Rongga Hati

17 0 0
                                    


Langit-langit kelabu terasa temaram. Aroma hujan disubuh hari mengusik kulit tanpa busana. Aku, dia. Berpegang tangan tanpa banyak nada. Rasanya, papan yang lapuk itu tak berdosa. Tapi, nyawa yang ia naungilah pendosa.

"Sreet." Suara tarikan selimut.

Aku menoleh kesamping kiriku. Wajah tegas dengan garis rahang nyata terpantul dibola mataku.

"Arrghh..." Teriaknya bangkit dari tidur. Tak lama aku mengikutinya.

Dia mengerang dengan telapak tangan menutupi wajahnya, lalu dia sandarkan tangannya itu pada lututnya. Separuh tubuhnya terlihat. Datar. Dia memiliki dada datar. Warna rambut panjangnya yang ombre sangat cocok berpasangan dengan wajah pucatnya.

"Anggap saja... kita tidak pernah melakukannya." Ucapnya.

Mata birunya sangat indah. Berlian yang basah.

Itu yang kurasa dari dirinya.

"Aku... setuju..." Jawabku menunduk kebawah dan semakin mengencangkan peganganku tuk menutupi seluruh tubuhku.

.....

"Hallo? Gisela, tampaknya hari ini aku tidak dapat kembali. Aku akan menjadwalkan penerbanganku lima hari lagi. Aku akan mengikuti pameran disini."

"Ng... Suri?" Panggil seseorang.

Aku melihatnya. Orang yang sama dengan mata berlian dan berwajah pucat.

"Aku ingin kita berbicara." Ajaknya.

.....

Diam. Kaku.

Itu yang kurasa lagi. Tanpa suara, ia hanya fokus pada jamuan makan malamnya.

"Ada apa Xaviere?" Aku memulai percakapan.

"Suri... aku harap kamu tidak pergi... aku... tidak bisa melupakan... malam itu..." Tukasnya tanpa menatap.

"Hmm." Aku tak dapat berkata apapun.

"Aku mencintaimu." Kata itu terlontar begitu saja dari seorang Xaviere, si penganut androgini style.

Aku masih terdiam. Dalam diamku, aku membuka ingatanku yang kututup rapat.

Xaviere menyentuh tanganku yang terkatup. Aksesoris yang menghiasi jemarinya terasa dingin menyentuh kulit jemariku.

"Hubungan kita ini, kamu mengatakannya terlarang. Tapi, kamu malah menginginkan agar masuk lebih dalam." Aku bersuara.

"Aku mencintaimu Suri. Aku tau kita salah. Kita sudah memutuskan bersahabat. Tapi, beban yang selama ini kita tutupi malah terbuka lagi. Seharusnya, kita tidak bertemu agar kita tetap bisa menjadi sahabat jarak jauh." Xaviere berintonasi menggunakan perasaannya.

"Xaviere, wanitaku... aku..." Aku tak melanjutkan perkataanku.

"Aku siap bersamamu. Aku ingin hidup denganmu Suri. Ijinkan aku ikut denganmu. Kita akan membangun kehidupan bersama." Kali ini Xaviere bersungguh-sungguh.

.....

"Aku akan mandi terlebih dahulu."

Kulihat Xaviere menatap langit-langit kamar hotel. Dia hanya terdiam tanpa menjawab ucapanku barusan.

Jaket kulit hitam yang ia kenakan dengan setelan jeans hitamnya, membuat sisi maskulinnya sangat kental. Walau ombre biru - ungu rambut panjangnya menunjukkan jika dia seorang wanita. Aura dirinya tetap lebih cocok sebagai lelaki.

Aku berlalu.

"Xaviere? Aku sudah selesai." Kuhampiri dirinya yang masih dalam posisi sama.

Xaviere menoleh padaku dan menabrak tubuhku terjatuh. Mata berlian itu menatapku.

OxytoxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang