Sepuluh

7.3K 500 15
                                    

"Terlanjur, kamu sudah jadi pemeran utamanya sekarang"
*
*
*

"Sial! "

"Aku mohon tolong beri aku ampun, Aku pasti takkan mengulanginya lagi"

"Tidak ada ampun bagi mu kaparat! Habiskan dia dan lenyapkan sampah ini dari hadapan ku"

"Baik tuan"

***

Ali menghembuskan napas dengan berat. Hari ini sudah beberapa masalah yang datang di hidupnya.

Masalahnya tak kunjung usai, pikirannya bercabang seperti akar. Rencana demi rencana dia susun dalam otaknya.

Banyak kecurigaan. Dan tentunya ada yang tak beras dalam segala hal di hidupnya. Pekerjaan, percintaan, bahkan dirinya sendiri pun sudah tak dapat dia kontrol, semua lose dari segala tatanan hidup yang sudah dia atur sebelumnya.

Rasa bersalah, penasaran, tak tenang, dan apapun itu dalam bentuk tidak nyaman ada di dirinya. Dia sudah terlanjur, terlanjur menjadi pemeran utamnya sekarang.

"Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab. Itu janji ku." Ali menghembuskan napas beratnya sekali lagi.

Dia akan menuntaskan satu masalahnya sekarang.

Turun menggunakan lift menuju satu ruangan 'manajemen pemasaran' terpamapang jelas tulisan itu di depan pintu kaca transparan yang menampakkan para kariyawan yang sedang bekerja diantara sekat sekat blok meja.

Saat pintu dibuka semua kepala kariyawan otomatis mendongak saat langkah familiar terdengar di indra meraka. Ali yang tidak biasanya berantakan dengan rambut sedikit acaknya, dan dasi longgar serta jas yang tak lagi di kenakannya mengundang banyak tanya dari seluruh penghuni ruangan manajemen pemasaran. Apalagi sekarang dia tampak memasuki ruangan khusus di pojok sana, ruangan sang pemimpin manajemen.

"Ada ibu Prilly di dalam? "

"A..  Ada pak"

Ali langsung saja membuka pintu tersebut setelah sebelumnya bertanya kepada astisten Prilly.

"Ada apa Mir? Eh Se.. selamat siang pak Ali" Prilly langsung berdiri saat mengetahui bahwa tamunya itu adalah Ali.

"Boleh kita berbicara sebentar" Prilly tampak kaku. Masalah itu kah? Batinnya berbicara.

"Si.. silakan pak"

"Terimakasih kamu telah menerima lamaran saya. Tapi lusa saya kan melamar kamu sekali lagi bersama orangtua saya. Maaf bila ini terkesan begitu mandadak. Saya selalu diajarkan untuk langsung to the point, memang terkesan tidak romantis, tapi ini sungguh tulus saya ucapkan untukmu, maukah kamu menjadi istri saya? " Panjang dan tegas, kata kata itu yang mendeskripsikan ucapan Ali barusan.

Prilly diam dia begitu terpaku dan.. Terpanah ali begitu berwibawa di matanya. Penilaiannya memang tak salah, bukan kah Ali memang begitu berwibawa dan seribu pesona lainnya di dirinya.

"Sa.. Saya menerima la..lamaran bapak" Ucap Prilly dengan gaguk.

"Syukurlah. Saya belum bisa berjanji apa pun untuk kamu sekarang. Tapi untuk kedepannya saya akan mencoba memberikan yang terbaik untukmu. Calon istriku." Tampak ragu saat mengucapkan kata calon istri, tapi dia harus melakukannya. Harus. Demi sebuah drama yang harus terrealisasikan.

My Husband Is BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang