"Yaampun, kenapa nggak ngehubungin gue dari kemarin kalau udah di Indo sih, Kak?"
Yerresha melepaskan pelukannya pada sosok perempuan yang lebih tua lima tahun darinya itu. Ia berdecak, pura-pura marah.
"Jam terbang gue tinggi Yer, Sori deh. Ini aja gue udah nyempetin ya, coba kalau enggak, gue pasti lebih milih packing buat persiapan ke Aussie."
Yerresha berdecak perihatin. "Seharusnya gue nggak heran ya, dukun di depan gue ini kan lagi tenar-tenarnya."
Langsung saja Yerresha merasakan sebuah geplakan pada sebelah lengannya. "Sembarangan. Gue magician ya, bukan dukun!" Balas perempuan itu tidak terima.
"Kalau magician mah harusnya banyakin mainin sulap kak dibanding ngeramal orang." Ujar Yerresha sok menasehati.
"Ngapain pilih satu kalau gue bisa keduanya?" Sahut sombong sang sepupu. Sepersekian detik berikutnya, ia malah memicing heran melihat Yerresha puas menertawakannya. "Lo lagi jatuh cinta ya?"
Dalam sekejap tawa Yerresha terhenti. Ia sudah melotot, mendengar perempuan itu berucap asal. "Enggak yaa! Kak Jisya apa-apaan deh, baru ketemu udah sembarangan ngomong aja!" Kilahnya langsung.
Jisya menggidikan bahu acuh tapi sorot matanya tetap tertuju pada si gadis yang lebih muda. "Aura lo merah muda. Kalau nggak jatuh cinta berarti lo lagi nge-crush orang ya?"
Ditanya begitu, seketika Yerresha memiliki sebuah ide. Dengan buru-buru ia menarik lengan Jisya untuk duduk pada salah satu kursi restauran yang sudah direservasi, dimana Jisya menjanjikan akan bertemu dan meneraktirnya makan.
"Kak lo bawa tarot? Ayo coba ramal gue!"
Jisya lantas memandang bingung. "Sejak kapan lo percaya ramalan?"
Yerresha membalasnya dengan gelengan ringan. "Gue nggak percaya. Gue penasaran aja, kenapa orang-orang banyak yang ke-sugesti sama ramalan kartu tarot."
Jisya ber-oh panjang, sebelum mengeluarkan sebuah kotak dari tas selempangnya, membuka kotak tersebut dan menarik beberapa kartu yang berada di dalamnya. "Untung gue selalu bawa." Kata perempuan itu sambil menunjukkan tumpukan kartu dengan gambar yang berbeda-beda pada setiap kartunya. Tumpukan kartu tersebut dibalik hingga gambar-gambarnya tertutupi.
"Gue kocok dulu, terus nanti lo pilih 3 kartu. Btw, mau diramal tentang apa?"
"Terserah, gue nggak paham gini-ginian."
Jisya mengangguk, mempersilahkan Yerresha mengambil tiga kartu setelah dikocok.
"Lo yakin dengan pilihan kartu lo ini?"
Yerresha tidak terlalu mengambil cemas sebenarnya, karena ia hanya merasa ingin coba-coba. "Buka aja Kak, gue cuman mau tahu sensasinya gimana."
Sambil mengucap terimakasih pada pelayan yang datang menyajikan minuman, Jisya mulai membuka kartu-kartu tersebut.
Kartu pertama, adalah The lover, kedua, The fool dan yang ketiga Justice. Praktis saja Jisya berdecak perihatin. "Kartu lo jelek banget."
"Iya apa? Sejelek itu? Emang apa artinya gambar-gambar itu?"
"Cinta pertama lo nggak bakal berujung mulus. Ada rintangan dan batu sandung yang cukup besar karena berhubungan sama suatu hal di masa lalu. Terus arti kartu justice ini sebenarnya agak ambigu, karena berhubungan sama keputusan akhir, entah keputusannya ada pada lo sendiri atau pada pasangan lo nanti. Intinya ramalan ini nggak bagus. Nggak usah dilanjutin ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
A Golden Ticket For Golden Boy
FanfictionKalau kalian berpikir kehidupan yang begitu kompleks ini hanya diisi oleh orang-orang yang; berkecukupan, kaya, punya segudang talenta dan sempurna; bisa jadi pikiran kalian telah terditraksi oleh beberapa perspektif yang membuat organ otak hanya me...