Hari ketiga Yerresha menjadi anak baru, ia sudah mulai bisa beradaptasi dengan denah sekolah barunya, yang harus si perempuan akui, kalau sekolah barunya itu memiliki luas bangunan berkali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan sekolah lamanya.
Kemarin saja ketika Yerresha menyudahi 'kegiatan menguntit Jeirka' sampai ke perpustakaan, ia hampir tidak bisa kembali ke kelasnya, kalau tidak bertemu Syahila di lorong koridor yang panjangnya seperti lorong-lorong rumah sakit elit.
Beruntung sekali, di hari pertamanya sebagai anak baru, Yerresha langsung mendapatkan teman sekaligus deskmate seperti Syahila. Gadis keturunan Tiongkok yang memiliki sepasang mata sipit itu begitu ramah dan welcome dalam menyambut kedatangan murid baru.
Meskipun tidak juga menampik kalau ada beberapa hal yang Yerresha tak sukai dari perempuan berpipi chubby itu. Kecerewetan dan rasa ingin tahunya yang berlebihan, seperti saat ini.
"Tote bag apa tuh Yer yang lo bawa?"
Padahal Yerresha sudah sengaja meletakannya dipojok dekat tembok, agar benda itu tidak terlihat, sehingga ia tidak perlu khawatir akan hadirnya sebuah pertanyaan.
Namun semuanya pupus sudah, ketika benda yang sengaja ia sembunyikan itu tidak luput dari sepasang mata Syahila yang kini memicing tajam, lantas memberi gestur menuntut pada Yerresha untuk segera menjawab pertanyaannya.
Melihat Yerresha hanya diam sambil menatap ragu, tanpa canggung, Syahila malah menyempatkan diri untuk mengintip isi dari tote bag tersebut. "Hoodie?" Tanya si perempuan heran. "Punya siapa tuh?"
Yerresha mau saja mengelak atau mengabaikannya, tapi kalau ia terus diam, bukan berarti Syahila akan mengerti arti dari diamnya. Karena Syahila tidak akan pernah menyerah sebelum perempuan itu mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang dikeluarkannya.
"Yer, gue lihat ya hoodie-nya!" Seru Syahila tidak sabar seraya bergerak maju. Hampir saja mengambil tote bag yang memang sengaja disembunyikan, namun Yerresha terlebih dulu menghalangi pergerakan deskmate-nya itu.
"Kepo bangeeet sih Syahiiiil." Dumel Yerresha sembari memicing sinis.
Syahila praktis cemberut. "Nama gue jangan disingkat begitu ih, jadi kayak nama cowok! Ila aja." Kemudian ia kembali melirik isi dari tote bag Yerresha, tidak juga berpikir untuk menyerah. "Yer, keliatannya kok oversize gitu ya. Hayoo ngaku, hoodie cowok kan? Siapa sih, siapa?" Tuntutnya dengan rasa penasaran yang memuncak.
Yerresha menipiskan bibir lalu menjawab setengah niat. "Punya Jeirka." Kedua manik kecokelatannya melirik pada bangku kosong di sebelah June. "Kok dia belum dateng ya? Gue pikir dia tipikal murid yang selalu dateng pagi."
Sepasang mata sipit Syahila lantas membelak. "Sumpah yaa. Dari awal gue mau nanya, lo pacarnya Jeirka?"
"Hah? Apasih?"
"Iyakan? ngaku deh! Dia tuh dari kelas sepuluh nggak pernah kena gosip pacaran! Boro-boro pacaran, deket ama cewek aja kagak ada. Kata orang-orang yang pernah sekelas sama dia dulu, anaknya selalu buru-buru gitu setiap bel bunyi. Kayak ansos, ngehindar dari lingkup pertemanan." Syahila semakin memberikan perhatiannya penuh kala Yerresha memberikan fokus untuk menyimaknya. "Sejak hari pertama gue udah curiga sih. Lo ngelirik Jeirka mulu dari belakang. Terus semakin yakin pas Jeirka balik ngelirik lo."
"Jeirka ngelirik gue?" Dahi Yerresha sudah mengkerut. "Kapan?"
"Kemarin. Pas lo kepergok pak Jay lagi ngelamun."
"Serius? Masa sih?"
"Kok lo kaget? Bukannya kalau pacaran wajar ya saling lirik?"
Yerresha berdecak sebal. "Ish. Gue bukan pacarnya." Elak si anak baru, mematahkan bulat-bulat simpulan yang Syahila pikirkan sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Golden Ticket For Golden Boy
FanfictionKalau kalian berpikir kehidupan yang begitu kompleks ini hanya diisi oleh orang-orang yang; berkecukupan, kaya, punya segudang talenta dan sempurna; bisa jadi pikiran kalian telah terditraksi oleh beberapa perspektif yang membuat organ otak hanya me...