"Dia Sudah mencintaimu, Hana," kata Jiyeon penuh semangat.
"Dia belum mencintaiku," jawabku malas bersamaan dengan itu aku meraih remot televisi dan memelankan suaranya. "Tatapannya masih kosong setiap kali dia menatapku," ucapku sebal.
"Kau mengukur cinta hanya dari tatapan mata?" sayup-sayup kudengar suara tawa Jiyeon di seberang sana.
"Jangan bercanda," hardikku sebal.
"Aku tidak bercanda," jawab Jiyeon santai. "Pikiranmu terlalu dangkal."
"Apa?"
"Seok Jin tidak pernah menatap matamu?" Oke kurasa ini pertanyaan konyol.
"Tentu saja pernah, kenapa?"
"Dia pernah menatapmu tanpa berniat mengalihkan pandangan?"
"Pernah," kataku lalu mengapit ponselku dengan kepala dan bahuku. Kulangkahkan kaki menuju rak buku dan menarik salah satu novel yang terpajang di sana.
"Berarti dia memang mencintaimu. Seok Jin berusaha menularkan cintanya melalui tatapannya," ujar Jiyeon tanpa ingin membela perkataanku. "Kau seperti tidak pernah punya pengalaman berkencan dengan orang lain saja."
"Tatapan Seok Jin berbeda. Tidak ada gairah yang dipancarkan di matanya ketika melihatku."
"Kau tahu hal ini dari mana?" selidik Jiyeon.
"Kubandingkan dengan tatapan Namjoon terhadapku."
"Namjoon ya Namjoon. Namjoon bukan Seok Jin."
"But we don't have sex."
Jiyeon tidak akan cukup terkejut mendengar pernyataan ini karena aku sudah sering menceritakannya. Mudah-mudahan dia tidak pernah bosan.
"Tidak semua orang melakukan seks karena dasar cinta. Tergantung dari personalnya. Meski ada cinta belum tentu ada hubungan badan, meski kasus ini minor."
Kudengarkan baik-baik celotehan Jiyeon.
"Sedangkan kebanyakan orang melakukan seks tanpa cinta. Kau paham maksudku?"
"Aku hanya berpikir perempuan memberikan tubuhnya sebagai hadiah atas pernikahannya sedangkan laki-laki berhak mendapatkan seks atas upayanya memperjuangkan pernikahan." Aku mengambil bantal sebagai peyangga tangan. "Logikanya seperti itu."
"Perempuan cenderung lebih senang melakukan hubungan seks tanpa cinta, itu faktanya. Apa kau hanya nafsu berhubungan seks saja?"
"You judge me?" tanyaku kesal.
"No, I don't."
Oh..., kapan sebenarnya sahabatku satu-satunya ini akan berpihak kepadaku? Aku curiga jangan-jangan dia tergabung dalam fansclub Seok Jin waktu sekolah.
"Sekarang aku bertanya padamu, apa kau mencintai Seok Jin?"
"Tentu aku mencintai Seok Jin."
"Apa Seok Jin pernah mendengar langsung darimu kalau kau mencintainya?"
Aku hanya mendengus sebal. "Belum pernah."
"Berarti yang menjadi masalah ada dalam dirimu."
"Maksudmu?"
"Ini bukan masalah Seok Jin menggaulimu atau tidak," jawab Jiyeon sabar. "Ini lebih ke masalah bagaimana dua orang saling mengungkapkan perasaannya . Dan he wants to hear it from you."
"Apa Seok Jin tidak menyadari hal itu dari tatapan mataku?"
"Seok Jin bukan cenayang yang bisa membaca kata hatimu."

YOU ARE READING
Eufhornia
RandomTidak jarang orang mengatakan bahwa hidup Hana itu begitu sempurna. Gadis itu menikah dengan orang yang dicintainya. Suaminya kaya dan sanggup mengikuti semua keinginannya termasuk mendukung sifat gila belanjanya. Kata orang dia sangat beruntung bis...