karena ia akan menjelaskan sesuatu tentang pernikahannya yang telah ia batalkan. 

Malam itu ruang tamu kediaman Devan menjadi saksi keikhlasan juga ketegaran  hati pemuda itu. Ia kembali dengan Danar serta kedua orang tuanya, yang tentu saja mengejutkan semua orang. Mereka semua  duduk dan menunggu Devan menyampaikan keputusannya. 

"Abi mengajak keluarga Danar ke sini karena ada yang ingin disampaikan. Semua sudah dipikirkan dan dipertimbangkan dengan baik, Abi memilih membatalkan pernikahan dengan Qanita."

"Abi tidak akan mempermalukan keluarga Qanita dengan pembatalan pernikahan itu. Oleh karena itu, meminta Danar untuk menikah dengan Qanita di hari itu. Semua persiapan pernikahan telah mencapai 95%, kalian tinggal menggunakan semua fasilitas yang telah disiapkan. Abi tidak aka meminta ganti rugi, anggap saja itu hadiah pernikahan untuk kalian," lanjut Devan.

Semua orang terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi. Bukan hal mudah bagi Devan memutuskan semua itu, tetapi dilakukan demi kebaikan bersama. Ia tak ingin menjadi penghalang bagi Qanita dan Danar untuk menyatukan kembali cinta mereka.

Qanita sudah menangis tersedu sejak tadi, ia merasa bersalah karena tidak jujur sejak awal. Kalau ia jujur, mungkin semua tidak akan serumit ini. Walaupun Devan memilih mengalah dan mengikhlaskan dirinya, tetap saja ia tersangka utama di sini.

"Maaf, Mas. Maaf, karena Nita sudah menyakiti kamu sedemikian rupa. Tapi, kamu bahkan masih memikirkan nasib keluarga kami jika pernikahan itu batal. Terima kasih sudah berbesar hati melepaskan Nita untuk orang yang aku cintai. Terima kasih, Mas," ucap Qanita dengan isak yang kentara.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Danar terlebih dulu memilikimu, terlepas dari dia yang meninggalkanmu. Aku hanya mengembalikan hak Danar yang sempat aku ambil. Setelah ini, aku bisa beristirahat dengan tenang," jawab Abi tersenyum.

Hollaaa...haiiiii,
Malam ini aku bawa  Mamas Abiii lagi ,
Adakah yang menunggu??

Ketika Takdir Memilih (Complete)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang