Bapak bertahanlah, harus kuat demi Kira. Mataku sudah sangat panas, hati terasa nyeri, melihat bapak yang begitu kusayangi harus menderita seperti ini. Tanganku mengepal kuat, rahang mengeras. Semua ini gara-gara pria tua yang keji itu.
Pria itu tertawa lepas sedang bapak meringis kesakitan. Napasnya tersengal-sengal dan wajah mulai membiru. Aku langsung meraih balok kayu yang tergeletak di lantai. Hendak mengayunkan ke kepala Pak Burhan, tapi kemudian terdengar suara pintu didobrak dan teriakan memanggil namaku.
“Kira! Jangan!”
Seketika menoleh ke asal suara teriakan itu dan mata membulat sempurna. Emak datang bersama kepala desa beserta istri Pak Burhan. Di belakangnya dua orang anggota kepolisian.
Emak berlari, kemudian langsung menghambur memelukku. Pandangannya beralih ke bapak yang tergeletak tak berdaya di lantai, bermandikan darah. Tumpah sudah air mata emak.
“Bapak! Buka matanya, ini Emak. Maaf, telat membawa pertolongan ….”
Aku terkesiap mendengar ucapan emak, berarti emak sudah tahu kalau bapak ke sini. Lalu darimana bapak tahu aku disekap di bangunan tua ini?
“Pak, Bapak ndak boleh pergi!” Aku menggoncang-goncang tubuh Bapak.
Perlahan bapak membuka mata kemudian tersenyum. Tangannya mencoba meraih wajah dan aku pun mendekat.
“Ma-maafkan, Bapak, Nduk. Telah menjadi orang tua yang egois, selalu menentang keinginanmu,” ucap Bapak dengan terbata.
Aku menggeleng, air mata terus mengalir dengan derasnya. Menghambur memeluk tubuh bapak, darah segar terus mengalir dari perutnya.
“Ber-jan-jilah, untuk menjadi anak yang membanggakan emak dan bapak, jangan pernah lupa untuk bersujud pada Ilahi. Sekali la-lagi, ma-maafkan, Bapak ….” Wajah bapak semakin pucat dan membiru kemudian dengan perlahan matanya tertutup rapat.
Hatiku perih bagai tersayat pisau melihat bapak kesakitan. Tiada yang lebih menyakitkan dari rasa kehilangan orang yang berarti dalam hidup. Meskipun bapak orang yang keras dan egois. Namun, aku sangat menyayanginya. Semua itu pasti dilakukan karena rasa sayangnya padaku. Sekarang barulah mengerti, kalau bapak rela berkorban nyawa, demi keselamatan anaknya.
“Sudah, Kira … ikhlaskan bapakmu, Nduk. Dia sudah berjuang demi anaknya.” Pak kades menepuk pundakku.
Rahangku mengeras, tangan mengepal dengan kuat. Semua ini gara-gara pria tua keji itu. Aku menoleh tajam ke arah Pak Burhan.
“Ini semua gara-gara kamu, orang tua yang tak punya hati nurani!” Aku memukul dada Pak Burhan.
“Sudah, Kira. Serahkan kasus ini pada pihak yang berwajib. Biar polisi yang mengurusnya, lebih baik sekarang kita bawa jasad bapakmu pulang.” Pak Kades mencoba menenangkanku.
“Sampai mati aku ndak akan pernah memaafkanmu!” Aku menatap tajam Pak Burhan.
Pak Burhan tersenyum miring seolah mengejekku. “Dasar orang miskin yang belagu! Salah sendiri ditawari hidup enak menolak, ya rasakan akibatnya!”
Polisi membawa paksa Pak Burhan keluar dari bangunan tua ini. Orang itu masih saja tertawa lepas. Seolah bahagia melihat penderitaanku.
Ternyata pria itu tak menyesali perbuatannya. Benar-benar manusia yang tak berperasaan! Entah terbuat dari apa hatinya.
“Sudah, Nduk. Biarkan orang itu, lebih baik kita urus bapak.” Emak mengusap bahuku.
Pasti emak lebih terpukul dari aku, mereka telah hidup bersama selama bertahun-tahun. Sekarang harus menyaksikan kematian bapak secara tragis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Mimpi
General FictionPerjuangan seorang gadis desa untuk mencapai cita-citanya. Aku Kirania, seorang gadis desa yang ingin berjuang memajukan desa. Namun, perjuanganku penuh lika liku, bapak tidak pernah setuju anak gadisnya memiliki cita-cita yang tinggi. Bapak hanya...