bagian 11

278 18 0
                                    

13 oktober 1985

Pak Yusuf dan Mak Jamaidah masih terduduk disisi makam putrinya. Tidak ada yang berbicara hanya suara tangis dari mak Jamaidah mengisi keheningan itu. Pak Yusuf menatap murka makam putrinya yang masih basah. Pikirannya menerawang jauh tentang kematian Sarni yang tragis.

Sedangkan beberapa pelayat satu persatu meninggalkan pusara tersebut. Guru-guru dan juga teman sekolah Sarni berlalu meninggalkan dua penjaga sekolah itu dengan perasaan bertanya-tanya.

Kembali pada pak Yusuf.

Kini sorot matanya seakan menerka siapa yang harus ia salahkan akan kematian putrinya. Tentulah mereka yang berada di atas. Pak Yusuf menelan salivanya kasar, dan kembali mengusap nisan Sarni.

Bagaimana pun juga, ia tidak mungkin membiarkan kasus pembulyan itu berlanjut dan mungkin akan ada korban selanjutnya yang sama seperti Sarni. Pak Yusuf harus memberi tahu yayasan sekolah mengenai hal ini.

"Jangan pak! Bagaimana kalau kau hanya akan mendapat hujatan dari mereka? Bagaimana kalau pekerjaan kita yang akan menjadi korban?"

"Hal ini lah yang membuat Putri kita mati bu. Karna kita tidak pernah ada tindakan atas apa yang sudah di alami Sarni. Dia mati karna kebodohan kita bu!" sanggah pak Yusuf.

Hal itu menjadi perdebatan yang panjang untuk keduanya, tidak ada yang mau mengalah akan keputusan mereka masing-masing. Semua karna mempunyai resiko yang tidak menjamin kebahagiaan nantinya.

**

Laki-laki yang usianya 48 tahun itu sedang terdiam mengamati setiap ucapan yang keluar dari mulut Pak Yusuf. Dia adalah seorang Laki-laki berumur yang bernama pak Surya pemilik yayasan sekolah SMU Tanah Seruni. Tempat yang saat ini ditinggali pak Yusuf dan istrinya mak Jamaidah.

Ya. Entah kenapa satu kata yang menyinggung putri satu-satunya membuat pak Surya naik pitam. Dia tidak lagi bisa mendengar keluh kesah pak Yusuf ketika putrinya diseret atas kematian Sarni.

Pak Surya dikenal sebagai orang yang tempramen juga pemarah jika ada orang yang menjelekkan putrinya, meski itu kenyataan yang sebenarnya. Mungkin karna anak dari pak Surya adalah satu-satunya yang mengisi keluarga mereka. Bisa dibilang, Mawar hanya anak keberuntungan yang sempat berada di rahim istri pak Surya itu.

"Apa maksud anda pak Yusuf? Kenapa Mawar harus terseret akan kematian Putri anda? Saya bisa menuntut anda kalau pak Yusuf tidak punya bukti yang kuat akan hal ini!"

"Ti.tidak pak, kau salah paham. Maksud saya tidak begitu.." Pak Yusuf berusaha memberi ketenangan pada sang pemilik yayasan yang raut wajahnya bisa dibilang tidak lagi bersahabat.

"Sudahlah. Saya memang sedih akan kepergian Putri anda pak, namun jangan salahkan saya kalau sekarang saya tidak lagi simpati atas kecelakaan yang menimpa keluarga pak Yusuf. Sebaiknya sekarang bapak pergi, sebelum saya menuntut bapak atas tindakan bapak ini!"

Tanpa menunggu pak Yusuf berdiri dari tempat duduknya. Sang pemilik yayasan berlalu begitu saja, dengan berdehem pelan. Mengisyaratkan agar pak Yusuf tidak lagi berada di sekitar rumahnya.

-

Ya. Sungguh malang memang nasib pak Yusuf dan mak Jamaidah. Terlebih dengan laki-laki tua itu. Sepanjang perjalanan pak Yusuf menangisi ketidakadilan yang menimpa putrinya. Lalu sepulang dari rumah sang pemilik yayasan, pak Yusuf tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan beliau menyempatkan diri untuk melihat kuburan Sarni yang berada tidak jauh dari SMU Tanah Seruni.

Skip__

Entah apa yang sudah diperbuat pak Yusuf semasa mudanya sampai harus menerima takdir yang Malang di masa tuanya itu.

Pak yusuf terdiam menatap kelam makam Sarni. Banyak sudah kejanggalan atas tindakan Sarni itu. Menurutnya apa yang sudah dikatakan pak Surya sudah sangat menyinggung perasaannya atau keluarganya. Mungkin inilah kenapa Sarni lebih memilih meninggalkan dunia ini daripada berada pada zona ketidak adilan.

Sekarang!! Pak Yusuf menyesal akan kematian Sarni.

Pak Yusuf sangat ingin melihat putrinya hidup seperti anak-anak yang lain sekali lagi. Merasakan masa remaja yang bahagia.

Ya. Mungkin jika dia bisa melakukan hal itu. Penyesalannya sebagai orangtua tidak begitu menghantui dirinya. Benar!

Siapa bilang Sarni tidak bisa hidup? Jika pak Yusuf menyerahkan semuanya san meminta pada Raja iblis untuk dikembalikan putrinya. Kembali kesisinya dan mendengar ayahnya membela ia sebagai anak yang terintimidasi.

Ya. Jalan satu-satunya adalah...

Bersekutu dengan iblis. Raja diatas segala Raja.!!!

**

"A.apa? Jadi suami mak Jamaidah melakukan hal itu?"

Syifa bertutur getir. Ia tidak menyangka keputus asaan suami mak Jamaidah membuat semuanya menjadi kacau, dan sekarang entah apa yang harus Syifa dan Rinaz lakukan pada mak Jamaidah, mengutuknya atau mengasihaninya.

"Seharusnya mak Jamaidah sebagai istri pak Yusuf bisa memberikan dia masukan. Bukan malah membiarkan pak Yusuf dalam hal itu."

"Ya. Kau benar nak, tapi apa yang bisa mak Jam lakukan jika itu kehendak suami saya, suami saya tidak pernah meminta pendapat saya untuk hal ini. Bahkan saat dia melakukannya saya tidak pernah tau. Sama sekali tidak!"

Syifa dan Rinaz kembali terdiam. Dalam keheningan malam itu Mak Jamaidah tidak lagi terlihat seram, namun terlihat putus asa.

Tiba-tiba....

Tbc!

Takut!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang