Chapter 5: Namanya Juga Kerja Kelompok

441 101 35
                                    

Promosi tempat bimbingan belajar, juga les privat yang tengah dilakukan di depan kelas itu, menjadi penghambat para murid kelas dua belas untuk segera pulang kala bel sekolah telah berbunyi.

Setengah murid sudah menggeram kesal, merasa aktivitas mereka terhambat. Lagipula, untuk apa promosi itu dilakukan di kelas unggulan? Disaat mereka sudah memiliki masing-masing guru dari jajaran kelas elit yang bisa mengajar mereka selama apapun yang mereka mau.

Dan ketika orang-orang dewasa yang mempromosikan lembaga bimbel itu telah mengucap salam perpisahan, seluruh murid kompak menghembuskan nafas lega, buru-buru melangkah pergi meninggalkan kelas.

Yerresha sudah mencangkol ranselnya di punggung, tas laptop yang sengaja dibawanya juga sudah ia tenteng di tangan. Gadis itu bergerak maju, melangkah menuju bangku Jeirka yang tengah merapihkan alat-tulisnya. Benar-benar menegaskan, kalau sejak para promotor lembaga bimbel itu berbicara, Jeirka pasti asik sendiri dengan buku-bukunya.

"Eh, kalian berdua ada hubungan apasih?" Sahut Bambam tiba-tiba, begitu melihat Yerresha menghampiri Jeirka dan menunggu pemuda itu sampai selesai.

Yerresha lantas mengernyit. "Mau kerkel aja kok." Kilahnya kalem disertai dengan penekanan kuat.

Bambam masih memicing curiga. "Masa sih? Kok gue ngerasa ada something gitu?"

"Elu mah semuanya aja di something-in, Bam. Yerresha mau kerkel. Sama gue dan Syahila juga kok, nggak berdua doang sama Jeirka." Sahut June dari kursinya, seakan-akan tengah bertindak sebagai penolong bagi Yerresha.

Jeirka masih diam, menutup zipper ranselnya lalu berdiri dari posisinya. "Yuk." Ajak pemuda itu singkat, tanpa menoleh pada Yerresha. Ia pamit sebentar pada Bambam, dan melangkah pergi meninggalkan kelas, diikuti Yerresha, June dan Syahila di belakangnya.

Tapi ketika sampai di koridor sekolah. Syahila pamit, karena sudah di jemput sang supir di luar gerbang sekolah. Begitupun June yang langsung mengacir karena adanya agenda les yang harus pemuda itu jalani.

Yerresha berdeham canggung, tetap mengikuti langkah pemuda itu dari belakang. Dia juga sudah ijin pada orang rumah untuk tidak menjemput, lantaran ada yang harus dilakukannya sepulang sekolah.

Jeirka tetap saja diam dalam langkahnya. Dan ketika mereka sampai pada motor Jeirka, tahu-tahu pemuda itu menyodorkan helm, yang sudah dipersiapkan pemuda itu sebelumnya. Praktis saja, membuat Yerresha mengernyit heran sembari memperhatikan helm bogo milik Jeirka yang kalau dilihat tampilan dan warnanya terlalu feminim, seperti helm perempuan.

"Helm siapa Ka?"

Jeirka tengah sibuk memasukan kontak pada motor dan menstater gas-nya. "Pake aja." Jawabnya singkat.

Yerresha berdecih, tapi tetap menurut dengan memakai helm tersebut. Ia menahan pundak Jeirka, mendaratkan bokongnya dengan nyaman pada boncengan pemuda itu, tidak lupa ia juga meletakkan tas laptop di depannya, seakan menjadi sekat dan batas antara bagian depan si perempuan dengan punggung Jeirka.

"Ka, ke kafe kenalan gue aja, gimana? Tempatnya nyaman, dan waktu untuk stay pun lebih bebas."

"Dimana?"

"Nggak jauh kok dari sini."

Jeirka berdehem kecil, lalu menutup kaca helm-nya, bersiap untuk pergi meninggalkan perkarangan sekolah. "Arahin aja." Tambahnya kemudian sebelum benar-benar melajukan motornya.

Yerresha berusaha untuk tetap tenang dalam posisinya. Berulang-kali mengulum bibir untuk tetap mengendalikan suaranya, agar disaat memberikan arahan pada Jeirka tetap terdengar normal, bukan cicitan malu.

A Golden Ticket For Golden BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang