Betapapun terkadang lelah. Sangat lelah.
Sepi yang berujung tanya, kenapa. Kenapa begini, kenapa begitu. Kenapa tak begini, kenapa tidak begitu. Nyatanya ketidaksanggupan itu sanggup membuat diri terus percaya, bahwa menuju tempat yang indah harus ditempuh dengan tidak mudah, sering kalinya.
Takdir yang bukan kutulis sendiri. Bahkan juga bukan atas mau atau harap dari perantaraku lahir. Semua sudah sesuai, sebagaimana harusnya ada dan terjadi. Tidak untuk dipungkiri, juga tanpa bisa ditepis.
Kadang di titik terendah sering terucap, tidak sanggup, berpikir bodoh, seperti akhir dari segalanya. Nyatanya, bernapas tetap menjadi hal ternikmat. Yang Tuhan berikan, bahkan tanpa diminta. Cuma-cuma. Begitu bukan?
Terkadang rasa hidup asam-asam manis. Bertahan, tetap pelihara kesadaran. Sadari mungkin saja ada yang hidup, sebab kita bisa terus hidup. Mungkin ada yang tersenyum, saat kita pun memberi senyum. Akan ada hal-hal yang menguatkan disaat-saat terakhir. Walau mungkin itu hanya sekedar semburat jingga di sore hari, atau hanya secangkir kopi. Akan terus begitu. Seperti ingatan akan masa kanak-kanak. Saat tertawa, berlari, lalu terjatuh. Menangis, kemudian tertawa, dan berlari kembali.
Cirebon, 19 Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
GELIAT HATI
PoetryKumpulan puisi, prosa, quotes. Menjelma pita merah muda. Cantik membalut suka, duka, lara, dan apa pun bentuknya rasa.