Prolog

3.9K 387 9
                                    

Drap. Drap. Drap.

Suara langkah kaki cepat terdengar di lorong.

"Nona!!" Ayame datang dengan nafas memburu membangunkan Naruto yang tengah terlelap.

"A-ayame, ada apa?" tanya Naruto, dia baru saja terlelap setelah membaca buku tadi, dan sekarang diganggu oleh pelayannya.

"Kita harus lari." jawab Ayame panik, langsung menarik Naruto yang bahkan hanya mengenakan baju tidur berwarna putih yang tipis,

"Ayame, sebenarnya ada apa?" tanya Naruto sedikit kesal pada pelayannya itu.

"Hamba tidak terlalu yakin, prajurit datang membawa senjata dan menyerang membabi buta. Tetua juga sedang bertarung saat hamba menuju ruangan Anda, dan Tuan muda menyuruh hamba membawa Anda pergi dari Uzushio." jawab Ayame yang terus menarik Naruto menjauhi kediaman milik Uzumaki.

"Kakek dan Kakak masih ada disana? kita harus kembali Ayame, aku akan menolong mereka." Naruto mencoba melepas gengaman tangan Ayame, tapi cengkramannya begitu kuat.

"Maaf Nona tapi kita harus pergi." ujar Ayame menarik lengan Naruto.

"Ada yang lari, tangkap mereka."

Ayame panik, tapi kakinya terus berlari, panah terus menghujani mereka.

Slap.

Jleb.

Ayame terjatuh saat salah satu panah mengenai betisnya.

"Ayame," teriak Naruto khawatir.

"Lari Nona." bisik Ayame, Naruto menggeleng, dia menangis menghampiri pelayannya.

"Tangkap keduanya," perintah salah seorang yang ada disana, menyeret Naruto kembali ke kediaman Uzumaki.

Di halaman kediaman Uzumaki, terlihat beberapa penjaga, pelayan dan sang kakek tengah berlutut didepan seorang pria berambut merah.

"Kakek," Naruto berlari mendekati kakeknya yang terluka oleh pedang dibeberapa tempat.

"Apa yang kau lakukan pada Kakek, Paman?" teriak Naruto murka pada orang yang berdiri didepannya.

"Uzumaki Arashi, sebagai Hakim desa Uzushio, dia berencana memberontak pada kerajaan. Dia akan dieksekusi langsung, dan untuk kedua cucunya. Uzumaki Kurama akan dijadikan budak, dan untuk Uzumaki Naruto akan dibawa ke rumah bordil dijadikan wanita penghibur disana." Nagato yang merupakan paman dari Naruto membaca perkamen dengan stempel raja dibubuhkan disana.

"Kalian tak bisa melakukan ini pada kami, Paman. Dia ayahmu sendiri," jerit Naruto,

"Maaf Tuan. Kami tak berhasil menangkap Uzumaki Kurama, tapi Anda tak perlu khawatir dengan luka yang didapatnya dia tak akan bertahan lama, terlebih dia melompat ke dalam sungai deras," ujar salah satu bawahan Nagato.

"Kau biadab Paman. Kau bukan manusia," teriak Naruto, air matanya tak bisa dia tahan.

"Eksekusi Uzumaki Arashi," perintah Nagato.

"Tidak. Tidak. Kakek..." teriak Naruto mencoba menggapai sang kakek, melepaskan diri dari beberapa bawahan Nagato yang menghalanginya.

Cras.

Cipratan darah Arashi mengenai wajah serta baju Naruto, membuat Naruto semakin berteriak histeris, dia kemudian diseret menuju rumah bordil bersama dengan pelayan pribadinya Ayame.

"Kau benar-benar tak akan pernah kumaafkan Paman. Kakek tak mungkin melakukan pemberontakan. Itu tuduhan palsu." Naruto terus berteriak. Dia tak terima, kenapa harus keluarganya?

Pagi menjelang dan Naruto sama sekali tak tertidur, dia hanya duduk diruangan yang telah disediakan oleh Nyonya pemilik rumah bordil. Dia tak akan pernah menjual dirinya, dia akan keluar dari sini membalas semua perbuatan pamannya pada kakek dan kakaknya,

"Menyerahlah gadis muda. Harusnya kau beruntung masih hidup, keluarga pengkhianat biasanya di eksekusi seluruhnya."

Naruto menatap wanita yang baru masuk kedalam ruangannya, "Aku lebih baik mati daripada harus menjadi pelacur seperti kalian." desis Naruto.

"Begitu. Maka aku akan mencopot semua kesombongan dan harga dirimu sebagai wanita bangsawan." ujar wanita itu kemudian menyeret Naruto keluar, mengikatnya disebuah tiang.

Bret. Bret.

Wanita itu menyobek baju atas Naruto, menyisakannya sampai batas dada.

"Kita lihat sampai mana kau bertahan." ujar wanita yang diketahui bernama Mei Terumi sang pemilik rumah bordil itu menatap Naruto dengan pandangan meremehkan.

'Jangan menangis Naru. Kau wanita terhormat. Kau bisa melewati ini.' batin Naruto, matanya berkaca-kaca, air matanya siap tumpah kapan saja, namun kemarahannya sekarang ini lebih besar dari kesedihannya.

Wajah Naruto pucat, bibirnya kering. Dia lemah, amat sangat lemah. Bahkan kesadarannya perlahan menghilang.

Bagaimana tidak, dia sudah diikat dari 3 hari yang lalu tanpa makan dan minum. Dia tak mau menyerah meski Ayame yang diketahui Naruto kini menjadi budak disana memintanya menyerah.

Hanya sayup-sayup terdengar suara Ayame sebelum akhirnya kesadarannya benar-benar menghilang.

Aroma dari masakan membuat kesadaran Naruto perlahan pulih, Mei duduk disampingnya, menunggu dia tersadar.

"Makanlah. Jangan keras kepala. Kau hidup, dan buktikan pada semua orang jika memang kakekmu tak berniat memberontak, jika memang dia tak bersalah." ujar Mei memberi nasehat.

"Tapi bukan dengan cara menjadi seorang pelacur." Naruto menatap tajam, meski matanya terlihat sayu karena lelah.

"Jangan menganggap remeh rumah bordilku gadis kecil. Disini gudangnya informasi, para pejabat pemerintah sering datang ke rumah bordil, kau bisa mencari informasi disini. Melangkah keluar dari rumah bordil ini aku jamin kau tak akan bertahan lama. Kau juga mungkin akan dijadikan budak, kau tahu bukan artinya budak? Hanya mengikuti apa kata tuannya, seperti anjing. Kami memang rendahan, namun kami lebih bisa diandalkan dari seorang budak."

"Apa kau bisa dipercaya? Bisa saja kau bekerjasama dengan orang yang membuat keluargaku seperti ini." Naruto menatap menyelidik.

"Itu keputusan yang harus kau buat sendiri. Kau sudah dewasa, harusnya kau bisa memutuskan mau apa sekarang ini," Mei keluar kamar, meninggalkan Naruto yang masih mempertimbangkan keputusannya.

'Harusnya keluarga kami tengah berbahagia hari ini.' batin Naruto miris.

Dia harusnya tengah bertunangan hari ini, dengan seorang pria bangsawan entah siapa, dia bahkan belum melihat siapa, dia dijodohkan, sudah sewajarnya bangsawan menikah dengan bangsawan lagi, agar menghasilkan keturunan berdarah bangsawan. Namun semua tinggal kenangan, kakeknya dituduh melakukan pemberontakan, dan dia tahu kakeknya tak mungkin melakukan hal itu.

Dan dia akan membuktikan jika kakeknya memang tak bersalah.

"Nona..." Ayame masuk dengan sebelah kaki yang tertatih-tatih.

"Ayame. Aku memutuskan untuk tinggal disini." ujar Naruto penuh tekad

"Maaf Nona. Membuat Nona harus menjalani hal seperti ini," Ayame bersujud.

"Bukan salah kau Ayame, bangunlah. Aku sendiri yang membuat keputusan ini." ujar Naruto, dia kemudian mengambil sendok, memakan bubur yang ada dihadapannya, air matanya yang selama ini dia tahan akhirnya perlahan menelusuri pipi, dan dia berjanji dalam hati bahwa ini terakhir kalinya Dia menangis. Ya semoga saja ini yang terakhir.

TBC

Jewel In The Darkness (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang