TEARS of FLAME

709 76 9
                                    

Saat purnama bertengger di pucuk langit, makhluk buas mulai keluar sarang dari musim hibernasi. Terbangun dalam kondisi perut kosong. Mereka memburu manusia untuk memperoleh kekuatan magis demi kelangsungan hidup. Terutama jiwa manusia penuh semangat hidup.

Namun, tahun ke seratus ini, mereka sudah jarang menampakkan eksistensi bengisnya. Tragedi berdarah yang sempat meluluhlantakkan sebagian desa manusia di ujung pegunungan penuh ceruk ngarai hijau seolah terhapus oleh waktu. Kini, peringatan untuk tidak keluar di malam purnama dianggap dongeng tidur anak kecil belaka.

Rasmery—calon penjaga kuil desa mengabaikan larangan keluar di malam purnama. Ia secepatnya ingin memetik bunga obat sakit punggung untuk para lansia di desa. Berharap esok harinya tinggal meramu tanaman itu lalu membagikannya.

Mulanya ia kira tidak membutuhkan waktu lama menuruni lereng perbukitan. Sayangnya, muncul kobaran api jauh di balik pucuk-pucuk pohon lebat sana. Sinar keoranyean yang menyala garang itu membuat Rasmery mengalihkan pandangan dari sungai yang hendak ia seberang. Ia langsung menghentikan kegiatan memetik dan membereskan ranjang pembawa bunga obat. Kemudian bergegas kembali ke perkampungan, tidak mau berlama-lama di situ meski hanya mencuci tanaman obat dari getah yang mengandung sensasi ruam dan gatal. Namun, langkahnya terhambat tepat saat ada sekelebat lengan kukuh meraih pundaknya.

"Kenapa larut malam ini ada anak gadis berkeliaran di tengah hutan?"

Ia menoleh dan terkesiap.

Matanya melotot, menjumpai sosok siluet sehitam arang yang menjulang membelakangi purnama. Sontak ia berjalan mundur seraya merabai batang pohon seiring makhluk itu semakin mendekatinya.

"Si-siapa kau!?"

"Aku sudah lama menantikan ini."

Meski tubuh menuai gemetar, Rasmery lekas mengacungkan pisau kecilnya yang ia gunakan untuk memotong tangkai bunga obat. Celakanya, gadis itu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa.

Sementara, terdengar kekehan serak tak bernada dari makhluk itu.

"Seorang manusia muda. Penuh semangat dan ceroboh. Pasti jiwamu sangatlah lezat." Kedua mata kemuning makhluk gelap itu terpancar nyalang, seolah menelanjangi setiap lekuk tubuh sintal Rasmery. "Atau mungkin aku bisa menitipkan benihku padamu, Manis. Dan membuat manusia-manusia itu membayar dosa mereka pada putraku."

Kontan, kilau api yang jatuh ke perawakan tinggi besar itu mempertontonkan taring-taring panjang yang mencuat. Perawakannya mirip seorang laki-laki. Kulit wajahnya saja yang semerah api itu tampak sangar diraih mata Rasmery. Lebih-lebih semburan lidah api itu ternyata benar keluar dari mulut makhluk itu setiap bersuara.

Rasmery terpekik. Ia hendak berlari, tetapi kakinya dicengkeram dan diseret oleh makhluk itu. Tiba-tiba muncul sulur kelabu yang membelit tubuh Rasmery. Mengunci lengannya ke atas yang meronta-ronta. Ia menangis sekeras-kerasnya, berharap ada yang menolong. Sisa suara paraunya hanya mampu berteriak penuh kepiluan saat makhluk itu menindih, melucuti helaian kain yang menutupi daerah sensitif, dan mencumbuinya.

Jeritan satu napas itu terhenti bersama pandangan yang menggelap sempurna.

***

Tidak ada yang menyangka bila pertahanan gaib desa mampu ditembus oleh salah satu warganya sendiri. Ia bertingkah aneh seperti mabuk. Jalan terhuyung, tetapi sempat tidak dihiraukan penduduk setempat. Lalu orang itu tiba-tiba membakar ruang altar kuil. Material kayu menjadi mudah hangus tergerogoti.

Kepala desa diserang orang itu saat sembahyang. Namun, tiga penyihir desa yang memergokinya langsung membunuh warga aneh itu. Mereka yakin orang itu sudah bukan manusia lagi. Makin janggal setelah jasad orang itu tergeletak, malah mengeluarkan asap hitam tengik. Bergumul melontarkan bola api.

GenreFest 2018: AngstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang