3. THE RAIN

9 2 0
                                    

Hujan mengguyur malam di pertengahan bulan Oktober. Padahal siang tadi langit masih cerah. Rintik nya yang jatuh beradu dengan kanopi menciptakan gemuruh. Mendorong udara menyentuh lapisan kaca-kaca jendela. Dingin nya menjamah rindu dalam hati seseorang sampai akhir nya dia membeku.

Apa yang salah dari hujan? Sampai seorang Pradipa Arsalan bersedih melihat keluar jendela? Di saat seharus nya dia jatuh cinta berkali-kali pada hujan. Memamerkan senyum bahagia saat menari di bawah nya. Sama seperti perempuan di luar sana. Meski tertutup payung, Alan bisa melihat pakaian nya basah, rambutnya berantakan dan tanpa alas kaki. Alan melongok jam digital di atas nakas yang menunjukkan angka 20.15. Dasar sinting!

"Lo nggak punya otak ya?" seru Alan saat tiba di depan perempuan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo nggak punya otak ya?" seru Alan saat tiba di depan perempuan itu. Hujan semakin deras, menyulitkan Alan mengatur volume suaranya.

"Loh, emang nya kenapa? Ada yang salah?" Tanya Aqilla, tidak tahu di mana letak kesalahan nya.

"Bego."

Aqilla diam, pegangan tangan nya mengerat pada gagang payung. Hanya satu kata tapi mampu menerjang hatinya. Benar-benar melukai perasaan nya. Siapa yang tidak sakit hati di katai seperti itu oleh orang yang tidak di kenal?

"Dasar nggak jelas!" Aqilla melengos, "datang-datang malah ngatain orang bego."

"Lo tahu nggak ini jam berapa?" Tanya Alan. Aqilla tetap diam, tidak menatap lawan bicaranya. "Jam segini hujan-hujanan, nggak pake sandal terus bawa payung tapi tetep basah kuyup. Apa lagi namanya kalo bukan bego?" belum sempat Aqilla menanggapi, Alan sudah kembali bicara. "Orangtua lo kemana dah? Anak nyampe di biarin hujan-hujanan jam segini."

"Iiihhh, lo tuh jadi cowok kok cerewet banget sih?" Aqilla berdecak sebal. Dia mulai menatap Alan dalam-dalam, sedikit mendongak karena tinggi mereka yang berbeda. "Mau gue hujan-hujanan malem-malem kek, mandi lumpur di sawah kek, atau apapun ya suka-suka gue lah!"

Jawaban Aqilla membungkam Alan beberapa detik. Dia benar! Siapalah Pradipa Arsalan sampai dirinya terlalu perduli? Laki-laki itu menarik napas panjang. Melangkah kedepan semakin dekat, kemudian berjongkok. Sandal yang tanpa sadar dia bawa dari rak sepatu, dia pakaikan di kaki Aqilla.

"Seenggak nya pake sandal. Ntar kalo kaki lo nggak sengaja nginjek beling gimana?"

Alan bangkit setelah di rasa sandal itu terpasang dengan baik. Tatapan tegasnya tidak berubah. Tapi, perlakuan Alan barusan secara tiba-tiba berhasil mengurai senyum tipis di bibir Aqilla. Alih-alih berterima kasih, Aqilla kembali membuang muka.

Alan berbalik, pergi meninggalkan Aqilla tanpa mengeluarkan kalimat penutup. Sembari membawa setumpuk penyesalan di balik punggung. Duh, gue nggak sempet nanya namanya!

~°~°~

TIMELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang