Bulan Madu

275 28 62
                                    

Setelah kami menikah bukan berarti aku bisa mengenal Seok Jin sepenuhnya. Sampai sekarang aku tidak tahu bagaimana perasaan Seok Jin terhadapku. Jawaban yang menyatakan bahwa dia mencintaiku tidaklah meyakinkan. Ini aku buktikan dari sikapnya yang seolah dirinya tidak memiliki perasaan sama sekali terhadapku. Aku mencoba bertahan dan tetap diam tanpa menuntut apapun. Tetapi aku tidak tahu apakah pertahananku ini akan awet atau tidak.

Aku berasumsi dia memang tidak memiliki rasa terhadapku. Lihat saja, selama bulan madu di pulau Jeju kami tidak pernah melakukan adegan romantis. Jangan tanyakan pertanyaan apakah aku pernah melakukan hubungan suami istri dengannya. Jawabannya tidak! Kami menghabiskan bulan madu hanya berpertualang. Dan di setiap harinya kami akan berfoto mesra layaknya suami istri dipenuhi cinta kasih untuk disebarkan di media massa termasuk media baru yang bernama internet.

Lalu malamnya apa yang kami lakukan? Malamnya setelah makan malam kami memutuskan untuk tidur karena capek seharian bermain. Aku terkadang goyah dengan sikap Seok Jin yang begitu perhatian. Seperti misalnya saat malam hari waktu itu aku sering sekali kentut karena masuk angin dan dia menawarkan diri untuk memijatku. Malam berikutnya kejadian itu berulang, meski aku tidak masuk angin tetapi dia masih setia memijatku. Untuk balas budi aku juga turut memijatnya.

"Aku pijat badanmu juga ya, biar segar," tawarku.

"Boleh," jawabnya. Seok Jin dengan cepat langsung memasang posisi badan yang siap untuk dipijat.

"Andai aku tahu pernikahan itu seindah ini mungkin dari dulu aku sudah menikahimu," katanya.

"Kau menikmati pernikahan ini?"

"Tentu saja. Apalagi kalau capek ada yang pijat," kata Seok Jin.

"Aku minta bayaran boleh?"

"Mau minta apa?" tanyanya.

Aku mau kita bercinta. Hampir saja aku berkata begitu karena memang aku sangat mengingkan hal itu terjadi lebih dari apapun.

"Mau meminta cintamu."

"Sudah kukasih."

"Memangnya pernah ya?"

"Memangnya tidak terasa?" tanya Seok Jin.

"Tidak!"

"Sama sekali?" tanyanya lagi.

"Mungkin terasa tapi aku saja yang tidak sadar."

"Bisa jadi karena cinta itu tidak terindra makanya orang-orang tidak menyadarinya."

Untuk menunjukkan sebuah cinta dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan skinship. Benar kan? Di situ aku ingin teriak untuk menyerang argumen Seok Jin mentah-mentah tetapi sekali lagi aku takut. Tak lama setelah obrolan singkat itu aku mendengar suara itu. Iya suara dengkurannya. Lawan bicaraku sudah tertidur.

Seok Jin sebenarnya tidak segan menyentuhku. Mulai dari menggandeng tangan, Memeluk pundakku. Dan sekali-kali mengecup pucuk kepalaku. Padahal sebenarnya aku ingin lebih dari itu. Dia juga terlihat bahagia berada di sampingku. Aku berasumsi demikian saat dia melihatku, mengawasi mataku dengan senyum yang tersungging dari bibir tebalnya. Saat dia melihatku seperti itu, aku rasa dia mencintaiku.

Oke, argumen yang dapat memperkuat asumsiku ini adalah ketika aku memeriksa ponsel Seok Jin. Tidak ada perempuan yang sedang dia kencani. Aku bahkan mengintai semua akun sosial media dia tetapi tetap saja aku tidak menemukan tanda-tanda kalau dia memiliki seorang kekasih.

Jadi ... Aku sering menebak Seok Jin seperti ini ... terkadang dia juga seperti itu. Setelah lelah menebak-nebak pikirannya aku mulai merubah haluan, aku tidak akan memikirkan hubungan seksual dengannya lagi. Toh menjadi istri sah seorang Kim Seok Jin saja sudah membuatku beruntung perempuan lain mungkin banyak yang menginginkan posisiku.

EufhorniaWhere stories live. Discover now