Orang-Orang di Masa Lalu

344 34 93
                                    

Semenjak kepergian Seok Jin memang memiliki pengaruh besar terhadap diriku. Sekarang, aku sudah berani bilang 'tidak' pada situasi yang pantas untukku tolak. Aku tidak peduli bagaimana orang-orang mulai membicarakanku setelah mereka tahu ada perubahan di diriku.

Kadang ada kalanya kita harus memikirkan diri sendiri terlebih dahulu baru kemudian memikirkan orang lain dan mencintai diri sendiri  lebih banyak baru sisanya mencintai orang lain. Mesikpun terdengar agak egois tapi begitulah porsi terbaik sebuah kehidupan.

Setelah melewati dua tahun semenjak Seok Jin meninggalkan Korea, aku tidak pernah tahu lagi kabarnya. Sedangkan nasibku... aku melanjutkan kuliah di universitas dalam negeri jurusannya seperti Seok Jin, manajemen bisnis. Dan aku masih sendiri. Niatku ingin memiliki seorang kekasih mulai terbersit semenjak menyaksikan debat bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh kampus. Aku langsung terkagum sama salah satu anggota dari tim yang meraih juara satu. Namanya Namjoon.

Aku yang masih awam tentang dunia laki-laki ini tidak tahu harus berbuat apa. Kalau diam saja Namjoon tidak mungkin akan menatapku. Setidaknya aku harus bertindak. Oia Namjoon itu seangkatan denganku tetapi berbeda fakultas. Dia mengambil jurusan teknik informatika dan kau tahu nilai akademiknya mencapai angka-angka fantastis dan nyaris sempurna. Namjoon memang terkenal jenius. Kerennya lagi dia pandai sekali berbahasa Inggris, nilai TOEIC nya saja mencapai 900. Aku sudah tidak habis pikir bagaimana dia bisa sekeren itu.

Saat itu juga pikiranku dipenuhi oleh Namjoon dan Namjoon lagi. Dan faktanya Namjoon juga banyak yang incar. Aku pernah menyakan hal ini kepada Jiyeon. Ingat Jiyeon kan? Si biro jodoh yang terkenal seantaro sekolah. Nah... sekarang dia juga terkenal di kampus karena reputasinya yang mumpuni dalam menjalankan tugas menjodohkan para kliennya. Kebetulan kami satu universitas.

"Tidak... aku menyerah kalau kau mau dijodohkan dengan Namjoon. Sudah banyak yang mengantri," jawabnya saat aku menanyakan soal Namjoon lewat telepon.

"Kalau kau berhasil menjodohkanku dengannya, aku bakalan membelikanmu Iphone keluaran terbaru, bagaimana?"

"Ini tidak gampang Hana!" jawabnya tetapi kali ini jawabannya lebih melunak.

"Kau setuju kan?"

"Akan kucoba, tetapi kali ini aku tidak bisa janji."

"Tidak masalah. Sekarang apakah kita bisa bertemu di kedai kopi dekat kampus? Aku yang traktir. Hitung-hitung ini bonus pertamamu," kataku mendikte. Tawaranku memang tidak main-main jadi tidak heran Jiyeon langsung mengiyakan perkataanku.

* * *

Aku mengikuti saran Jiyeon untuk mengubah penampilanku secara total. Mulai dari melepas kaca mata, perawatan kulit hingga mengubah gaya berpakaian. Aku sudah tidak berpenampilan buruk lagi. Dan aku senang melihat perubahan di diriku.

Aku juga jadi bersahabat dengan Jiyeon semenjak itu juga. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Meski dia teman bayaran, maksudku aku membayarnya atas usahanya untuk menjodohkanku dengan Namjoon tetapi aku tahu satu hal bahwa dia memiliki perasaan yang tulus seperti layaknya seorang sahabat. Dia tidak pernah berniat memanfaatkanku meski setelah Jiyeon tahu latar belakang keluargaku.

Setelah penampilanku dirasa cukup menjual, baru Jiyeon mulai menyusun taktik untuk bisa mempertemukanku dengan Namjoon. Pagi itu saat melihat Namjoon duduk sendirian di kantin lalu kami menemuinya. Jiyeon langsung menyapanya basa-basi dan mengeluarkan jurusnya menawarkan Namjoon menjadi guru les pribadiku tentunya dengan bayaran di atas standar. Siapa sangka dari taktik itu membuatku menjadi dekat dengan Namjoon.

Mulai dari Namjoon yang datang menjadi guru les bahasa Inggris ke rumah dan aku selalu semangat menanti itu. Biasanya kalau pelajaran bahasa Inggris aku memilih duduk paling belakang dan menghabiskan waktuku pada hal-hal tidak jelas. Sayangnya sekarang berbeda, yang mengajarkannya itu Namjoon tentu aku akan memanfaatkan situasi ini sebaiknya-baiknya.

EufhorniaWhere stories live. Discover now