Pagi yang damai.
Terdengar suara gesekan korek api. Bibi Minam menyentuhkan korek api yang telah menyala pada perapian kecil di ruang duduk. Apinya menyala, memberi kehangatan untuk pagi yang dingin. Rumah kami beraroma lavender yang wangi. Di dekat tempat duduk terdapat jendela besar dengan tirai tipis tembus cahaya. Di seberangnya terdapat ruang makan yang bergandengan dengan dapur yang luas. Ada beberapa benda yang terlihat di atas meja dapur. Sebotol madu, minyak wijen, satu keranjang daun salada, kompor yang menyala--merebus ayam yang asapnya telah mengepul, dan beberapa barisan piring dan gelas yang tidak seragam.
Pemandangan yang sederhana dan aku menyukainya. Dengan penuh semangat aku mulai memamerkan kemahiranku memasak yangyeom tondak untuk lelaki yang kucintai yang sekarang sedang duduk manis di meja makan sambil memperhatikanku, laki-laki itu tak melepaskan matanya memandangi setiap lekuk tubuhku. Sesekali aku balik memandangnya tetapi aku tak kuat. Aku lebih banyak merona.
Kegiatan membuat sarapan hari ini cukup menguras waktu karena biasanya aku sudah menyelesaikan ritual di dapur sebelum Seok Jin selesai berpakaian kerja. Jam dinding di atas televisi LED 42 inci sudah menunjukkan pukul 7 kurang lima belas menit. Sudah sewajarnya Seok Jin selesai berkemas.
Aku menata daun salada di atas piring lalu menaruh ayam pedas manis di atasnya dan menaburi biji wijen.
Sebelum melangkah ke meja makan, terlebih dahulu kuperbaiki bra agar daging payudaraku terkumpul ke tengah. Di rumah aku memang selalu memakai pelindung payudara karena tidak hanya Seok Jin laki-laki di rumah ini, ada paman Jisung sebagai tukang kebun. Bisa kacau kejadiannya jika kemaluanku justru dilihat paman Jisung. Parahnya, suamiku saja belum melihatnya.
Aku ralat! Dia tidak pernah melihatnya lama-lama.
Semula, aku mengira Seok Jin akan merespons dengan antusias terhadap makanan yang sudah tersaji. Karena kuyakin bau masakanku sangat menggoda. Ternyata, dugaanku melesat karena justru pandangannya masih fokus terhadapku dengan gurat wajah sedikit tidak beres. Ada apa?
"Hana, apa kau pernah melihat kaos kakiku di mana?"
"Kaos kakimu sudah aku taruh di cucian bibi Eunsoo, kaos kaki baru aku letakkan di lemari nomor dua di bawah tingkat pakaian dalammu."
Seok Jin mengangguk lalu beranjak dari tempat duduknya. "Bisa kau bantu mencarikannya?" Tangannya menarik tanganku.
Aku menghela napas. Mungkin itu alasannya kenapa dia datang ke meja makan tanpa kujemput. Anak manja itu sedang mencari sesuatu yang sebenarnya gampang sekali dicari. Oke, aku akui aku lupa menyiapkannya kaos kaki seperti biasa kulakukan pada hari-hari sebelumnya. Alasannya karena memang tadi pagi aku buru-buru ke dapur menyiapkan sarapan yang tidak sederhana. Selama mengikuti langkahnya yang tidak terbilang pelan, aku menekuk wajahku.
Senyumku tambah masam saat melihat kekacauan hanya karena masalah ringan. And what the hell happened here? Kenapa kamarku yang biasanya rapi berubah menjadi berantakan seperti ini? Baju kotor Seok Jin berserakan di lantai, selimut di dalam lemari jatuh semuanya dan tercecer di lantai, bahkan celana dalam kotor menyatu dengan pakaian bersih.
"Seok Jin! Kenapa kau membuat kamar menjadi berantakan seperti ini?" teriakku.
"Nanti minta tolong Bibi Eunsoo yang merapikan," kata Seok Jin sambil masih berkutat mencari kaos kaki.
"Bibi Eunsoo tidak akan bisa merapikan kamar ini sesuai dengan keinginanku."
"Nanti sepulang dari kantor aku bantu merapikannya," balas Seok Jin. Setelah barang yang dicari ditemukan, laki-laki itu menghampiriku. "Is this too hard for you?"

YOU ARE READING
Eufhornia
RandomTidak jarang orang mengatakan bahwa hidup Hana itu begitu sempurna. Gadis itu menikah dengan orang yang dicintainya. Suaminya kaya dan sanggup mengikuti semua keinginannya termasuk mendukung sifat gila belanjanya. Kata orang dia sangat beruntung bis...