: seventh :

24 3 0
                                    

Leiane

***
Aku gak perlu bawa barang banyak, cukup koper ini berisi pouch make up, satu stel lagi sragam pramugari, beberapa potong baju yang aku bawa, dan ada satu stelan dress warna navy gold yang aku beli disini, aku beli 2 stel karna kupikir ini akan bagus jika aku pakai bersama dengan Bella.
aku gak ada bawa barang barang lain.

Selesai dengan cepolan rambut french twist khas pramugari, dan kadang ini khas para SPG di mall mall yang sering kulihat, tatanan rambut yang cukup menyita waktuku kala bersiap siap untuk flight.

Kadang terpikir mau potong rambut bob pendek aja, yang pasti bakalan simpel, cuman di sisir catok blow ajah dan done.
Gak seperti kalau rambut panjang begini, harus gulung gulung rambut di cepol sedemikian rupa, lalu disisir sampai rapi, pakein hairspray. Aduh ribet deh, tapi tiap kali aku udah di salon, berniat memangkas rambut dark brown sepunggungku. Duduk manis didepan cermin besar lalu berkata "mbak potong bob bawah telinga".

Seketika itu pula mbak salon memberengut, menampilkan wajah kecewa "loh, rambutnya tebel alus begini, gak sayang kak?". Detik itu pula aku gak jadi potong rambut, dan minta buat treatment aja.

Selalu seperti itu.

Siklusnya, setiap kali berniat potong rambut. Tapi mungkin kali ini rambutku akan benar benar ku potong. Oke, lusa day-off di minggu ini akan ku gunakan sebaik mungkin untuk mengganti gaya rambutku.

Im swear, gak akaan ragu lagi  untuk potong pendek karena kesayangan yang diucapkan oleh pegawai salon. Karna kupikir akan cari salon lain. Ketimbang salon langgananku itu.

Memakai jam tangan, dan berdiri mematut diriku didepan cermin panjang ini. Aku menunduk kembali memasang alas kaki yang senada dengan sragam pramugariku ini.

Saat menyangkulkan sling bag dipundak dan bersiap menyeret koper kecil ini. Suara Selena Gomez, bernyanyi lagu Wolves. Menginterupsi kegiatanku. Rupanya telfon dari Venya, hanya missed call, sedetik kemudian satu pesan masuk.

Mengabarkan untuk aku segera turun ke lobi. Karna semua awak kabin telah berkumpul dan bersiap menuju bandara.

"Lama banget sih loo leii..."

Baru satu langkah mendekat ke lobi hotel.
Suara keras Venya membuatku bergidik. Dia itu hanya kalem berseragam pramugari saja. Para penumpang pastu tertipu. Dibalik wajah kalem nan anggun yang terpahat di muka Venya, ia itu orang yang mungkin cocok untuk mengikuti lomab teriak kencang. Kalau ada.
Dan pasti Venya akan mendapatkan juara umum.

"Attitude, nyahh!!",. Aku berjalan cepat menghampiri Venya yang bertampang sok kesal.

"Oke semua sudah siap, FA segera masuk ke bus, kita akan briefing di airport", perintah dari kapten penerbangan segera membawa kami masuk satu persatu menuju bus yang telah siap didepan pelataran hotel.

Penerbangan dini hari seperti ini bukan hal baru, dalam karirku menjadi pramugari. Ini hal yang biasa. Meski kadang hanya sempat tidur 2 jam sebelum flight dimulai. Dan ketika mendapat schedule *ULF aku dan crew lainnya akan beristirahat di tempat rahasia, oh kami menyebutnya *bunker.

Tepat dua puluh tiga menit di jalanan Kota Perth, sampailah kami semua di Bandara International Perth. Enam awak kabin lengkap bersama Kapten dan co pilot melakukan briefing seperti biasa sebelum masuk ke pesawat dan memastikan semuanya telah baik sebelum para penumpang masuk ke dalam cabin.

Menarik koper kecilku berjalan dengan sling bag khas pramugari di maskapai tempatku bekerja. Melewati kerumunan para calon penumpang di depan gate. Aku selalu suka bisa bertebar senyum dengan siapapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 ROW LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang